Efeknya? Delivery kepada pelanggan jelas terganggu dan secara manajerial hal ini berpengaruh pada kinerja perusahaan, dalam hal ini key performance indikator direksi sebagai 'nahkoda' perusahaan.
Ketidakpedulian memiliki banyak bentuk. Sebut saja apatisme atau skeptisisme. Sebagai sebuah paham, apatisme lahir karena tidak adanya keselarasan antara apa yang diinginkan dan apa yang dijalankan. Dalam manajemen risiko, pemilik risiko tidak merasa membutuhkan tools dan work scheme dalam koridor manajemen risiko untuk memastikan process business di unitnya berjalan dengan baik.
Pada konteks ini, pemilik risiko berpendapat selama proses berjalan dan keluaran tersedia, untuk apa berpusing-pusing ria menyusun peta risiko dan tetek bengek mitigasinya? Sementara itu, skeptisisme melihat manajemen risiko semata-mata lapis-lapis penunda kegagalan yang suatu saat bakal terjadi.
Orang-orang skeptis melihat risk treatment seperti menunda tanggul jebol dengan bermacam-macam alternatif pintu irigasi yang sayangnya di mata mereka seperti menggunakan batang pisang untuk menyumbat aliran di pintu air. Pertanyaannya, bagaimana hal tersebut timbul?
Menelusur dan Menekur ke AkarÂ
Pepatah lama mengatakan tidak ada asap jika tidak ada api. Kondisi berhenti peduli terhadap risiko dalam suatu tatanan manajemen risiko yang mulai berjalan bisa disebabkan banyak hal. Ada berbagai celah potensial mengapa kondisi tersebut lahir.
Secara mikro, hal tersebut dimungkinkan antara lain tidak terbangunnya pemahaman individu atau kolektifitas dalam implementasi manajemen risiko pada setiap pemilik risiko atau termasuk kontribusi unit pemantau manajemen risiko yang kurang memberikan impresi terhadap respon yang timbul dari pemilik risiko, baik dalam konteks konsultasi, koordinasi, sampai dengan evaluasi.
Secara makro, ketidakpedulian terhadap risiko timbul karena efektivitas manajemen risiko itu sendiri. Terkadang menjadi ironi dalam suatu organisasi yang sebelumnya 'tidak kenal' manajemen risiko seluruh proses bisnis menjadi lancar. Akan tetapi, ketika manajemen risiko muncul, terjadi instabilitas. Ada gesekan-gesekan yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pertanyaannya, dimana salahnya?
Perlu riset ilmiah untuk menemukan dan memahami bagaimana suatu sikap tidak peduli atas penerapan manajemen risiko bisa timbul pada organisasi yang telah menjalankan manajemen risiko. Dalam tingkat maturitas apapun, peluang dan penyebab kejadian tersebut bisa terjadi.Â
Beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi dapat bersifat internal maupun eksternal. Sebut saja dinamika organisasi yang mengharuskan pembaruan atas risk register hingga penetapan risk treatment yang menguras energi sampai dengan kebijakan top management yang berdampak langsung terhadap manajemen risiko maupun tidak langsung, semisal berkaitan dengan apresiasi dan sanksi.
Faktor eksternal antara lain business life-circle yang cenderung statis dan adem ayem cenderung menyeret pemilik risiko untuk business as usual dalam konteks manajemen risiko. Jika hanya dengan berdiri ketika tamu datang dan meminta mereka mengisi daftar tamu kinerja mereka sudah dikatakan selesai, mengapa repot-repot harus melakukan additional treatment ini itu untuk memastikan kita sebagai penerima tamu, misalnya.Â