Mohon tunggu...
Anggara Gita Arwandata
Anggara Gita Arwandata Mohon Tunggu... Administrasi - casanova

Tukang Balon di IG @nf.nellafantasia dan perakit kata di @kedaikataid. Dapat ditemui di Twitter @cekinggita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Standar Kerja Rendah Video Pemerintah

20 Mei 2020   10:51 Diperbarui: 21 Mei 2020   13:08 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Twitter @KemnakerRI

Saya gak habis pikir, harus melihat dari sudut pandang mana agar video layanan masyarakat ini dapat diberi nilai baik? Satu-satunya alasan positif yang bisa saya bayangkan adalah video ini memang mengincar pergujingan masyarakat sehingga sengaja dibuat nyeleneh. Nyelenehnya di bagian mana? Ya itu kombinasi editing video yang tidak serius dan aktris pengisi video yang gak memadai.

Tapi kalau saya pribadi menganggap ini adalah contoh nyata bahwa negara kita tidak serius. Tidak punya standar kerja. Atau apalah itu istilahnya.

Menurut saya, ada tiga pihak yang mesti bertanggung jawab, yaitu pihak produser, pihak pembuat video, dan yang ketiga adalah pemerintah.

1) Produser jelas tanggung jawabnya paling besar. Dia yang menentukan proses produksiya, mengawasi jalan pembuatan video, kemudian menyetujui hasilnya.

Kenapa Iklan layanan masyarakat ini harus banget disii oleh menteri? Bagaimana cara menentukan menteri-menteri mana saja yang mengisi suara?

Sebagai perbandingan, saya pernah bikin video semacam ini. Bernyanyi dari rumah masing-masing, kemudian digabungkan. Ini teman-teman alumni SMA menyanyikan lagu mars sekolah.

Saat itu saya meminta rekomendasi ke perwakilan angkatan, siapa saja teman-teman angkatannya yang bisa bernyanyi. Setelah mendapatkan nama, kemudian saya hubungi satu per satu. Ada yang berkenan mengisi suara, ada yang tidak berkenan, dan ada juga yang bahkan tidak menanggapi.

Dari yang tidak berkenan ikutan, ada yang alesannya tidak pede, ada juga yang beralasan tidak bisa bernyanyi, ada yang tidak sempat karena sedang sibuk, dll. Sementara dari suara yang terkumpul, saya seleksi lagi best part masing-masing vokalis.

Kenapa harus diseleksi lagi best part-nya? Karena teman-teman saya bukan penyanyi, jadi pasti ada bagian yang fals. Dan karena saya ingin videonya nanti layak dinikmati, saya ambil bagian yang merdu-merdu aja.

Dalam hal video layanan pemerintah ini, entahh bagaimana kerangka berpikirnya. Apakah memang sengaja setiap menteri wajib menyanyikan dari awal sampai akhir? Atau hanya diambil bagian terbaiknya saja. Lalu yang jadi pertanyaan, bagaimana kalau ternyata, dari keselurahan menteri yang tampil, suarannya tidak ada satu pun  yang layak didengar untuk dijadikan iklan layanan masyarakat?

Ya harusnya produser memutuskan untuk membatalkan project ini saja. Daripda malu. Terkecuali kalau gak tau malu sih. Entah siapa yang harusnya paling malu. Pihak produser yang memimpin dan mengawasi pembuatan video dari awal sampai akhir atau aktris pengisi video?

Lagipula kalau tujuan utamanya untuk mempengaruhi masyarakat, tidak perlu menteri yang bernyanyi. Cari saja yang lain, yang suaranya lebih enak didengar dan punya pengikut besar.

Kalau begini kan malah jadi bahan olok-olok dan jangan-jangan pesan utamanya malah mungkin gak tersampaikan.

2) Pihak pembuat video juga harus betanggung jawab. Di video terlihat ada banyak bagian yang gerakan mulut tidak sinkron dengan lagunya. Mulutnya komat-kamit apa, suaranya apa.

Aduh, ini mah bukan soal kemampuan mengedit video, melainkan soal sikap malas. Apa susahnya menyelaraskan gerakan mulut dengan lagu? Nyari tutorialnya di Youtube juga pasti banyak. Minta digaji berapa untuk dapat mengedit video layanan masyarakat ini menjadi enak dilihat? Masa iya 200 juta penduduk gak ada yang bisa?

Saya yakin banget, si pengedit video ini sebetulnya bisa. Cuma males aja. Yang penting cepet selesai. Dan lagian, kok dia gak malu ya menghasilkan video semacam ini? Kalau saya pasti malu. Mending saya delete trus bilang gak bisa melanjutkan. Silakan cari orang lain yang mampu.

Apa yang dikejar oleh si pengedit video sehingga dia merelakan video semacam ini tayang? Standar macam apa yang membuat dia berpikir ini video sudah layak tayang? Atau mau menyalahkan software dan komputer yang tidak memadai?

Ini tuh layanan masyarakat yang dipersembahkan oleh Indosiar, SCTV, O'CHANNEL, dan Vidio. Masa iya perusahaan digital media seperti mereka gak punya teknologi yang memadai?

Masa iya pemerintah, yang nantinya akan mendapat dampak langsung, tidak mau memfasilitasi? Cuma video 1 menit doang ini. Gak makan waktu banyak.

Dan yang lebih parah lagi, kok ya produsernya bisa puas melihat hasil editing macam begini? Standar kerja yang rendah?

Saya bikin video nyanyi dari rumah oleh teman-teman alumni SMA, cuma pake premire pro lalu belajar dari Youtube, dan gak dibayar sama sekali. Cuma untuk kepuasan pribadi. Rasa-rasanya hasilnya jauh lebih baik. Atau setidaknya tidak buruk.

3) Tentu saja pemerintah tidak luput dari tanggung jawab. Emangnya ga ada sesi preview sebelum tayang di internet? Itu yang mempublish adalah akun Twitter resmi Kementerian Ketenagakerjaan lho. Masa gak malu ibu menterinya tampil di video seperti ini?

Pihak pemerintah, sebagai pihak yang nanti akan merasakan dampaknya langsung, harusnya bisa bertanya ada kendala apa? Perlu bantuan apa? Bantuan teknologi atau sumber daya manusia? Dari pada malah tayang video yang akan jadi bahan olok-olok seperti ini ya kan.

Akhir cerita, menurut saya, video ini kalau cuma untuk seru-seruan member WA Group ya gak masalah. Silakan saja. Tapi ya jangan dishare pakai akun resmi pemerintah.

Tapi kalau video ini memang tujuannya untuk kepentingan bangsa dan negara, haduhhh harusnya gak separah ini.

Ini mah jelek aja belum

***

Tulisan ini sebelumnya saya posting di blog pribadi www.cekinggita.com
Akun Twitter: @cekinggita

Selama pandemi saya bersama banyak teman berbagi 450 hand santizer dan 110 nasi bungkus, dan masih akan terus berlanjut.



Bila ada di antara pembaca yang merupakan keturunan silsilah Brawijaya, mungkin kita bersaudara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun