Dalam perjalanan menuju ke sana, kalian akan melewati rumah penduduk dan sedikit sawah. Di dekat sawah tersebut terdapat Masjid yang menghasilkan suara sampai ke Gua Kerep. Saya rasa juga sebaliknya, suara-suara di Gua Kerep ketika sedang ada misa berlangsung, akan sampai ke lorong-lorong Masjid. Sampai detik ini belum pernah saya dengar ada perselisihan yang terjadi. Di area Gua Kerep itulah patung Bunda Maria didirikan. Tinggi menjulang dan megah. Siapa yang bisa melihat patung itu? Hanya orang-orang yang di sekitar situ. Kalau kamu berada di Terminal Ambarawa, tidak akan ada ceritanya patung itu akan terlihat. Lalu hendak memprovokasi siapa? Siapa yang terprovokasi?
Gua Kerep - Ambarawa, selain tempat berdoa, juga menjadi tempat wisata. Tiap ke sana, pasti saya melihat ada mbak-mbak berkerudung yang datang bersama teman-temannya, gembira ria, foto-foto. Gua Kerep ini tidak hanya ramai dikunjungi orang-orang yang mau berdoa, tapi juga dikunjungi oleh mereka yang cuma penasaran, pingin lihat-lihat, dan wisata. Tak melulu beragama Katolik. Imbasnya, banyak pedagang berjualan di sekitar Gua Kerep.
Dibangunnya patung Bunda Maria di Gua Kerep akan menambah daya tarik. Boro-boro terprovokasi, penduduk sekitar malah senang bisa dagang di sana. Dari dagang lekker, bunga, sampai kaos berkumpul di sana. Yang paling wajib dicoba adalah pecel Mbok Kami. Mak nyuss.. Gua Kerep ini sudah jadi daya tarik wisata Kota Semarang. Mirip-mirip Klenteng Sam Poo Kong kira-kira. Jadi, saya rasa, pembangunan ini tidak akan menimbulkan gesekan dengan umat agama lain.
Ada salah seorang teman yang mengatakan pembangunan patung Bunda Maria ini tidak tepat waktunya. Banyak hal yang lebih urgent, misalnya pendidikan, kesehatan, dan kegiatan sosial lainnya. Saya hanya mau bilang, dalam Gereja Katolik, saya kira, hal-hal seperti ini sudah dipikirkan. Sudah dialokasikan uang untuk kebutuhan A, B, C, sampai Z. Dan ketika membangun patung ini, juga pasti sudah diperhitungkan masak-masak dampaknya. Sebagai contoh saja, kalau dalam pemerintahan, tidak semua anggaran akan dialokasikan untuk pendidikan atau pertanian. Pasti juga disisihkan untuk hal lain, karena kehidupan masyarakat juga terdiri dari banyak aspek. Demikian halnya dengan pembangunan patung ini.
Ke tiga, tentang rasa hormat dan cinta terhadap Bunda Maria. Apakah pembangunan patung ini menunjukan rasa hormat yang berlebihan? Dalam hal menghormati dan menyayangi, kalau bisa dilebih-lebihkan, masa iya tidak kita lakukan? Kita semua begitu, bukan? Tentu selama tidak mengganggu kanan-kiri dan aturan yang ada.
Dan bentuknya yang mirip patung dewi agama politheis, itu masalah selera dan pendapat Romo Magnis tentang suatu karya seni saja. Subjektif sekali. Kalau di Yogya sana ada Gua Ganjuran yang Patung Yesusnya mirip wayang atau dewa-dewa Hindu. Lalu apa ya pendapat Romo Magnis? huuehuehue..
Terakhir, yang mungkin harus dipastikan lagi adalah, kapan terakhir kali Romo Magnis ke sana ya? Doa novena di tengah malam yang dingin, atau sekadar menikmati wedang ronde dan mengudap saren sambil berhahahihi dengan para pedagang yang ramahnya bukan main. Pedagang di sana pasti Katolik? Ah...
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H