Mohon tunggu...
Anggar A. Thahirah
Anggar A. Thahirah Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan

Aku ingin kisah cintaku sprti Fatimah n Ali Bin Abi Thalib, yg setan pun tak tw ttg cnta i2h. Skrg ak hnya ingin cnta kpda'MU, Muhammadku, n mnyimpan cintaku, tak ingin mntap'a, krna smw hnya ingin ku smpaikn lwat hati, wlw dy tak tw sbsar ap cinta i2h. Y Allah, jaga ia ttap d hatiku, n jaga aku ttap d hati'a, hngga sat cnta ku brtasbih d bingkai cinta yg ENGKAU restui.. ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bu, Anakmu Patah

13 September 2020   17:40 Diperbarui: 13 September 2020   17:44 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bu, Anakmu patah hati tiap kali makan enak di restoran sambil terbahak bersama teman-teman.  Ada rasa yang lebih tajam hingga membuat rasa makanan menjadi hambar. Bukan hanya karena masakanmu yang selalu juara, tapi jauh darimu buat tiap makanan tarasa tawar. 

Hari ini, apa yang ibu masak untuk membuat kenyang seisi rumah? Apa bumbu yang lupa ibu beli hingga harus berteriak pada adik-adik? Dan, hari ini sepusing apa ibu memikirkan menu agar semua makan dengan lahap?

Aku tau, sesekali ibu juga memikirkanku. Apa yang aku makan? Apakah aku kelaparan? Apakah masakan orang lain bisa membuatku tetap makan dengan berselera hari ini? Aku yakin sesekali ibu memikirkannya. Ntah saat berdiri di depan kompor, duduk memetik cabai, mengupas bawang, atau sesaat sebelum tidur.

Bu, benar, anakmu patah hati. Sejak pagi di awal Juli. Aku baru merasakan sakit seperti ini. Rasanya ingin selalu terbaring, keinginan untuk makan hilang, senyum berubah jadi hal yang mahal, dan parahnya, sering kali aku lupa cara berjalan. Terhitung dari pesan itu aku terima, beberapa kali kakiku lemah untuk melangkah. Jatuh di tengah jalan saat menyebrang, itu puncaknya.

Aku tau, sesekali ibu bertanya di hati. Tentang kisah cintaku. Tentang hari-hari yang aku lalui sendiri. Sudah terpikirkah diriku untuk menjadi seorang istri. Dengan skill memasak yang mengerikan ini, mampukah nanti aku membuat suami tak lapar dan tak jajan sana sini. 

Aku tau, sering kali ibu mengkhawatirkan itu. Tapi saat itu harusnya aku katakan padamu, bu. Bahwa hatiku remuk redam akibat pesan yang tak singkat dari seorang sahabat yang aku pikir bisa menemaniku hingga tua. Menjadi partner terbaikku mendidik cucu cucumu yang lucu.

Aku mengenalnya di bangku kuliah, bu. Hari pertama daftar ulang setelah pengumuman bahwa aku lulus dari seleksi masuk universitas. Aku jatuh hati pada pandangan pertama. Ia terlihat begitu bersahaja, tersenyum ramah saat kami saling bertatap mata. 

Lelah di sore itu seketika sirna ketika dia bilang 'Masih bisa besok, sabar ya?' Sapaan pertama darinya sungguh menenangkan, bu. Kami tengah mengantri mengumpulkan berkas sekaligus berfoto untuk pembuatan kartu mahasiswa hari itu, sejak pagi. 

Tapi ketika giliran dia yang saat itu nomor antriannya ditakdirkan hanya selisih satu angka di depanku, staff yang bertanggung jawab pada pengumpulan berkas itu dengan santai bilang 'Kita lanjutkan besok ya, mas?' 

Merasa sangat dirugikan, aku sontak protes karena hanya tinggal lima orang saja pada sore itu, dan aku yakin tak menghabiskan waktu lebih dari tiga puluh menit. Tapi bu, kalimatnya sore itu sungguh seperti hembusan angin di padang rumput yang luas. Menenangkan.

Aku juga ingat, bu, dia pernah meminjamkan jaketnya untuk menutup rok pendekku ketika aku harus duduk di depan ratusan mahasiswa akuntansi yang lain saat menunggu giliran dihukum kakak tingkat pada masa ospek dulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun