"Konsep neo-Ottoman kerap digunakan para pengkritik Turki". Ujar Edward Westridge Pengamat politik dari Studi Internasional Open University Inggris.
Pernyataan tersebut tertuang dalam makalah Imperial Grandeur and Selective Memory :Â "Re-assessing Neo-Ottomanism in Turkish Foreign and Domestic Politics", yang dirilis pada tahun 2019.
"Setidaknya selama dekade terakhir, neo-Ottomanisme telah berfungsi sebagai salah satu alat konseptual utama untuk memahami kebijakan luar negeri Turki," imbuh Wastnidge, seperti Indian Express.
"Baru-baru ini, konsep tersebut jga muncul dalam wacana politik dalam negeri Turki, meski dengan cara yang berbeda."Â Pendapatnya.
Neo-Ottomanisme yang merupakan sebuah konsep tumbuh sekitar akhir 1980-an hingga 1990-an untuk menjelaskan aspirasi geopolitik Turki.
Istilah tersebut kerap digunakan negara tetangga yakni Yunani dan Armenia guna mengkritik Turki dengan kebijakannya.
"Neo-Ottomanisme dalam pengertiannya saat ini, sumber ancaman terhadap keamanan dan stabilitas kawasan, adalah ciptaan media Barat," ucap Anas Omair Asisten profesor Departemen Internasional Universitas Yildirim Beyazit Ankara.
Sumber : isa/bac
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H