Mohon tunggu...
Angga Hermanda
Angga Hermanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Globalkan Perjuangan, Globalkan Harapan!

Bagian Bangsa Indonsia | BPP Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) | IKA Faperta Untirta | Lembaga Kajian Damar Leuit Banten | Koperasi Petani

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Satu Tahun Deklarasi Hak Asasi Petani

21 Januari 2020   09:00 Diperbarui: 21 Januari 2020   09:48 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perintah ini kemudian tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 tentang reforma agraria 9 juta hektar kepada petani dan rakyat tak bertanah. Namun implementasi pemenuhan hak atas tanah bagi petani pada periode pertama presiden Jokowi belum menggembirakan. Janji reforma agraria digeser menjadi hanya sekadar sertifikasi tanah yang menggunakan satuan bidang, bukan lagi hektar.

Pada Agustus 2019 lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI (ATR/BPN) mengklaim telah mencapai beberapa target reforma agraria sesuai RPJMN 2015-2019. 

Dalam lima tahun, telah diterbitkan sertipikat tanah transmigrasi untuk 109.901 bidang atau 73.633,67 Ha. Kemudian legalisasi tanah masyarakat melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebanyak 14.965.338 bidang sertipikat atau seluas 3.295.271 Ha.

Sementara untuk redistribusi tanah yang berasal dari Hak Guna Usaha (HGU) habis dan tidak diperpanjang, tanah terlantar dan tanah negara lainnya berhasil direalisasikan 573.432 bidang sertipikat atau 440.085 Ha. 

Untuk redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan telah diterbitan sertipikat sebanyak 25.310 bidang atau seluas 19.490 Ha. Seluruh capaian itu jika ditotalkan baru sekitar 3,8 juta hektar dari target 9 juta hektar. Namun bila satuan diubah ke bidang, angkanya menjadi fantastis, yakni sekitar 15,6 juta bidang.

Salah satu dasar pelaksanaan berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah di Kawasan Hutan (PPTKH) dan Perpres No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria (Perpres RA). Namun perpres-perpres ini tidak berjalan secara optimal, dan dinilai terlambat terbit. 

Untuk itu, UNDROP bisa menjadi sebagai jalan percepatan reforma agraria. Perpres RA yang berjalan sangat lamban harus direvisi dengan menyesuaikan kaidah-kaidah dalam UNDROP. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 17 ayat (1) UNDROP bahwa petani dan orang yang tinggal di pedesaan memiliki hak atas tanah, secara individu dan/atau kolektif. 

Termasuk hak untuk akses atas, menggunakan dan mengelola air, laut pesisir, perikanan, padang rumput dan hutan di dalamnya secara berkelanjutan, standar hidup yang layak, untuk memiliki tempat untuk hidup dalam keamanan, kedamaian dan martabat dan untuk mengembangkan budaya mereka.

Ditulis Oleh:
Angga Hermanda, Ketua Departemen Data dan Informasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun