Mohon tunggu...
Angga Hermanda
Angga Hermanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Globalkan Perjuangan, Globalkan Harapan!

Bagian Bangsa Indonsia | BPP Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) | IKA Faperta Untirta | Lembaga Kajian Damar Leuit Banten | Koperasi Petani

Selanjutnya

Tutup

Politik

71 Tahun Pancasila: Petani Belum Sejahtera

2 Juni 2016   15:25 Diperbarui: 2 Juni 2016   15:29 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bertepatan dengan hari lahirnyaPancasila kemarin (01/06), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Laporan PerkembanganNilai Tukar Petani (NTP). NTP nasional Mei 2016 dilaporkan sebesar 101,55 ataunaik 0,32 persen dibanding NTP bulan sebelumnya sebesar 101,22. Jikadikerucutkan pada skala Provinsi, Provinsi dengan tingkat kesejahteraan petaniyang “agak baik” yakni ditempati oleh Sulawesi Barat dengan NTP sebesar 106,61.Sementara itu Provinsi dengan tingkat kesejahteraan petani yang “rendah” terjadidi Provinsi Sumatera Selatan dengan NTP sebesar 94,90.

Fakta tersebut menjabarkan bahwa kesejahteraanpetani antar daerah di Indonesia masih timpang dan cenderung senggang. Hal iniyang menyebabkan NTP nasional rendah sehingga kesejahteraan petani secaramenyeluruh belum terpenuhi. Jika diartikan secara sederhana, rata-rata petanihanya mendapatkan selisih pendapatan 1,55 persen saja dari kegiatanpertaniannya pada Mei 2016. Sudah tentu apabila dihitung lebih mendalampenghasilan petani akan jauh apabila dibandingkan dengan upah minimumregional/provinsi yang ditetapkan.

Kondisi demikian tak dapat dikecualikanpada NTP per subsektor. NTP tanaman pangan terus mengalami penurunan pada Mei2016 sebesar 0,02 menjadi 98,66. Angka ini jauh lebih buruk dibanding NTPAgustus 2015 yang lalu sebesar 98,98. Situasi yang dialami petani tanamanmenyiratkan siklus tahunan. Karena kejadian yang sama juga terjadi pada kurunwaktu April-Agustus 2015 yang lalu. Praktis petani—terkhusus petani padi—mengalamikerugian ditengah periode musim panen kuartal ke II ini. Penjelasan ini sudahlebih dari cukup untuk mengevaluasi kebijakan PaJaLe (Padi, Jagung dan Kedelai)dan swasembada ketiga komoditas pangan di tahun 2017 mendatang—terlebih dalamwaktu mendesak kita akan menghadapi bulan Ramadhan yang biasanya harga pangantak terkendali.

Senada dengan NTP tanaman pangan,NTP perkebunan rakyat mengalami kenaikan walaupun tidak begitu signifikankarena hanya sebesar 1,06 menjadi 98,91—angka ini masih berada dibawah 100 sebagaibatas ambang petani tidak rugi. Fluktuasi harga komoditas perkebunan seperti karetdan sawit sangat berdampak. Disisi yang lain wacana rencana moratoriumperkebunan dan pertambangan patut diduga sepenuhnya tidak akan menguntungkanpetani secara langsung. Sebab stabilisasi harga sebetulnya lebih besar akandirasakan oleh korporasi sebagai pemegang konsesi tanah dan penguasa pasar.

Sementara itu, NTP hortikulturaberada pada kondisi yang “lebih baik” dibanding subsektor lainnya yaitu sebesar103,21. Walaupun kini mendapat ancaman dari kebijakan Pemerintah yang dalamwaktu dekat ini akan mengimpor gula dan bawang merah dalam rangka menstabilkanharga-harga kebutuhan pokok untuk menghadapi Ramadhan. Kebijakan itu menunjukanpertanian Indonesia belum bisa berdiri dikaki sendiri a.k.a berdikari, terlebihkesejahteraan petani hortikultura yang akan dipertaruhkan.  

Dengan mengukur tingkatkesejahteraan petani melalui NTP sebagai indikator, data menunjukan bahwadipenghujung semester pertama tahun 2016 dan menjelang 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK—denganNawa Cita—petani belum sejahtera. Sejak nilai-nilai Pancasila digali kemudian termakhtubdalam pidato M.Yamin (29 Mei 1945), Soepomo (30 Mei 1945) dan Bung Karno (1Juni 1945) pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).Bung Karno menginti sarikan tentang lima asas atau disebut dengan Pancasila. Parapendiri bangsa memberikan semangat Pancasila menjadi pondasi negara dan dasaruntuk menyejahterakan rakyat termasuk petani didalamnya. 

Jauh sedari itu dan terus sejurusdengan waktu, cita-cita menyejahterakan petani—soko guru bangsa—adalahkeharusan. Semoga penantian itu tidak akan berlarut atau menjadi arsip lapuk dibaliklaci meja kenegaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun