Tak jarang diantara orang muslim yang belum mengetahui perbedaan antara infaq dan sedekah. Beberapa dari merek justru menganggapnya sama saja dan tidak memiliki perbedaan. Padahal jika kita tela'ah lebih dalam mengenai keduanya dengan didasari dari tinjuan ilmu bahasa dan landasan dari Al-Qur'an dan Hadist, maka kita akan mendapatkan bahwa antara sedekah dan infaq disamping memiliki kesamaan, keduanya juga memiliki beberapa perbedaan yang mungkin banyak dari kaum muslimin yang belum mengetahuinya.
Islam merupakan agama yang penuh kepedulian dan kasih sayang. Bagaimana tidak, sampai sampai seseorang yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnyapun dipikirkan oleh Islam kesejahteraan hidupnya. Dalam Islam, orang-orang yang mempunyai rizki yang berkelebihan, diwajibkan menyisihkan sebagian hartanya bagi kaum-kaum fakir dan miskin, amalan ini dinamakan zakat. Namun, bagi yang telah menunaikan kewajiban menyisihkan sebagian harta tersebut, mereka tetap boleh untuk menyisihkan kembali hartanya jika ingin membayar diluar kewajiban tersebut, amalan ini dinamakan sedekah dan infaq.
Maka dapat disimpulkan hukum dari ketiga amalan tersebut masing-masing berbeda-beda. Hukum wajib adalah untuk amalan zakat. Sedangkan hukum sunnah untuk amalan sedekah dan infaq. Walaupun antara sedekah dan infaq sama-sama hukumnya sunnah, namun keduanya tetap memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Jika kita merujuk kepada undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, maka kita akan mendapati bahwa pengertian infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan pengertian sedekah ialah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Dari masing-masing pengertian antara infak dan sedekah di atas, maka kita dapat memahami bahwa antara infak dan sedekah pada suatu sisi memiliki persamaan, dan pada sisi yang lain memiliki perbedaan juga. Â Untuk persamaan antara keduanya terletak pada istilah yang keduanya digunakan sebagai sebutan atau nama atas harta kekayaan tertentu yang dikeluarkan oleh pemiliknya yang sama-sama dibelanjakan di jalan Allah SWT. Untuk kata munfiq adalah orang-orang yang mengeluarkan infaq yang diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT. Sedangkan mutashaddiq adalah orang yang mengeluarkan sedekah yang diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT. Dan keduanya sama-sama diperuntukkan untuk kemashlahatan umum.
Adapun perbedaan antara keduanya berdasarkan pengertian yang terkandung dalam undang-undang tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa perbedaan mendasar antara infaq dan sedekah terletak pada ruang lingkup diantara keduanya. Jika amalan infaq ruang lingkupnya hanya terbatas kepada amalan baik yang berupa harta saja. Sedangkan sedekah adalah amalan baik yang dapat berupa harta maupun nonharta. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist riwayat Bukhori bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kullu ma'rufin shodaqoh" yang artinya adalah setiap perbuatan baik adalah sedekah.
Dalam riwayat lain menjelaskan bahwa jika yang dapat menyisihkan harta dan berbuat kebaikan dalam bentuk harta, maka yang hanya bisa mendapatkan pahala tentu hanyalah mereka yang mempunyai banyak harta. Maka dalam sebuah riwayat menyebutkan mengenai kesempatan bagi orang yang tidak mempunyai hartapun ternyata juga bisa bebruat kebaikan sebagaimana orang yang berharta berbuat kebaikan.
Suatu hari sekelompok sahabat miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi keluhan ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka melalui sabdanya:
"Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan kalian pun bernilai sedekah." Tak ayal lalgi para sahabat keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: "Ya Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan pahala?" Beliau menjawab: "Bagaimana pendapatmu bila ia menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?" Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal, maka iapun mendapatkan pahala. (HR. Muslim)
Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata zakat, sebagaimana disebutkan pada ayat berikut, yang artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At Taubah: 103). Sedangkan dalam sebuah hadis yang shahih, Nabi Muhammad SAW Â bersabda: "Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan untuknya." (HR. at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan nash-nash tersebut dapat kita fahami bahwa di satu sisi, sedekah juga dapat berarti sebagai zakat. Maka, amalan sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah. Suatu saat hukumnya menjadi wajib jika fungsinya sebagai zakat, dan suatu saat hukumnya menjadi sunnah jika fungsinya adalah murni sedekah. Dan asalkan amalan tersebut bertujuan untuk mencari keridhaan Allah 'Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali orang yang menerima sedekah tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Jika masing-masing kita tinjau dari segi bahasa, maka makna sedekah berasal dari bahasa arab yaitu shadaqa yang artinya adalah benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara definisi syariat, makna shadaqah adalah tahqiqu syai'in bisyai'i, atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sedekah sifatnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.