Mohon tunggu...
Angga Hergastyasmawan
Angga Hergastyasmawan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa PPs FIAI MSI UII

Selanjutnya

Tutup

Money

Anjuran Aktifitas Produksi dalam Al-Qur'an

29 Oktober 2017   13:40 Diperbarui: 12 Januari 2018   11:30 4615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan produksi, distrbusi, dan konsumsi merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiganya memang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, namun memang harus diakui bahwa kegiatan produksi merupakan titik pangkal dari ketiga kegiatan tersebut. Dan tidak akan ada kegiatan distribusi dan konsumsi tanpa adanya kegiatan produksi.

Kegiatan produksi merupakan titik pangkal dari kesemua kegiatan konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksi adalah proses yang menghasilkan barang dan jasa, yang kemudian didistribusikan lalu dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa adanya kegiatan produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya.

Kegiatan produksi mempunyai peranan penting dalam menunjang taraf hidup manusia dan kemakmuran suatu bangsa. Al-qur’an telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-qur’an  dan sunnah Rasulullah SAW banyak dicontohkan bagaimana umat islam diperintahkan untuk bekerja keras dalam mencari penghidupannya dengan baik, seperti firman Allah SWT dalam Qs. Al-Qashash; 28: 73 yang artinya “Dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”.

Produksi secara dasar didefinisikan sebagai penciptaan guna dan penambahan nilai pada guna itu. Jika mengkonsumsi berarti mengambil guna, maka produksi berarti menaruh guna. Sesungguhnya makna produksi bukanlah menciptakan atau membuat sesuatu seperti yang didefinisikan oleh ekonom-ekonomi konvensional, karena sejatinya Allah SWT lah sang pencipta sejati. Sedangkan manusia hanyalah dapat mengubah bentuk materi dari sesuatu yang belum berguna menjadi sesuatu yang mempunyai nilai guna sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Antara kegiatan produksi dan konsumsi terdapat keterkaitan yang erat antara satu sama lainnya. Oleh karena itu, dalam persepektif Islam diantara keduanya haruslah berjalan secara beriringan dan tidak boleh bertolak belakang satu sama lain. Misalnya, adanya keharusan mengkonsumsi makanan dan minuman halal serta dilarangnya mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Maka begitupun dengan kegiatan produksi, haruslah sejalan dengan syari’at. Yaitu dengan memproduksi makanan dan minuman yang halal baik secara input, proses, maupun output. Dalam perspektif Islam kegiatan konsumsi harus berdasarkan mashlahat untuk mencapai falah. Maka begitupula dengan kegiatan produksi, yang harus dilakukan dengan landasan kemashlahatan. Kemashlahatan ini dilihat dari penggunaan faktor produksi yang halal (termasuk modal), proses produksi yang halal dan berkah (termasuk gaji pekerja) dan juga pemasaran atau distribusi dilakukan dengan sistem yang disesuaikan dengan syari’ah.

Islam menganjurkan umatnya untuk selalu bekerja dan berperilaku produktif ini tercermin dalam perintah Allah SWT kepada manusia untuk segera mencari pekerjaan baru seusai melaksanakan suatu pekerjaan sebelumnya. Ini menandakan bahwasanya tidak boleh ada kata malas dalam bekerja sehingga dalam setiap selesai pekerjaan harus segera mencari pekerjaan lain demi efisiensi waktu dan efektifitas hasil. Hal ini dijelaskan dalam Qs. Al-Insyirah; 94: 7 yang artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Sedangkan dalam atsar diriwayatkan bahwa sayyidina ‘Umar Bin Khattab’ RA. pernah berkata: “saya benci melihat salah seorang dari kalian menganggur, tidak melakukan suatu pekerjaan yang menyangkut kehidupan dunianya, tidak pula akhiratnya

Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Tafsir Almishbah  menerangkan bahwa Ayat 7 surah Al-Insyirah ini memberi petunjuk bahwa seseorang harus selalu memiliki kesibukan. Bila telah berakhir suatu pekerjaan, ia harus memulai lagi pekerjaan yang lain, sehingga dengan ayat ini seorang muslim tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya. Kesungguhan berusaha harus difahami dalam arti menggunakan tenaga, akal pikiran, pengetahuan, etika pergaulan serta semangat yang pantang menyerah (Shihab, 2002: 368).

Dan juga disinggung dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari no. 2074 yang artinya: Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya dibanding dengan seseorang yang meminta-minta (mengemis) lantas ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu padanya.” Dan juga no. 2072 yang artinya: Tidak ada seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil kerja keras tangannya sendiri. Dan Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya.

Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya untuk mendapatkan penghidupan yang baik, untuk memenuhi segala kebutuhan dan kemakmuran hidup, maka islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa bekerja keras, dikarenakan diberbagai belahan bumi yang luas ini terdapat karunia Allah yang banyak, maka untuk mendapatkan sebgian karunia Allah SWt tsb maka diperlukanlah kerja keras . Hal ini dijelaskan dalam Qs. Al-Qashash; 28: 73 yang artinya: “Dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwasanya Allah SWT sudah menyediakan alam semesta ini untuk manusia, agar dapat dimanfaatkan dengan baik, sebagai sarana dan modal dasar untuk berproduksi dengan tujuan kemashalahatan bersama seluruh umat manusia. Hal ini Dijelaskan dalam Qs. Al-Jatsiyah; 28: 13 yang artinya: “Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”

Dan juga dalam Qs. Al-Baqarah; 2: 22 yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal kamu mengetahui.

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwasanya Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, dengan tanggungan amanatnya yang begitu besar terhadap bumi yaitu untuk memakmurkan bumi, untuk itulah manusia perlu melakukan produksi sebagai mana statusnya sebagai kholifah, agar bumi ini termanfaatkan dan terjaga. Hal ini Dijelaskan dalam Qs. Al-An’am; 6: 165 yang artinya: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Pada kegiatan produksi terdapat faktor-faktor produksi yang dapat menunjang kelancaran kegiatan produksi itu sendiri. Al-qur’an telah menerangkan faktor-faktor produksi yang diantaraya adalah alam, kerja manusia dan ilmu. Produksi merupakan perpaduan harmonis antara alam dengan manusia. Hal ini Dijelaskan dalam Qs. Huud; 11: 61 yang artinya: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Dari kesemua faktor-faktor tersebut, menurut Al-Qur'an ilmulah yang merupakan faktor terpenting penting dalam kelancaran proses produksi. Hal ini di jelaskan dalam Qs. Al-Baqarah; 2: 30-31 yang artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 30. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 31.”

Referensi

Al-Qur’anul Karim

Shihab, M Quraish., 2002, Tafsir Al-Mishbah, Vol 15, Jakata: LenteraHati.

Oleh Angga Hergastyasmawan

Mahasiswa PPs FIAI UII

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun