Angga Febri Novaldo (212111110)
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
Judul: Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan
Penulis: Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H. & Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H.
Jumlah halaman: 356 halaman
Tahun terbit: 2012
Penerbit: Kencana ( Divisi dari PRENAMEDIA Group)
Tempat terbit: Jl. Tambara Raya No. 23 Rawamangun -- Jakarta
Buku ini membahas banyak hal berbeda tentang sosiologi hukum. Mulailah ilmu hukum di pengadilan dengan mempelajari penyelesaian sengketa, pengadilan dan struktur sosial, serta pengadilan dan fungsi penyelesaian konfliknya.
Dalam ilmu hukum terdapat banyak aliran pemikiran yang berbeda-beda, yang masing-masing mempunyai pandangan berbeda mengenai hakikat hukum dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.Â
Di antara aliran yang paling penting adalah: hukum alam, positivisme, sejarah, sosiologi, antropologi, Marxisme, realisme Amerika  dan realisme Skandinavia. Di antara mazhab ilmu hukum tersebut terdapat dua mazhab yang membahas tentang keberadaan pengadilan dan hakim secara lebih mendalam, yaitu Positivisme dan Realisme Amerika. Namun tentunya di antara mereka, realisme Amerika  paling memperhatikan keberadaan pengadilan dan hakim. Oleh karena itu, dalam bab ini, konsep realisme Amerikalah yang akan mendominasi diskusi kita.
Legal positivism adalah aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum, dan bukan hukum yang seyogianya ada dalam kaidah- kaidah moral. Pelopor aliran ini adalah John Austin, merumuskan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang diarahkan oleh otoritas yang berdaulat yang mewajibkan orang atau orang-orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Perintah itu bersandar karena adanya ancaman penderitaan atau nestapa yang akan dipaksakan berlakunya terhadap si pelanggar jika perintah itu tidak ditaati.
Meskipun uraian Austin tentang sifat atau wujud hukum itu jelas dan mudah, namun penjelasannya itu telah dikecam dengan berbagai alasan, yaitu:
1. Tidak semua hukum lahir dari keinginan pihak yang berdaulatKebiasaan-kebiasaan yang diperkenalkan pengadilan, sama sekali tidak merupakan ungkapan keinginan pihak yang berdaulat.
2. Deskripsi Austin tentang hukum lebih mendekati hukum pidana yang membebankan kewajiban-kewajiban. Banyak hukum yang tidak membebankan kewajiban dan juga tidak membutuhkan penghukuman. Ada pendelegasian kekuasaan atau yang memungkinkan undang-undang memberikan kekuasaan kepada pengadilan untuk menyelesaikan persengketaan ,ini yang dikenal sebagai: judiciary as the upholders of the rule of law; atau kekuasaan bagi para legislator membuat undang-undang ataupun membolehkan perseorangan. menuangkan keinginan atau mengambil bagian dalam pembuatan kontrak. Sebagai contoh, hukum perkawinan tidak memerintahkan seseorang untuk kawin. Hukum perkawinan hanya menyajikan kondisi-kondisi di mana orang-orang boleh kawin beserta prosedur yang harus mereka ikuti agar perkawinan mereka menjadi sah.
3. Rasa takut bukan satu-satunya motif sehingga orang menaati hukum. Masih banyak motif lain sehingga orang menaati hukum, seperti rasa respek terhadap hukum, simpati terhadap pemeliharaan tertib hukum, atau alasan yang sifatnya manusiawi sehingga orang menaati hukum. Rasa takut hanya motif tambahan. Hukum juga diikuti meskipun dalam situasi di mana tidak ada rasa takut untuk ditangkap atau dihukum.