AI sudah menjadi topik yang mendominasi pembicaraan dan mengisi imajinasi dengan ekspektasi tinggi. Kemajuan teknologi AI membawa banyak perubahan dan kontribusi positif dalam berbagai aspek kehidupan manusia.Â
Sayangnya, masyarakat seringkali punya ekspektasi berlebihan terkait AI. Banyak yang menganggap AI seperti alat ajaib yang bisa membuat semua orang menjadi jago di bidang apapun dalam waktu singkat, khususnya yang terkait dengan kepenulisan, pemrograman, dan desain.
Anggapan seperti ini jelas bisa menyesatkan. Ekspektasi berlebihan terhadap AI juga bisa membuat orang jadi "terlalu mengandalkan", hingga lupa bahwa setiap teknologi pasti punya keterbatasan.
Artificial Intelligence, Lompatan Teknologi yang Merevolusi
Harus diakui, AI adalah teknologi yang luar biasa. Kehadirannya seakan menjadi lompatan besar yang berpotensi merevolusi dunia. Kontribusinya mungkin belum sepenuhnya terasa. Akan tetapi, potensi tersebut terlihat begitu nyata di depan mata.
Pengembangan teknologi AI telah menghadirkan berbagai prestasi mengesankan yang sebelumnya dianggap mustahil. Salah satu contohnya adalah pengenalan wajah yang lebih akurat.Â
Dengan teknologi ini, sistem AI dapat mengidentifikasi wajah manusia dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi. Manfaatnya, identifikasi kriminal dan pengenalan identitas digital jadi jauh lebih mudah dan lebih cepat.
Selain itu, penerjemahan bahasa yang canggih juga merupakan salah satu pencapaian AI yang menarik perhatian. Sistem penerjemahan AI bisa menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain dengan akurasi yang cukup tinggi.
Hal ini bisa membantu komunikasi global, memungkinkan orang dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi dengan lebih mudah.Â
Penggunaan AI dalam penerjemahan juga bisa mengurangi hambatan bahasa dalam perdagangan internasional dan membuka peluang kerjasama bisnis yang lebih luas.
Memahami Persepsi Berlebihan tentang AI
Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi berlebihan tentang AI adalah presentasi media dan pemasaran yang sering kali terlalu membesar-besarkan kemampuan teknologi ini.
Dalam film dan acara TV, AI sering digambarkan sebagai entitas super inteligensia yang mampu menyelesaikan semua masalah secara instan. Namun, realitanya jauh dari gambaran tersebut, dan persepsi ini seharusnya tidak membentuk pandangan masyarakat tentang AI.
Kita harus sadar bahwa layaknya teknologi pada umumnya, AI juga punya kelemahan. Meskipun mampu beroperasi dengan efisien berdasarkan data dan algoritma, AI tidak memiliki emosi atau intuisi manusia. Kalau AI tidak memiliki emosi dan intuisi, bisa diartikan AI juga tidak dapat memahami konteks atau mengatasi situasi tak terduga dan kompleks.
Sebagai contoh, dalam kasus peristiwa bencana alam, AI mungkin bisa memberi peringatan dan rekomendasi tindakan yang bisa dipertimbangkan. Namun mengingat keputusan diambil bukan sekedar untuk memilih yang benar dan mengabaikan yang salah, AI tidak bisa memberi respons yang sesuai seperti halnya manusia.
AI Memang Bukan Alat Ajaib, namun Kehadirannya Jelas Mampu Mengubah Banyak Hal
AI jelas punya potensi besar untuk mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia. Misalnya saja dalam dunia kerja. Banyak perusahaan yang sudah menggunakan AI dalam proses perekrutan karyawan baru. Bahkan beberapa pekerjaan juga sudah mulai digantikan oleh AI.
Bagi beberapa jenis pekerjaan, adopsi teknologi AI telah membantu meringankan beban dan meningkatkan produktivitas. Tidak heran, rasanya hampir semua pekerja profesional kini rutin menggunakan AI untuk membantu pekerjaannya.
AI bisa menjadi alat bantu yang kuat untuk mencapai tujuan. Namun, kita harus paham kalau AI bukanlah alat ajaib yang bisa mengubah semua orang menjadi profesional dalam sekejap.Â
Penting untuk memiliki pemahaman yang tepat tentang keterbatasan dan kelebihan AI. Dengan begitu, kita bisa menggunakan teknologi ini dengan lebih bijak dan bertanggung jawab.
Bukan Hanya Perusahaan, Pekerja Juga Harus Memanfaatkan AI Habis-Habisan
Sejauh ini, pihak yang paling getol mendorong adopsi AI tampaknya lebih didominasi oleh perusahaan yang ingin meningkatkan efisiensi. Meski banyak golongan pekerja yang telah memanfaatkannya, tampaknya tidak sedikit yang masih anti.
Teknologi AI memang telah menghilangkan sumber mata pencaharian sebagian orang. Bahkan, tidak sedikit orang yang harus alih profesi demi tetap bisa membayar tagihan dan memenuhi kebutuhan. Jadi tidak heran jika banyak yang marah dan membenci teknologi AI. Tapi, sampai kapan mau bersikap antipati?
Suka atau tidak suka, AI telah masuk ke dalam kehidupan manusia. Perubahannya nyata meski belum jelas akan sampai sejauh mana.
Jika perusahaan sudah memutuskan untuk totalitas mengembangkan dan mengadopsi teknologi AI ke dalam bisnisnya, tindakan serupa hendaknya juga harus dilakukan oleh golongan pekerja.
AI mungkin telah menggeser beberapa profesi. Namun karena alasan itu jugalah, para profesional yang posisinya tergeser justru harus memanfaatkan AI habis-habisan.
Pelajari bagaimana cara memanfaatkannya, kembangkan workflow di mana AI dan manusia dapat bekerja dengan sinkronisasi paling optimal, pahami sampai sejauh mana kemampuan AI, dan cari tahu apa saja batasan-batasannya.
Pada akhirnya, AI adalah alat untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Karena itu, peran manusia sebagai entitas yang punya permasalahan tersebut akan tetap dibutuhkan. Semua hanya tinggal di mana posisi yang mau kita ambil. Apakah memilih berada di dalam, atau justru di luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H