Mohon tunggu...
Angga Firmansyah
Angga Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Alumni Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya).|| Seorang yang mencoba Belajar memahami dan mencintai Kehidupan, membaca keadaan, memahami laku, memanfaatkan kebebasan dan menciptakan ruang imaji lewat goresan - goresan pena yang berisi fragmen - fragmen kata yang sedianya Melahirkan Setetes Kesan. || "Dum Vita Est Spes Est ." ("Di mana ada kehidupan di situ ada harapan")

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petite Historie: Pers Mahasiswa, Berbincang Tentang Persma di Bumi Indonesia

6 Desember 2015   20:30 Diperbarui: 6 Desember 2015   21:32 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hingga pada dekade 1950an, ketika kemerdekaan Indonesia diterima secara luas oleh pihak internasional dan pemerintahan Indonesia mulai berlangsung cukup stabil menjaga kedaulatannya, maka berdirilah (atau menasionalisasi) pula Perguruan Tinggi milik Indonesia yang akan mendorong tumbuhnya kembali organisasi-organisasi mahasiswa, termasuk pers mahasiswa (Persma). Dilanjutkan dengan konsolidasi maupun perkumpulan – perkumpulan antar berbagai organisasi Persma yang berdomisili dibawah fakultas ataupun kampus dalam negeri hingga menghasilkan organisasi yang menghimpun pers/jurnalis mahasiswa yang ada.

Tepatnya pada konferensi bagi Pers Mahasiwa Indonesia I, diprakarsailah organisasi menghimpun kegiatan jurnalis dan pers dibentuk. Sehingga didirikanlah Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI) dengan diketuai T Yacob dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI) dengan diketuai Nugroho Notosusanto. Selanjutnya pada 16-19 Juli 1958 dilaksanakan Konferensi Pers Mahasiswa II yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia).

Hal ini disebabkan bahwa peserta konferensi memandang bahwa perbedaan antara kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit dibedakan dan dipisahkan sehingga lebih baik disatukan.

Di era demokrasi terpimpin, Persma mengalami situasi dilematis dipaksa mencantumkan MANIPOL USDEK dalam dasar organisasinya dan bagi media Pers yang menolak mencantuman akan mengalami pemberangusan. IPMI sebagai lembaga yang Independen mengalami krisis eksistensi karena dalam tubuh IPMI sendiri terdapat kalangan yang menginginkan tetap independen, menyuarakan aspirasi rakyat dan ada yang mengarah ke pola partisan (memihak parpol/kelompok tertentu).

Pada akhirnya berpuncak dan mengguncang rezim Demokrasi Terpimpin dengan meletusnya peristiwa G30S. Semua surat kabar dilarang terbit kecuali Berita Yudha milik Angkatan Darat. Peristiwa G30S dan propaganda Angkatan Darat di bawah Soeharto kemudian berhasil menyeret IPMI sebagai Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia untuk terlibat kampanye secara penuh dalam usaha pelenyapan demokrasi terpimpin.

Di era orde baru, langkah yang diambil IPMI sebelumnya untuk membantu TNI-AD menggulingkan rezim orde lama dan digantikan dengan rezim orde baru harus dibayar mahal dengan pengekangan kebebasan akademik dan kebebasan berorganisasi dibawah rezim yang baru. Sampai mencapai titik puncak pada peristiwa Malapetaka 15 Januari (MALARI) pada tahun 1974 dimana demonstrasi memprotes kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, berujung pada kerusuhan massal dan penangkapan mahasiswa.

Media massa baik umum maupun media Persma juga terkena dampak negatif dari peristiwa Malari ini. Pada hari pertama meletusnya Malari dilakukanlah pembredelan terhadap Harian Nusantara dan Mahasiswa Indonesia. Kemudian pada 21 Januari 1974 Harian KAMI dibredel bersama dengan Indonesia Raya, Abadi, dan The Jakarta Times. Dua hari kemudian tepatnya pada 23 Januari 1974 giliran Pedoman dan Ekspress yang dibredel.

Pembredelan itu dilakukan dengan pencabutan Surat Ijin Terbit dengan dalih karena media yang bersangkutan terus melakukan provokasi-provokasi yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Pada Tahun 1987 hingga 1992 dimulai perjuangan – perjuangan mahasiswa untuk melawan pemerintah yang mengalami kondisi kontraproduktif.

Perjuangan mahasiswa termasuk mendorong perjuangan Pers Mahasiswa yang ditandai dengan semakin banyaknya penerbitan ilegal, penyebaran terbitan persma secara meluas dengan diam-diam, bahkan pendiskusian media-media mahasiswa tersebut dalam kelompok-kelompok diskusi rahasia dari kalangan mahasiswa.

Tak pelak lagi gelombang aspirasi dan akumulasi persoalan yang digagas oleh para aktivis pers mahasiswa mulai muncul dan mewarnai berbagai forum pertemuan aktivis pers mahasiswa sehingga berpuncak pada didirikannya Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada 15 Oktober 1992. Meski begitu Pasca pendirian PPMI, pembredelan terhadap Persma kian sering dilancarkan.

Namun jurnalis – jurnalis muda itu tak kenal lelah berjuang. Berujung pada tahun 1998 banyak gerakan mahasiswa baik secara langsung melalui aksi (demonstrasi) maupun melalui propaganda pers, perjuangan mahasiswa yang muncul semakin meningkat dengan mengecam praktek Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) serta menuntut dilaksanakannya reformasi terhadap Orde Baru hingga mencapai titik kulminasi dengan tumbangnya era Orde Baru ditandai dengan pengunduran diri Presiden Soeharto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun