Mohon tunggu...
Angga Wahyu Firmansyah
Angga Wahyu Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia/Universitas Negeri Surabaya

_Ekspetasi tanpa eksekusi hanya halusinasi_

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sekolah Inklusi: Blanding Anak Berkebutuhan Khusus dengan Anak Normal

24 September 2022   05:48 Diperbarui: 24 September 2022   14:08 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembelajaran Sekolah Inklusi, Dok:https://nasional.tempo.co/amp/543224/gunungkidul-siapkan-ratusan-sekolah-inklusi

Sekapur Sirih

Anak berkebutuhan khusus (ABK) memerlukan kemampuan berbahasa dengan tujuan untuk melatih kemampuan sosial mereka melalui proses interaksi dengan orang lain. (Hapsara, 2019: 13). Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan membaca, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Anak berkebutuhan khsus tentu akan kesulitan mempelajari keterampilan berbahasa yang baik tanpa adanya pelatihan yang intensif, seperti contoh anak tunanetra akan kesulitan belajar membaca karena penglihatan mereka terganggu. Namun, dengan bantuan braille mereka dapat membaca sebuah tulisan.

Tidak semua anak berkebutuhan khusus memiliki keterlambatan yang sama dalam proses perkembangan mereka. Hal inilah yang harus dijadikan pemahaman kepada orangtua, guru, maupun masyarakat sekitar tentang komunikasi berbahasa yang digunakan untuk berinteraksi agar mereka memperoleh kesempatan dan perlakuan yang layak di lingkungan normal. (Nida, 2013: 166). Adanya beragam gangguan yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami keterlambatan perkembangan merupakan hal yang harus diketahui oleh orang terdekat agar terus menjalin komunikasi yang baik dengan anak berkebutuhan khusus tersebut.

Adanya perkembangan teknologi di era globalisasi tentu menuntut para tenaga pendidik untuk terus beradaptasi dengan zaman. Adanya perkembangan teknologi juga berdampak pada proses pembelajaran sebagai salah satu alat bagi guru untuk mempermudah pemahaman materi ajar kepada peserta didik. Salah satu caranya adalah menggunakan  media power point pada anak ABK sebagai inovasi terbaru agar anak berkebutuhan khusus dapat merasakan pembelajaran yang sama seperti anak normal.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Maftuhatin (2014: 210) anak berkebutuhan khusus memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memerlukan perhatian yang lebih spesifik dalam proses pembelajaran, karena anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Tentunya, porsi materi ajar yang disampaikan berbeda dengan anak normal pada umumnya.

Anak berkebutuhan khusus juga diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan secara fisik, intelektual, mental, sosial, maupun emosional. (Setiawati & Nai'mah, 2020: 194). Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus, yaitu tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunalaras, tunadaksa, kesulitan belajar, downsyndrome, dan lainnya. Menurut Pitaloka, Fakhiratunnisa, dan Ningrum (2022: 28) berpendapat bahwa anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan serta pelayanan khusus untuk mengembangkan potensi diri mereka secara sempurna. Faktor penyebutan  anak berkebutuhan khusus, dikarenakan mereka membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, dan layanan lainnya yang bersifat khusus dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Dengan adanya beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan kondisi fisik, mental, sosial, dan lainnya. Sehingga, memerlukan adanya pembinaan khusus secara intensif dan tentunya berbeda dengan anak normal.

Hakikat Sekolah Inklusi

Sekolah inklusi merupakan sebuah pelayanan pendidikan yang menyediakan proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi mental, fisik, sosial, dan kekurangan lainnya untuk melakukan proses pembelajaran bersama dengan anak normal di sekolah regular. (Pratiwi, 2015: 238). Sekolah inklusi juga di definisikan sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan untuk menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal agar saling melakukan interaksi dalam proses pembelajaran. (Jauhari, 2017: 29). Adanya sekolah inklusi merupakan salah satu program yang inovatif dan strategis untuk memperbanyak akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunadaksa dan tunanetra.

Istilah inklusi memiliki makna adanya persamaan hak individual dalam bidang tertentu, seperti pendidikan, politik, sosial, dan ekonomi. (Baharun & Awwaliyah, 2018: 59). Adanya pengertian tersebut menunjukkan bahwa tujuan penyelenggaraan sekolah inklusi adalah untuk penyetaraan hak individual antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal.

Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sekolah inklusi merupakan sebuah program pendidikan yang digunakan sebagai wadah anak berkebutuhan khusus agar dapat memperoleh pengetahuan bersama dengan anak normal di sekolah regular.

Metode Pembelajaran yang Dapat Digunakan di Sekolah Inklusi

Metode ceramah

Meskipun metode ceramah dianggap membosankan bagi kebanyakan siswa khususnya siswa yang normal pada umumnya, ternyata metode ini merupakan salah satu metode yang disukai oleh siswa ABK tunanetra. Metode ini mampu membuat mereka yang mana lebih banyak bergantung pada indra pendengarannya itu dapat menerima penyampaian materi dengan mudah. Bagi siswa normal, metode ini juga sebenarnya bagus untuk mereka karena materi yang disampaikan oleh guru dapat lebih lengkap, urut, dan detail.

Metode presentasi

Metode presentasi diterapkan oleh guru dengan cara membentuk kelompok siswa presentasi. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil tugasnya di depan kelas. Di kelas XI Agama pembelajaran bahasa Indonesia, metode ini relevan dengan KD 10. Tiga kelompok masing-masing berjumlah 7 siswa, mereka baik siswa ABK maupun siswa normal saling berkolaborasi dan bekerja sama dengan baik sehingga presentasi dapat dilaksanakan. Meski siswa ABK memiliki keterbatasan, di kelompok satu ada siswa ABK tunadaksa yang menjadi moderator saat presentasi. Begitu juga di kelompok dua, ada siswa ABK tunanetra yang menjadi moderator presentasi. Hal ini membuktikan bahwa metode presentasi memang cocok untuk siswa ABK maupun siswa normal di kelas ini.

Metode tanya jawab

Metode tanya jawab digunakan guru setelah metode ceramah. Perpaduan kedua metode ini memang umum dan tepat karena dapat saling melengkapi dan mempermudah siswa mendapat materi secara maksimal. Metode tanya jawab digunakan guru bahasa Indonesia di kelas XI Agama khususnya pada KD 13 dengan materinya yaitu Cerpen. Siswa di kelas ini sangat aktif, setiap guru membuka sesi tanya jawab mereka baik siswa ABK maupun siswa normal langsung menyampaikan pertanyaannya yang kemudian dijawab oleh guru dan tentu jika ada siswa yang ingin menjawab pun sangat diperbolehkan.

Metode penugasan

Metode penugasan diterapkan oleh guru untuk KD 13 mengenai materi Cerpen. Siswa diberi tugas untuk mengidentifikasi alur, penokohan, latar, dan amanat Cerpen. Materi unsur intrinsik sebelumnya sudah disampaikan oleh guru sehingga hal ini menjamin adanya pemahaman dasar untuk mengerjakan tugas. Pemahaman dasar mereka dapat saling ditukarkan agar hasil pengerjaan tugasnya lebih maksimal.

Metode diskusi

Metode diskusi digunakan oleh guru untuk kelompok kecil yang terbentuk di kelas. Kelompok kecil tersebut yaitu antarteman sebangku atau dua anak saja. Mereka berdiskusi mengenai tugas materi Cerpen. Baik siswa ABK maupun siswa normal dapat saling memberi pendapat satu sama lain sehingga identifikasi alur, penokohan, latar, dan amanat Cerpen dapat lebih dipahami oleh mereka.

Metode asuhan sebaya

Metode asuhan sebaya, metode khusus bagi siswa ABK ini merupakan metode pembelajaran yang memungkinkan adanya interaksi tolong-menolong antara siswa ABK dan siswa normal. Tidak hanya siswa normal yang dapat membantu siswa ABK. Siswa ABK tunadaksa juga dapat membantu siswa ABK tunanetra begitupun sebaliknya. Siswa ABK tidak hanya dapat dibantu oleh teman sebangkunya namun dapat pula dibantu oleh teman lain bangku di kelasnya. Seluruh siswa dapat saling tolong dalam hal apapun agar pembelajaran berjalan dengan baik. Seperti contoh yaitu siswa ABK tunadaksa atau juga siswa normal dapat membacakan Cerpen dan soal untuk siswa ABK tunanetra, siswa ABK tunadaksa dapat dibantu siswa normal untuk mengambil atau melakukan sesuatu dalam kegiatan pembelajaran, serta siswa normal dapat meminta pendapat teman-temannya  baik yang merupakan siswa ABK maupun siswa normal seperti dirinya. Metode ini baik untuk siswa ABK maupun siswa normal, siswa ABK dapat belajar dengan mudah karena bantuan teman-temannya dan selain dapat memahami materi lebih maksimal karena bertukar pendapat dengan temannya , siswa normal juga dapat meningkatkan sikap tolong-menolongnya.

Kesimpulan

            Dengan adanya sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus dapat mengeksplor dunia anak normal, sehingga dalam dirinya akan timbul rasa kepercayaan diri yang tinggi. Program sekolah inklusi juga dapat digunakan sebagai sarana penyetaraan pendidikan antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal.

Referensi:

Baharun, H. dan Awwaliyah, R. (2018). Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Perspektif Epistemologi Islam. Jurnal Program Studi PGMI, 5 (1), 57-71.

Hapsara, A., S. (2019). Membangun Karakter Mandiri pada Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Strategi Serum di Negara Totochan. Jurnal IDEGURU, 4 (1), 12-21.

Jauhari, A. (2017). Pendidikan Inklusi sebagai Alternatif Solusi Mengatasi Permasalahan Sosial Anak Penyandang Disabilitas. Jurnal IJTIMAIYA, 1 (1), 23-38.

Maftuhatin, L. (2014). Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Kelas Inklusif di SD Plus Darul Ulum Jombang. Jurnal Studi Islam, 5 (2), 201-228.

Nida, F., L., K. (2013). Komunikasi bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 1 (2), 163-189.

Pitaloka, A., A., P., Fakhiratunnisa, S., A., dan Ningrum, T., K. (2022). Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan dan Sains, 2 (1), 26-42.

Pratiwi, J., C. (2015). "Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus: Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dengan Tema Meretas Sukses Publikasi Ilmiah Bidang Pendidikan Jurnal Bereputasi: 237-242.

Setiawati, F., A. dan Nai'mah. (2020). Mengenal Konsep-Konsep Anak Berkebutuhan Khusus dalam PAUD. Jurnal Program Studi PGRA, 6 (2), 193-208.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun