Kondisi Kekinian
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara akan menunjang keterampilan yang lainnya (Tarigan, 2008:86). anak. Perkembangan berbicara awal terjadi sejak dini yaitu ketika bayi.Â
Seorang bayi dari hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun pencapaiannya sederhana, bentukan kata yang diucapkan adalah kata yang berulang-ulang ia dengar. Untuk membantu perkembangannya seorang ibu dapat membantu memberikan dorongan atau stimulasi yang disesuaikan dengan karakter anak.
Dalam era modernisasi seperti saat ini, kita banyak dihadapkan oleh berbagai isu tentang kelainan atau gangguan berbahasa, salah satu di antaranya adalah gangguan bicara.Â
Gangguan-gangguan bahasa sebagian dialami oleh balita. Gangguan tersebut sering dianggap wajar dan normal. Akan tetapi, orang tua banyak yang baru menyadari bahwa anak tersebut mengalami gangguan bicara, setelah beranjak dewasa. Berbagai gangguan yang terlihat biasanya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun.Â
Saat teman-teman sebayanya sudah bisa mengucapkan kata tertentu seperti orang-orang dewasa, tetapi dia masih menggumam seperti suara nafas.Â
Gangguan bicara terdiri dari masalah artikulasi, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara. Keterlambatan bicara dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan sekitar atau hilangnya fungsi pendengaran.
Gangguan bicara juga berkaitan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan  berbicara dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang "tidak normal" (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk memahami atau menggunakan bahasa.
Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa dibedakan menjadi tiga macam yaitu (1) gangguan berpikir, (2) gangguan berbicara, dan (3) gangguan berbahasa. Ketiga masalah tersebut masih dapat ditangani jika penderita gangguan itu mempunyai daya dengar yang normal atau fungsi pendengarannya masih bekerja dengan baik.Â
Gangguan berbahasa bermacam-macam, salah satunya adalah afasia. Menurut Dardjowidjojo (2008:151), afasia adalah suatu penyakit wicara yaitu orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya kelainan pada otak. Penyakit ini muncul karena orang tersebut pernah mengalami stroke, yakni, sebagian dari otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat. Gangguan akibat kelainan fungsi otak dapat berupa gangguan pada hemisfer kiri dan hemisfer kanan.Â
Contohnya, gangguan pada bagian-bagian otak yang bertugas memahami bahasa lisan dan tulisan, mengeluarkan isi pikiran, mengintegrasikan fungsi pemahaman bahasa dan mengeluarkannya.Â
Gangguan pada otak inilah membuat anak mengalami hambatan dalam berbahasa dan menghasilkan kalimat. Thomas (dalam sastra 2007:3), mengatakan bahwa hemisfer kiri berfungsi untuk mengatur gerakan tubuh sebelah kanan. Ia mengawal indra sebelah kanan seperti rasa, penglihatan, pendengaran, dan pertuturan lebih kurang 99 persen, serta mempengaruhi tangan kanan. Sementara itu, hemisfer kanan berfungsi untuk mengatur gerakan bagian tubuh sebelah kiri.
Penyebab Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi berbahasa yang disebabkan oleh kelainan pada otak. Penderita afasia kesulitan dalam memilih dan menggunakan bahasa untuk berbicara, membaca, menulis, dan memahami sesuatu.Â
Afasia bisa muncul sebagai dampak dari adanya luka atau cedera di otak. Cedera ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti kecelakaan, stroke, tumor otak, atau demensia. Karena cedera, aliran darah di otak akan mengalami gangguan.Â
Gangguan tersebut akan memicu penyumbatan pada pembuluh darah atau kebocoran pada pembuluh darah yang berujung pada pendarahan otak. Selain sebagai dampak dari cedera pada otak, dalam beberapa kasus, Afasia juga menjadi gejala dari penyakit tertentu, seperti epilepsi atau kelainan neurologis.
Afasia terbagi ke dalam beberapa jenis:
- Afasia global. Jenis ini merupakan kondisi afasia yang paling parah dan umumnya terjadi pada pasien yang baru saja mengalami stroke. Penderita afasia jenis ini tidak dapat memahami perkataan orang lain dan tak mampu berbicara.
- Afasia anomik. Penderita afasia jenis ini mengalami kesulitan dalam menentukan kata yang tepat untuk digunakan ketika hendak berkomunikasi.
- Afasia progresif primer. Jenis ini adalah jenis yang paling jarang terjadi. Penderita afasia progresif primer mengalami penurunan dalam memahami bahasa serta kata-kata secara berangsur, dari waktu ke waktu.
- Afasia ekspresif. Penderita jenis ini tahu apa yang ingin ia utarakan dan memahami bahasa yang perlu digunakan. Akan tetapi, mereka akan mengalami kesulitan saat akan mengatakannya.
- Afasia reseptif. Pada jenis ini, penderita bisa mendengar perkataan orang lain dengan jelas, namun sulit memahaminya.
- Â Afasia transkortikal sensorik. Afasia jenis ini tergolong cukup langka. Saat terserang, penderita tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan, namun tetap bisa berbicara dengan lancar.
- Afasia transkortikal motorik. Penderita afasia jenis ini membutuhkan waktu yang lebih lama dari orang normal untuk memproduksi bahasa. Mereka tidak bisa mengatakan apa yang ingin mereka katakan secara langsung.
Faktor utama yang menyebabkan seseorang terkena afasia adalah cedera yang menyebabkan pendarahan pada otak. Pendarahan otak bisa terjadi karena adanya penyumbatan atau kebocoran di pembuluh darah. Penyumbatan bisa terjadi karena dinding pembuluh darah menebal atau darah di dalam pembuluh menggumpal.Â
Sementara, kebocoran terjadi karena bagian lemah pada pembuluh darah, yaitu aneurisma, berubah menjadi berpori-pori dan selanjutnya mengalami kebocoran hingga pecah. Baik penyempitan dan kebocoran pembuluh darah bisa terjadi karena faktor masalah kesehatan lainnya di otak, seperti:
- Infeksi pada otak.
- Kecelakaan yang mengakibatkan cedera di kepala.
- Â Demensia dan penyakit lainnya yang menyebabkan kemunduran fungsi sel otak.
- Tumor otak.
Selain mengetahui faktor penyebab afasia, hendaknya juga mengetahui gejala-gejala afasia. Gejala pada penderita afasia adalah:
- Kerusakan pada pengucapan bahasa. Penderita afasia yang memiliki kemampuan mengenal lebih dari satu bahasa mungkin akan berbicara dengan bahasa yang tidak beraturan. Penggunaan bahasa yang digunakan ketika terserang afasia tergantung pada bahasa apa yang paling sering digunakan, kapan bahasa tersebut dipelajari, dan kelancaran menguasai bahasa tersebut.
- Kerusakan pada penulisan bahasa. Penderita afasia akan kesulitan menulis, bahkan sekedar menulis satu kata. Selain itu, penderita juga akan sulit mengeja kalimat dalam susunan huruf yang benar.
- Kerusakan pada membaca bahasa. Penderita afasia cenderung sulit memahami kata-kata dalam tulisan yang dibaca. Selain itu, penderita juga tidak mampu mengungkapkan kata yang telah dibaca.
Selain itu, gejala afasia yang paling umum terjadi dan sering terlihat adalah:
- Kesulitan berbicara di tengah kelompok atau di tempat yang gaduh.
- Sulit memahami atau menceritakan lelucon.
- Ketidakmampuan menyebut nama sendiri dan nama anggota keluarga lainnya.
- Hambatan saat melakukan percakapan.
Cara Penyembuhan Afasia
Para pengidap afasia ringan tidak perlu melakukan terapi atau pengonsumsian obat, mereka dapat menyembuhkan keterampilan komunikasinya dengan sendirinya melalui eksplorasi terhadap lingkungan sekitar.
Pada beberapa kasus pengidap afasia berat, perlu dilakukan terapi wicara dan pengonsumsian obat sebagai salah satu usaha untuk penyembuhan afasia, namun pengobatan tersebut juga perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait keampuhan terapi maupun obat-obatan terhadap penyandang afasia.
Kesimpulan
Afasia merupakan gangguan pada psikomotorik otak, sehingga para penderitanya mengalami gangguan berbahasa. Mereka akan merasa kesusahan ketika berbicara di tempat yang aduh.Â
Ada beragam faktor yang menjadikan remaja dapat terkena afasia, salah satunya adalah stroke. Tentunya sebagai generasi muda lakukanlah olahraga secara rutin, sering berkomunikasi dengan orang sekitar, menjaga pengonsumsian makanan agar terhindar dari afasia.
Â
Referensi
Aitepu, T. & Rita. (2007). Bahasa Indonesia sebagai Media Primerkomunikasi Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2 (1), 1-2.
Devianty, R. (2017). Bahasa sebagai Cermin Kebudayaan. Jurnal Tarbiyah, 24 (2), 8-9.
Harras, K. A,. & Bachari, A. D. (2009). Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI PRESS.
Febryanto, D., Retnaningsih, & Handayani, F. (2019). Deteksi Dini Pasien Stroke Akut; Analytic Review. Jurnal Ilmu keperawatan Medikal Bedah, 2 (2), 33-51.
Masitoh. (2019). Gangguan Bahasa dalam perkembangan Bicara Anak. Jurnal  Elsa, 17 (1), 1-3.
https://www.halodoc.com/artikel/ini-3-metode-pengobatan-yang-bisa-dilakukan-untuk-afasia (diakses pada 21 September 2022).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H