Mohon tunggu...
Angely Dlya
Angely Dlya Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Universitas Andalas fakultas ilmu budaya sastra daerah minangkabau'20

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedudukan Ibu dalam Keluarga di Minangkabau

21 Juni 2022   21:58 Diperbarui: 21 Juni 2022   22:32 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ibu memiliki kedudukan yang penting di Minangkabau. Di Minangkabau sendiri kehadiran perempuan sangatlah diharapkan.Jika tidak ada perempuan di dalam suatu keluarga keluarga tersebut dianggap Punah karena tidak ada lagi yang akan melanjutkan keturunan selanjutnya.
 Kedudukan ibu di Minangkabau disebut juga sebagai Bundo kandung Limpapeh rumah Nan Gadang Sumarak dalam nagari.
 Kaum perempuan dalam perannya sebagai Bundo Kanduang menjadi hiasan di dalam kampung.  Yang menjadi hiasan di sini maksudnya bukanlah dalam bentuk fisik tetapi kepribadiannya sebagai perempuan yang dapat menjaga sikap dan kehormatannya.  Ia memahami adab dan sopan Santun, mengutamakan budipekerti, dan memelihara harga diri.

 Ungkapan tentang Bundo kandung tersebut dinyatakan dalam Kato pusako berikut
Bundo kanduang Limpapeh rumah Nan Gadang,
 Sumarak dalam nagari,
 hiasan di dalam Kampuang,
dan tahu di malu Jo sopan,
Kamahias kampung halaman,
sarato Koto jo Nagari,
sampai ka balai Jo musajik,
sarato rumah tanggo,
 dihiasBudi bayiak
malu sopan tinggi sekali,
 baso Jo basi bapakaian,
Nan Gadang basa batuah,
kok hiduik Tampek Banazar,
kok mati tampek baniaik
 Tiang kokoh Budi nan baiak,
pasak kunci malu sopan,
 hiasan dunia jo akhirat,
Auih tempek mintak aia,
Lapa tempek mintak nasi.

Ungkapan tersebut menjelaskan kehadiran seorang ibu sebagai Bundo Kanduang merupakan contoh teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaum nya, dan rumah tangganya.
 Menurut garis keturunan Matrilineal, pemilik harta di Minangkabau adalah kamu wanita. Laki laki tidak berhak memilikinya, hanya berhak untuk memelihara dan mengembangkannya.  Harta pusaka atau warisan yang menurut adat Minangkabau diterima dari mama oleh Kemenakan. Setiap harta pusaka tersebut selalu dijaga dan dipelihara agar tetap utuh. Meskipun diturunkan dari mama kepada kemanakan namun kemenakan laki laki tidak berhak memiliki nya. Ia hanya berhak memelihara, sedangkan pemiliknya adalah kemanakan perempuan. Penggunaan atau pengelolaan hasil harta pusaka nya itu diatur oleh perempuan. Perempuan itu adalah ibu. Oleh karena itu, di Minangkabau pemilik harta ialah kaum perempuan, bukan kaum laki laki.
 Pengelolaan dan penggunaan harta pusaka tersebut sesuai dengan ketentuan ada. Misalnya hasil sawah ia simpan di dalam Rangkiang.  Penggunaan harta pusaka ini dibagi dua pertama untuk kebutuhan keluarga sehari-hari. Yang digunakan untuk keperluan keluarga itu adalah hasilnya bukan harta tersebut.
 Kedua untuk kebutuhan yang mendadak, yaitu kebutuhan yang tidak Terduga duga jika hasilnya tidak mencukupi, harta itu sendiri dapat dipergunakan. Akan tetapi harus dibatasi sesuai dengan adat yang berlaku harta itu dapat dipergunakan hanya dalam empat hal yaitu : Rumah Gadang katirisan, gadih gadang indak balaki, Maik tabujua di tangah rumah, membangkik batang tarandam.

Selain pemilik harta kedudukan ibu yang sangat penting adalah sebagai Pendidik anak seorang. Ibu di Minangkabau memberikan pendidikan kepada anak anaknya sejak usia dini. Selain mengajarinya dalam mandiri, juga mengajari dan bencinya dalam budipekerti. Budipekerti menurut adat dan agama ia tanamkan sejak awal. Biasanya, ibu melakukan pendidikan melalui bercerita sebelum anak anaknya tidur. Hal itu dilakukan nya sampai anaknya benar benar mengerti tentang ajaran adat dan agama. Di rumah Gadang, khusus untuk anak perempuan, ibu memberikan perhatian penuh dalam mempersiapkan anaknya, terutama dalam menuju rumah tangga. Anak perempuan ketika menginjak dewasa, mendapat pengawasan yang sangat ketat dari ibu. Ia mengajari anak anaknya cara bersopan Santun, cara bergaul, cara berbicara, cara berpakaian, dan sampai kepada cara melayani suaminya. Pendidikan terhadap anak ini berlangsung secara turun Temurun pada saat yang lalu, ibu juga menerima pendidikan yang serupa dari ibunya, hal itu diturunkan pula kepada anak anaknya. Dengan demikian, baik pendidikan bidang adat dan agama, berlangsung dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
 Oleh karena itu ibu menjadi Pendidik pertama dan utama bagi anak anaknya, seorang anak kalau menghadapi masalah pastinya lebih banyak mengadu kepada ibu daripada kepada bapaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun