Seiring berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu menjadikan pertumbuhan skala ekonomi semakin ketat dan inovatif. Persaingan usaha mulai bertumbuh rapat dan menekan para pelaku usaha untuk terus berinovasi dan membuat gebrakan baru. Hal itu pasti kita sadari disaat ada beberapa usaha makro yang berakhir gulung tikar akibat munculnya pesaing baru yang lebih besar dan memiliki modal lebih.Â
Kita juga mengamati kondisi toko-toko pakaian yang kini mulai sepi karena munculnya Start-up baru dan masyarakat pun lebih tertarik membeli pakaian secara daring daripada datang langsung ke toko. Tentu fenomena ini kita sadari dan ada faktor-faktor tertentu dari perubahan gaya hidup tersebut.
Efek pandemi Covid-19 seakan merubah gaya hidup masyarakat untuk lebih mengoptimalkan digitalisasi. Budaya  malas yang melekat di masyarakat juga menjadi salah satu faktor bertambahnya pengguna digital di Indonesia karena karakter manusia yang menginginkan sesuatu yang lebih simple dan praktis. Lalu bagaimana skema bisnis saat ini seiring berkembangnya teknologi digital?Â
Diawal pandemi Covid-19, beberapa usaha mengalami kebangkrutan dan membentuk sebuah ‘ekonomi donat’. Apa itu? Ekonomi donat adalah fenomena ekonomi yang merambah ke pinggir dan mengosongkan tengahnya seperti donat. Kalau kita amati lebih dalam, kegiatan usaha dari sektor makanan maupun pakaian mulai ramai di daerah pedesaan atau pinggir kota.Â
Sebaliknya, di kota-kota besar justru banyak tempat usaha dari beberapa sektor yang tutup dan memilih mencari tempat yang lebih strategis di pinggir kota. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ekonomi karena menghancurkan para pelaku usaha makro.
Kendati begitu, bukan berarti setelah pandemi adalah masa kehancuran ekonomi. Justru seusai masa kritis adalah peluang bagi generasi baru untuk menciptakan usaha yang lebih inovatif dan bersaing dengan pelaku usaha lama.Â
Saat ini, sebagian besar pebisnis mulai merambah di dunia digital bahkan tidak sedikit para konglomerat yang berani berinvestasi pada start-up baru dengan jumlah besar. Hal ini tentu menjadi persaingan ketat antar start-up khususnya di sektor perbankan.Â
Perlu diketahui bahwa perbankan digital di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup drastis. Selain fitur aplikasi yang mudah, pendaftaran dan transaksi yang simple juga sangat cocok dengan masyarakat Indonesia. Karena melihat potensi besar di dunia digital, bank-bank lokal pun berlomba-lomba menggaet masyarakat untuk menjadi pengguna aplikasi buatannya.
Kehadiran start-up digital di sektor perbankan merupakan kemajuan besar sekaligus ancaman bagi pelaku usaha UMKM. Beberapa pebisnis yang kreatif berhasil memanfaatkan fitur dari perbankan digital sebagai alat pembayaran  produk yang mereka jual secara daring.Â
Namun untuk pelaku usaha UMKM khususnya yang memiliki usaha pulsa dan paket internet manual, hal itu merupakan saingan baru yang cukup menghawatirkan.Â
Semakin mudahnya membeli pulsa dan paket data lewat online, menjadikan penjual pulsa manual sedikit pelanggan. Hal itu merupakan dampak yang buruk bagi UMKM karena ketidakstabilan ekonomi.
Karena itu, Pembaharuan sistem dalam KPPU sangat penting untuk memperketat pemantauan usaha terlebih kepada pelaku usaha makro atau UMKM. Melihat kondisi tersebut peran KPPU sangatlah penting bagi kestabilan ekonomi. KPPU harus tegas dan teliti dalam mengamati suatu usaha yang terduga mengalami monopoli dan merugikan ekonomi kelas bawah.Â
Kasus yang sering terjadi khususnya di Indonesia adalah penyalahgunaan hak paten dan lisensi sehingga pebisnis pemula yang mulai merambah usahanya dengan mudah ditiru oleh orang-orang kalangan atas dengan modal yang lebih besar.Â
Hal tersebut dapat terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang hukum hak paten. Tentu ini PR bagi KPPU dan kerjasama pemerintah dalam pengawasan persaingan tersebut dan upaya dalam memberikan edukasi ke masyarakat khususnya pebisnis pemula.
Jika keadaan ekonomi stabil dan persaingan usaha sudah sehat berdasarkan data statistik dan observasi langsung, maka bisa dikatakan kinerja KPPU sudah tercapai.
Saat ini, banyak anak-anak muda yang mulai mempelajari digitalisasi untuk berbisnis. Hal ini merupakan sedikit kemajuan bagi Indonesia dalam pengoptimalan teknologi. Seperti yang dikatakan dalam judul diatas, bahwa setiap resesi akan muncul miliyarder baru. Pernyataan itu bukanlah omong kosong belaka.
 Menurut data survey dari Oxvam, selama pandemi Covid-19 ada miliyarder baru yang muncul setiap 30 jam sekali. Dengan begitu kita harus semakin yakin bahwa masa krisis adalah peluang untuk menciptakan pembaruan dan memulai semua dari awal hingga sukses khususnya dalam berbisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H