Waktu itu, aku mau masuk ke SMA, "Jangan lari nak.. bukan kakimu yang mama maksud, tapi perasaanmu. Hadapi kenyataan bahwa hanya karena kurang 1 poin, aku tidak bisa masuk sekolah yg ku idamkan."
Rasa kecewa, sebal juga sesal, ku bawa masuk ke bawah selimutku. Aku menangis. Esoknya aku bangun dengan perasaan lega. Beberapa hari kemudian, aku pun sanggup dengan santai menjalani ritual masuk sekolah baru.Â
Cinta pertama ku, yang dengan susah payah menggodaku, dengan usaha kerasnya baru bisa meluluhkanku. Kini berpaling kepada yang lain, membelakangiku dan menghilang. Ah, padahal dia sudah mendapatkan hatiku, memang dasar lelaki.
Terkadang, untuk memulai sebuah kisah perlu banyak cara dan kata, tapi untuk mengakhirinya tak perlu sedikitpun. Kala itu, bisikku dalam hati, "Kau pikir dengan perbuatanmu bisa membunuh semangatku?" Oh tidak sayang, malam ini aku akan menangis sambil merancang wajah tampan siapa yang hendak ku ajak masuk ke mimpiku.  Â
Bukan hanya air mata yang kubawa masuk, ada banyak cerita bahagia, cerita menggelitik, dan kisah romantik. Seperti ketika aku berhasil lulus dengan nilai memuaskan, lalu masuk ke perguruan tinggi idamanku. Benar, masuk dengan upaya ku sendiri tanpa jalur minat dan bakat orang tua membayar besarnya biaya semester. Sombong dan bangga memang terlalu tipis bedanya. Tapi aku memilih kata bangga saja.
Senang, susah, bahagia, kecewa. Itulah rasa-rasa yang akan kita kecap sepanjang hidup. Tips dari mama, supaya nikmat, rasakan itu satu persatu, jangan dicampur aduk.
Dan... buatmu yang tak punya teman mengadu, yang tak mampu bilang "tidak" walau kau tak setuju, dan kamu yang tak mau orang lain tahu perasaan dan isi hati mu... Cobalah dunia bawah selimut.
Surat dari ibunda untuk gadis kecilnya yang beranjak dewasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI