Mohon tunggu...
Angelique Novelyn Gunadi
Angelique Novelyn Gunadi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Airlangga

I am a new student at the Faculty of Law, Airlangga University. As an ENFP, I am known for meticulous legal analysis, problem solving skills, and organized approach. I am also known as a person who has good public speaking and leadership management skills because I often succeed in leading teams and projects. Additionally, I am interested in Human Resources, Business Law, and Public Communication.

Selanjutnya

Tutup

Film

Dapur Neraka yang mematikan

17 Desember 2024   19:05 Diperbarui: 17 Desember 2024   19:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Tamatnya serial University War yang dibuat oleh Korea tidak memberhentikan mereka untuk terus memproduksi tayangan yang kreatif dan berkualitas. Baru-baru ini, Netflix merilis sebuah serial yang serupa, yaitu Culinary Class War. Sejujurnya serial ini hampir sama dengan Master Chef tetapi memiliki konsep yang berbeda.

Serial ini berhasil mengumpulkan 100 koki lokal, dimana 80 diantaranya merupakan koki “sendok hitam” yang tidak ternama, sementara 20 sisanya adalah koki “sendok putih” yang telah sukses dengan restoran predikat Michelin Star. Tentunya, pertemuan ini semakin menarik perhatian masyarakat untuk menonton karena bisakah para koki sendok hitam berhasil mengalahkan koki sendok putih yang telah unggul dalam banyak hal.

Dengan adanya pengelompokan koki yang unik, otomatis standar penilaian hidangan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, serial ini menghadirkan 2 juri yang sangat berpengalaman dalam memberikan penilaian objektif. Hadirnya Ahn Sung Jae sebagai koki berdarah Korea-Amerika yang telah memiliki restoran 3 Michelin Star semakin memperketat kriteria penilaian. Belum lagi Baek Jong Won sebagai pengusaha profesional selalu mengutamakan cita rasa khas Korea. 

Pertandingan ini dimulai dengan melakukan eliminasi koki sendok hitam agar mereka hanya tersisa menjadi 20 orang. Para koki memiliki waktu 2 jam untuk menyiapkan hidangan andalan mereka dalam membuat takjub kedua juri sehingga dinilai layak dalam menghadapi koki sendok putih di babak selanjutnya. Melalui babak ini, kita dapat menemui berbagai macam koki yang berbakat, setiap dari mereka memiliki karakteristik yang berbeda dalam memasak. 

Di satu sisi, koki sendok putih juga tidak kalah menariknya. Salah satu juru masak yang mencuri perhatian adalah Edward Lee. Ia merupakan koki yang berhasil mengembangkan karirnya di Amerika. Lee dikenal sebagai koki yang selalu bereksperimen dalam memasak dengan menggabungkan berbagai nuansa rasa Asia dengan Korea. Culinary Class War bukanlah serial pertamanya, ia telah mengikuti acara James Beard Foundation dan mendapatkan gelar best chef sejak tahun 2011. Selain itu, Lee juga memiliki pengalaman yang mengesankan, ia pernah menjadi head chef dalam bertanggung jawab menyajikan hidangan kenegaraan di White House USA untuk presiden Amerika Serikat Joe Biden dan presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. Tujuan dari keikutsertaannya dalam Culinary Class War tidak hanya menjadi sang juara, namun juga mencari jati dirinya sebagai warga Korea Selatan. 

Momen epik keahlian Edward Lee terlihat jelas pada babak neraka yang menggunakan bahan utama tofu, atau yang kita kenal di Indonesia sebagai tahu. Dengan peraturan memasak selama 30 menit untuk setiap hidangan, Lee tidak menyajikan hidangan tofu yang simpel dan mudah. Melainkan, makanan unik yang mengedepankan rasa asli dari tofu itu sendiri. Hidangan pertama yang ia sajikan adalah tofu soup dengan perpaduan kacang pinus dan alpukat sehingga menciptakan rasa ringan yang sempurna sebagai hidangan appetizer. Makanan ini dibuat demi menonjolkan rasa lembut dari tofu sehingga menjadi comfort food yang cocok disantap ketika tidak enak badan atau sakit. 

Kesuksesan Lee pada level pertama tidak membuatnya sombong dan goyah, melainkan semakin membakar semangatnya untuk menyajikan hidangan tofu lainnya dengan sempurna. Pada level-level selanjutnya, ia berhasil membuat scallop, cheese spaghetti, dan meat chicken. Ketiga hidangan tersebut, berhasil membawa Lee pada level terakhir untuk menuju babak final. Tentunya, kali ini ia lebih gila dalam mengolah tofu menjadi creme brulee. Kedua juri yang menilai pun terkejut karena sebelumnya tidak pernah menyantap kreasi hidangan mewah dengan berbahan dasar tofu. Akhirnya, dessert itu membawa Lee dengan manis melaju ke babak final

Melalui babak neraka, kita sebagai penonton Indonesia dapat mengambil pembelajaran yang berharga. Tahu sebagai olahan kacang kedelai dapat disulap menjadi sebuah hidangan bernilai tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa koki kelas menengah atas dapat menyajikan tahu dengan sepenuh hati secara maksimal. Sebaliknya, kita sebagai warga lokal yang identik dengan tahu seharusnya lebih menghargai dan menyajikan tahu sebagai hidangan berkualitas. 

Culinary Class War menjadi serial masak pertama yang menyadarkan kepada kita bahwa setiap bahan pangan memiliki nilai dan cerita tersendiri. Oleh karena itu, menjadi seorang koki bukanlah pekerjaan yang mudah, tugas mereka lebih dari menyajikan hidangan yang lezat, mereka harus mampu mengutamakan bahan pangan yang digunakan sehingga makna yang sesungguhnya dari suatu makanan dapat benar-benar tersampaikan pada konsumen. Disamping itu, kita sebagai konsumen sudah sepatutnya selalu menghargai hidangan yang telah disajikan oleh siapapun itu. 

Indonesia sebagai negara yang senantiasa memproduksi serial Master Chef, masih perlu belajar dalam membuat tayangan kuliner yang menarik. Mengulik dari Culinary Class War, produser acara mampu melakukan pendekatan yang mendalam terhadap filosofi makanan dengan menyoroti perjalanan kisah para koki, baik dari sendok hitam maupun sendok putih. Namun, serial Master Chef di negara kita masih berfokus pada sikap individualis dan keangkuhan para peserta. Hal ini membuat masyarakat enggan menonton karena acara tersebut terasa kurang kompetitif. Alhasil, hidangan yang disajikan seringkali tidak memenuhi standar dan ekspektasi para juri serta penonton. 

Maka dari itu, tayangan kuliner di Indonesia perlu diperbaiki agar konsep dan sistem pertandingan menjadi lebih inovatif. Selain itu, standar penyaringan peserta awal juga harus lebih diperketat sehingga juru masak yang berada di dapur kontes memang benar merupakan individu yang berkualitas. Dengan langkah-langkah tersebut, harapannya acara Master Chef di Indonesia dapat lebih menarik sehingga memberikan pengalaman yang berkesan bagi penonton. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun