Mohon tunggu...
Angeline Wijoyo
Angeline Wijoyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Writing for Fun

Hello, I am Angeline Wijoyo and I am a writer. My writing is originally base on my thought, most things that happened in our life which i made it into a piece of article. Hopefully this writing can be an inspiration or encouragement for people out there who need it. I like to know about you more, gave me your opinions about my pages. Thanks

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sosial Media Didukung dengan Kebebasan yang Tidak Terukur Berakibat Fatal

29 Oktober 2019   18:48 Diperbarui: 1 November 2019   14:08 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jakarta- Beragam produk "Social Media" yang lahir dari perkembangan teknologi memberikan kemudahan dan kenyaman bagi masyarakat di dunia untuk melakukan berbagai kegaitan didalamnya. Jika 10 tahun yang lalu social media yang hanya digunakan sebagai sarana penyebaran informasi namun kenyataanya social media mampu memberikan lebih dari itu. 

Pemanfaatan social media oleh masyarakat pada saat ini tampaknya menjadi lebih meluas dari sekedar penyebaran informasi, sekarang masyarakat dapat dengan mudah untuk melakukan perdagangan, mengekspresikan diri mereka hingga memberikan komentar pada konten ataupun berita-berita yang tersebar melalui social media.

Disisi   lain, sifat demoktratif yang dianut oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menyuarakan pendapat, bebas mengeluarkan pendapat, serta mengkritik pemerintah. Namun, sayangnya kebabasan yang diberikan seakan menjadi bomerang bagi masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Kebebasan  yang diberikan oleh pemerintah telah menggiring masyarakat menjadi semena-mena dalam meyuarakan pendapatnya.

Cyber Bullying, menjadi salah satu aksi kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat yang diakibatkan dari kebebasan berekspresi ini. Komentar negatif hingga penghinaan yang terus-menerus dilakukan pada orang yang sama maupun berbeda menjadi kebiasaan yang telah mandarah daging sehingga tidak dapat dihentikan lagi. Upaya pemerintah yang mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan kebiasaan masyarakat ini seakan tidak ampuh lagi.

Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh Sulli, salah satu mantan personil F(X) adalah efek yang dihasilkan dari setiap komentar, kritik negatif yang dilakukan oleh masyarakat terhadapnya, seakan tidak sanggup menahan kritik, hujatan dan cibiran tersebut, akhirnya Sulli mengakhiri hidupnya dengan melakukan aksi bunuh diri. Jika kebiasaan masyarakat ini dibiarkan maka kejadian ini akan kembali terulang.

Pada saat seseorang mengeluarkan pendapat ataupun kritik negatif terhadap orang lain melalui social media secara tidak langsung mereka telah menyerang mental orang tersebut yang berakibat fatal hingga berujung kematian. Kekhawatiran muncul dari berbagai kalangan khusunya kalangan selebriti yang rentan mendapati hal seperti ini. 

Namun, muncul pertanyaan "Apakah dengan terjadinya kasus ini membuat masyarakat berhenti atau sebaliknya?" Ini menjadi PR masyarakat dan juga pemerintah untuk bersama-sama mencari solusi agar dapat menanggulang terjadinya hal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun