Rokok  bukanlah sebuah benda asing lagi, bagi kita penduduk negara Indonesia. Tentu saja, ada orang yang bersangkutan dengan kita  yang merokok, atau bahkan itu diri kita sendiri. Apakah itu ayah/ibu, suami/istri, abang/kakak, teman sekolah/kerja, atasan/pekerja kita sendiri.  WHO melaporkan pada tahun 2015 bahwa 76.2% warga negara Indonesia adalah perokok.Â
Akhirnya, negara kita mencapai peringkat pertama dunia- untuk persentase jumlah  perokok. Alangkah sedih nya, bahwa kita hanya dapat 'berprestasi' dalam hal yang sungguh sangat negatif.Â
Mengapa merokok di sebut negatif? Sudah tidak diragukan lagi dampak tembakau ini kepada kesehatan sekaligus mental negara berkembang ini.Â
Jelas-jelas tertulis di depan bungkus rokok bahwa 'merokok membunuhmu.' Bahkan, ada beberapa yang menunjukan paru-paru  rusak, dan menginformasikan efek samping kesehatan lain nya, seperti penyakit jantung dan kanker.Â
Pada setiap tahun di Indonesia, terdapat kurang lebih 30.023 penderita kanker paru, dan sekitar 26.000 dari mereka meninggal. Kanker paru-paru telah menjadi penyebab kematian nomor 1 untuk pria di Indonesia.Â
Dampak ini yang dapat menghilangkan nyawa dari anak, suami, ayah, abang, adik, teman yang dikasihi, dapat juga merusak mental negara ini. Pilihan untuk tetap merokok, meskipun memiliki banyak dampak negatif, mengembangkan sifat masa bodo, karena tidak peduli akan kebaikan bagi diri kita sendiri, dan orang-orang di sekitar kita.Â
Orang yang terus merokok juga adalah orang yang mudah menyerah, karena tidak ingin berhenti karena sudah kecanduan, dan sudah terlalu 'sulit', dan kita semua tahu, bahwa orang yang mudah menyerah adalah pengecut. Tidak diragukan lagi kan, kenapa negara kita susah sekali maju.Â
Sedangkan banyak di antara kita sibuk menghisap rokok, sambil mengosongkan isi dompet kita untuk membeli nya, pemilik perusahaan rokok sibuk menikmati keuntungan nya yang mencapai sekitar 328.5 triliun rupiah pada setiap tahun nya jika kita kalikan jumlah perokok di Indonesia, harga per bungkus, dan 365 hari.Â
Sampai-sampai, empat di antara sepeluh orang terkaya di Indonesia adalah pengusaha rokok, yakni: Putera Sampoerna (PT HM Sampoerna), Rachman Halim (Gudang Garam), Robert Hartono (Djarum), dan Michael Hartono (Djarum).
Di sisi yang lain, kita melihat bahwa 10.39 triliun dari anggaran BPJS digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh rokok, yaitu Jantung, Stroke, dan Kanker. Dr. Bambang Siswanto, seorang ahli paru, berkata bahwa "Kan jadi kasihan sama penderita lain yang lebih membutuhkan bantuan.Â
Mereka jadi kurang penanganan dari pemerintah. Dokter juga susah menangani pasien dengan kebiasaan merokok. Karena kebanyakan kalau sudah sembuh, balik lagi (merokok)."Â