Mohon tunggu...
Angeline Christy Imanuella
Angeline Christy Imanuella Mohon Tunggu... Jurnalis - ella

do what you love!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Analisis Jejak Karbon Jaringan Distribusi Air Bersih

21 Desember 2020   21:58 Diperbarui: 21 Desember 2020   22:11 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Peran jejeak ekologi dalam pengelolaan air bersih 

Jejak karbon merupakan suatu ukuran dari jumlah total eksklusif dari emisi karbon dioksida yang dikeluarkan secara langsung atau tidak langsung yang disebabkan oleh suatu kegiatan atau terakumulasi pada life stages suatu produk. Jejak karbon yang dihasilkan dari kegiatan distribusi air dikeluarkan secara tidak langsung ke lingkungan. Emisi yang dikeluarkan sistem distribusi air mulai dari sumber air, distribusi air, hingga ke konsumen. Peran jejak ekologi dalam memperbaiki lingkungan dalam kasus ini ada empat hal yang didapat. Pertama, dari perhitungan jejak ekologi kita dapat mengetahui jumlah emisi yang dihasilkan. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilakukan suatu rekayasa atau  teknologi atau inovasi terhadap lingkungan untuk meminimalisasi emisi yang dikeluarkan atau bahkan tidak menghasilkan emisi. Kedua, mengetahui seberapa besar kekayaan alam (renewable) yang masih tersisa dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap ketersediaannya. Jejak  ekologi merupakan perangkat analisis untuk mengukur dan mengomunikasikan dampak pemanfaatan sumber daya pada lingkungan.

Ketiga, perbandingan antara biokapasitas dan jejak ekologi dapat mencerminkan status daya dukung lingkungan suatu wilayah. Apabila jejak ekologi melampaui daya dukung lingkungan atau disebut defisit ekologi (ecological deficit) maka berstatus tidak sustainable. Sebaliknya jika tapak ekologi lebih kecil, maka terdapat sejumlah biokapasitas di alam yang tercadangkan untuk menopang kehidupan yang akan datang (ecological debt) sehingga berstatus sustainable. Keempat, mengetahui area bioproduktif  yaitu lahan teoretis dimana produktivitas biologis ekosistem menyediakan kemampuan untuk menopang kehidupan manusia. Nilai kemampuan ini dinamakan biokapasitas.

B. Diskripsi jejak karbon pada distribusi air bersih

Jaringan sistem penyediaan air bersih pada Pulau Lengkang Kecil dimulai pada tahun 2019. Sebagian kecil air bersih yang digunakan masyarakat berasal dari pemanenan air hujan dan sumur gali yang hanya didapat pada musim hujan. Sumber air bersih utama yang digunakan masyarakat berasal dari pengaliran perpipaan bawah laut dengan debit harian 0,86 l/detik. 

Kebutuhan air masyarakat Pulau Lengkang Kecil adalah 74,3 m3/hari dengan 146 Sambungan Rumah (SR) serta untuk melayani fasilitas umum seperti sekolah dasar (SD), puskesmas, dan masjid. Dari analisis evaluasi jaringan distribusi air bersih, dapat dihitung jejak karbon yang dihasilkan dari setiap kegiatannya. Emisi terbesar berasal dari kegiatan pemompaan dengan nilai 131 kg CO2-eq, diikuti dengan emisi yang berasal dari air limbah dengan nilai 62,5 kgCO2-eq. berdasarkan nilai emisi ini perlu dilakukan pengelolaan lebih lanjut agar jumlah emisi yang dihasilkan dapat menurun.

Aktivitas penyebab peningkatan jejak karbon yaitu pada tahap operasi dalam sumber air termasuk pemompaan (kebutuhan energi untuk pompa adalah 0,1 kWh/m3) input skor emisi adalah 0,051 kg CO2 ekuivalen/m3. Pada tahap distribusi, emisi CO2 yang disumbang sebesar 0,139 kg CO2 ekuivalen/m3. Sedangkan pada penggunaan air emisi CO2 yang disumbangkan yaitu sebesar 0,15 kg CO2 ekuivalen/m3. Air limbah memiliki emisi karbon sebesar 0,374 kg CO2 ekuivalen/m3 dengan penggunaan energi sebesar 2,26 kWh/m3.

Kegiatan pemompaan merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan emisi terbesar (61,06%) dibandingkan dengan kegiatan lain. Pemompaan air membutuhkan energi dengan potensi emisi CO2 cukup tinggi bila dibandingkan dengan kegiatan lain yang tanpa memerlukan energi. Emisi yang dikeluarkan oleh kegiatan pemompaan ini mencapai 1,81 kg CO2-eq/m3 , nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan emisi yang dikeluarkan oleh PDAM yaitu 0,56 kg CO2-eq/m3 (25). Emisi air terbesar kedua adalah potensi air limbah dengan persentase 29,14%. Jika 80% air yang didistribusikan menjadi air limbah maka emisi yang dikeluarkan adalah 17,1 kgCO2-eq. Air limbah sangat berpotensi menghasilkan karbon yang dapat lebih tinggi jika tidak diolah dengan baik. Air limbah domestik juga berpotensi menyebabkan eutrofikasi.

C. Peran calon sarjana Teknik Lingkungan 

1. Memaksimalkan rain harvesting (pemanenan air hujan)

Mengolah air hujan menjadi air minum dan di sisi lain dapat mengurangi emisi dari pemompaan. Hal ini dilakukan karena sistem rain harvesting ini masih dilakukan oleh beberapa penduduk (sekitar 20% dari responden) dan hanya sebatas menampungnya dan belum melakukan pengolahan. Masyarakat juga enggan menggunakan air distribusi maupun air hujan untuk kebutuhan minum karena dirasa masih belum layak sehingga mereka biasanya membeli air minum di luar pulau. Jika air hujan dapat diolah menjadi air bersih bahkan air minum maka konsumsi air distribusi oleh masyarakat akan menurun dan emisi CO2 yang dihasilkan dari pemompaan pun dapat menurun.

a. Menampung Air Hujan

Air hujan yang jatuh di atap bangunan dan mengalir melalui atap rumah kemudian terkumpul di talang air yang dialirkan dengan pipa menuju bak penampungan air hujan. Sampah dedaunan yang terbawa akan disaring di bagian depan bak penampung, dengan media pasir dan kerikil, sampah akan tertahan dan air hujan yang bersih akan masuk ke bak penampung (volume bak 10 m3 ). Jika hujan berlangsung terus menerus, dan bak penampung penuh maka air akan melimpah melalui pipa outlet masuk kedalam sumur resapan dengan kedalaman lubang sumur resapan sekitar 3 meter, kontruksi terbuat dari bis beton, sepanjang 2,5 meter dan resapan sekitar 0,5 meter. Air hujan didalam sumur resapan ini akan meresap melalui zona resapan dari sumur resapan kedalam tanah sebagai sumber air tanah. Bidang resapan diisi dengan kerikil dan ijuk, sebagai penyaring agar tidak terjadi kebuntuan.

b. Mengolah Air Hujan Menjadi Air Minum

Fungsi dan manfaat sistem pemanfaatan air hujan dan pengolahan air siap minum ini yaitu dapat menghemat pengunaan air tanah, menampung 10 m3 air pada saat hujan, mengurangi run off dan beban sungai saat hujan lebat, menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah, mempertahankan tinggi muka air tanah, menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah, memperbaiki kualitas air tanah dangkal, mengurangi laju erosi dan sedimentasi, mereduksi dimensi jaringan drainase, menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah intrusi air laut, mencegah terjadinya penurunan tanah, dan stok air pada musim kemarau (plus rain harvesting).

Berdasarkan hasil pengujian alat tersebut yang telah dilakukan di lapangan, menunjukkan bahwa alat pengolah air ini sangat cocok digunakan untuk kepentingan sekelompok warga di daerah pedesaan maupun perkotaan yang kualitas air tanahnya buruk dan belum mendapatkan pelayanan air bersih akan tetapi memiliki curah hujan yang tinggi di wilayahnya. Sistem ini sangat mudah baik pembuatan maupun cara pengolahannya serta biaya produksinya relatif murah. Proses pengolahan alat tersebut di atas sebenarnya merupakan proses yang lengkap, hanya dilakukan dalam bentuk yang sederhana.

2. Pengelolaan air limbah domestik (greywater) dengan menggunakan Ecotech Garden

Pengelolaan air limbah domestik (greywater) dengan menggunakan Ecotech Garden dapat menurunkan nilai emisi CO2 dan eutrofikasi. Hal ini dilakukan karena air limbah adalah penyumbang emisi CO2 kedua setelah pemompaan yaitu sebesar 17,1 kg CO2-eq dengan persentase 29,14%. 80 % air yang didistribusikan dibuang begitu saja tanpa pengolahan. Hal ini dapat terus meningkatkan emisi karbon jika tidak diolah dengan baik. Pengolahan greywater dapat menggunakan Ecotech 

Garden yang bertujuan mengurangi unsur pencemar dan bau dari greywater, meningkatkan nilai estetika lingkungan serta memberi nilai ekonomi dari bibit bunga yang dihasilkan tanaman. Ecotech garden menggunakan tanaman hias liar sebagai peyerap greywaater. Tumbuhan yang digunakan adalah Arrowhead (Sagita japonica), Melati air, Pontederia Cordata, Cana air, Cyperus Papyrus, dan Typha Agustifolia. Nitrogen dan fosfor diserap tanaman untuk pertumbuhan, selain itu juga dapat menurunkan zat pencemar seperti BOD, COD, detergen, bakteri patogen, serta menghilangkan bau dan menjernihkan air. Ecotech garden dapat diterapkan secara individual pada setiap rumah atau apabila lahan dapat dibuat kolektif, yang merupakan taman pada kompleks perumahan.

Sumber Rujukan :

Apritama, M. R., Suryawan, I. K., & Adicita, Y. (2020). Analisis Hidrolis dan Jejak Karbon Jaringan Distribusi Air Bersih di Pulau Kecil Padat Penduduk (Pulau Lengkang Kecil, Kota Batam). Jurnal Teknologi Lingkungan, 21(2), 227-235.

KELAIR BPPT. Sistem Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) dan Pengolahan Air Siap Minum (ARSINUM). http://www.kelair.bppt.go.id. [Diakses pada 7 Desember 2020].

Pusair Media. (2018). Pengolahan Air Selokan Grey Water dalam Bentuk Ecotech Garden. https://youtu.be/2PPfF1CNJnw. [Diakses pada 7 Desember 2020].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun