Tahukah kamu? Kita hanya punya waktu kurang dari satu dekade untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim. Suhu global terus meningkat, bencana alam makin parah, dan ekosistem penting mulai runtuh. Dengan kondisi ini, dunia kembali berkumpul di COP28, konferensi tahunan yang katanya jadi ajang para pemimpin dunia menyelamatkan planet ini. Tapi, mari kita jujur: apakah janji-janji mereka benar-benar berdampak atau cuma jadi bahan omongan semata?
Apa Sih Fokus Utama COP28?
Tahun ini, COP28 membawa tiga fokus utama:
-
Pendanaan untuk Negara-Negara Berkembang
Negara-negara berkembang sering menjadi korban utama krisis iklim meski kontribusi mereka terhadap emisi global relatif kecil. Salah satu agenda besar COP28 adalah finalisasi loss and damage fund, dana yang dirancang untuk membantu negara-negara ini menghadapi kerugian akibat perubahan iklim. Komitmen Pengurangan Emisi
Target pengurangan emisi gas rumah kaca kembali dibahas. Negara-negara besar seperti AS, China, dan Uni Eropa didorong untuk meningkatkan ambisi mereka dalam memangkas emisi sebelum 2030.Transisi Energi Terbarukan
COP28 juga menyoroti pentingnya mengalihkan ketergantungan pada bahan bakar fosil ke energi terbarukan seperti matahari, angin, dan hidroelektrik. Namun, tantangan besar masih ada, terutama bagi negara yang ekonominya bergantung pada minyak dan gas.
Kalau ngomongin janji, COP selalu penuh dengan komitmen besar. Tapi, realitanya? Tidak semua janji diwujudkan.
Misalnya, janji pendanaan iklim sebesar $100 miliar per tahun untuk negara berkembang sejak COP15 belum sepenuhnya terealisasi hingga kini. Laporan PBB juga menunjukkan bahwa meskipun emisi global sempat turun selama pandemi, angka ini kembali naik tajam pada 2022.
Banyak negara maju juga dituding melakukan greenwashing. Mereka berbicara soal energi bersih, tapi tetap berinvestasi besar-besaran pada proyek bahan bakar fosil. Ini menciptakan kesenjangan besar antara retorika dan tindakan.
Bagaimana Peran Negara Berkembang di COP28?
Negara berkembang, termasuk Indonesia, punya posisi unik. Di satu sisi, mereka membutuhkan dukungan finansial untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Di sisi lain, mereka juga harus mengurangi ketergantungan pada industri yang merusak lingkungan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Di COP28, negara berkembang memperjuangkan keadilan iklim. Mereka menuntut agar negara-negara maju, yang selama ini menyumbang emisi terbesar, memikul tanggung jawab lebih besar. Indonesia, misalnya, menyoroti pentingnya kolaborasi global untuk menjaga hutan tropis sebagai paru-paru dunia.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sebagai Gen Z, kita tidak bisa hanya menunggu para pemimpin dunia. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan:
Advokasi Kebijakan Lingkungan
Suarakan dukunganmu untuk kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan. Ikut petisi, hadiri diskusi, atau gunakan media sosial untuk menyebarkan informasi.Kurangi Jejak Karbon
Mulai dari hal kecil, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan transportasi umum, atau menghemat energi di rumah.Dukung Gerakan Global
Bergabunglah dengan gerakan seperti Fridays for Future atau aksi lokal yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
COP28 membawa harapan, tapi juga tanggung jawab besar. Janji tanpa aksi nyata tidak akan cukup untuk mengatasi krisis yang sudah ada di depan mata. Dunia butuh langkah konkret, dan kita sebagai generasi muda bisa jadi bagian dari solusi.
Kita nggak butuh janji kosong lagi. Bumi butuh tindakan nyata, dan itu dimulai dari kita semua. Jangan cuma nunggu para pemimpin dunia---yuk, kita jadi generasi yang benar-benar peduli dan bertindak untuk masa depan planet ini!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI