Mohon tunggu...
Angelina  Harli
Angelina Harli Mohon Tunggu... Lainnya - seorang mahasiswa dan grafolog

Psikologi | Fotografi | J-Lit | Sastra | Grafologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemberantasan Korupsi Menggunakan Strategi Penal dan Non Penal

25 Mei 2024   21:24 Diperbarui: 25 Mei 2024   21:24 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


PEMBERANTASAN KORUPSI MENGGUNAKAN STRATEGI 

                                PENAL & NON PENAL

Angelina Harli, Fani Anggraeni, Rizky Khalida Maharani, Pipit Fitria


Universitas Paramadina

     Jurusan Psikologi

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis bagaimana cara memberantas korupsi menggunakan strategi penal dan non penal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana hasil dari pembahasan ini di ambil dari berbagai sumber seperti artikel, jurnal, buku dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah memberi gambaran cara memberantas korupsi bisa dengan strategi Penal (kebijakan hukum pidana) yang berfokus pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana ataupun Non Penal (kebijakan non hukum pidana) tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana dan masing masing pasti memiliki kelemahan dan kelebihan.

Kata Kunci : Strategi Penal, Strategi Non Penal, Memberantas Korupsi

Abstract

The purpose of this research is to analyze how to eradicate corruption using a penal and non penal strategy. This research uses qualitative methods, where the results of this discussion are taken from various sources such as articles, journals, books and others. The aim of this research is to provide an overview of how to eradicate corruption, either with a Penal strategy (criminal law policy) which focuses on repressive action after a criminal act occurs or Non-Penal (non-criminal law policy) preventive action before a crime occurs and each must have weakness and strength.

Keywords : Penal Strategy, Non Penal Strategy, Eradicate Corruption


PENDAHULUAN

Korupsi merupakan permasalahan yang mendalam dan sudah berlangsung lama di berbagai negara, termasuk Indonesia. Praktik korupsi tidak hanya berdampak negatif pada keuangan publik, tetapi juga menghambat pembangunan, mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan menciptakan kesenjangan sosial. Upaya pemberantasan korupsi telah menjadi fokus utama pemerintah Indonesia dalam beberapa dekade terakhir, namun  belum ada hasil yang signifikan yang dicapai. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)  Transparency International  tahun 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-96 dari 180 negara yang disurvei (Transparency International, 2023). Skor IPK Indonesia adalah 38 dalam skala 0 sampai 100, skor 0 menunjukkan tingkat korupsi yang sangat tinggi. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa  pemberantasan korupsi di Indonesia masih memerlukan langkah-langkah strategis dan komprehensif

Definisi Korupsi dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang publik untuk keuntungan pribadi (Transparency International, 2023). Praktik korupsi  mencakup berbagai bentuk seperti penyuapan, pemerasan, penyelewengan dana,  dan nepotisme. Studi Quah (2019) menemukan bahwa penyebab utama korupsi di Indonesia antara lain lemahnya penegakan hukum, kurangnya transparansi, dan rendahnya integritas pejabat publik diidentifikasi. Studi ini menyarankan perlunya reformasi birokrasi, peningkatan transparansi, dan penguatan sistem integritas nasional untuk memberantas korupsi. Kajian Suwanda (2020)  menganalisis kekuatan dan kelemahan lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Studi ini menyoroti pentingnya kemauan politik pemerintah dan kapasitas kelembagaan yang tepat untuk menegakkan supremasi hukum dan menghukum pelaku korupsi. Menurut Laporan  Organisasi Internasional untuk Transparansi (2022), negara-negara dengan tingkat korupsi yang rendah umumnya memiliki sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan didukung oleh masyarakat sipil yang kuat. Laporan tersebut merekomendasikan peningkatan partisipasi masyarakat, perlindungan bagi pelapor, dan reformasi sektor publik sebagai strategi anti korupsi. Studi yang dilakukan Mungiu-Pippidi (2015) menyoroti pentingnya membangun integritas dalam masyarakat dan mendorong budaya anti korupsi. Penelitian ini menyarankan untuk menggabungkan tindakan top-down (misalnya reformasi kelembagaan) dengan tindakan bottom-up (misalnya pendidikan antikorupsi) untuk mengubah norma-norma sosial dan meminimalkan insentif bagi korupsi. 

Mengenai "strategi anti korupsi", terdapat beberapa pendekatan pidana (penal) dan pendekatan non pidana (non penal), dan kedua strategi utama ini adalah sebagai berikut. Strategi Penal (Hukum Pidana) merupakan strategi yang menyangkut upaya penegakan hukum dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku korupsi. Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa tindak pidana korupsi dapat dicegah dan dikurangi melalui ancaman hukuman yang berat dan penuntutan yang konsisten. Aspek utama dari strategi penalti adalah antara lain (a) Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi, termasuk pemberian pidana baru, hukuman yang lebih berat, dan pengembalian aset yang dikorupsi, (b) Memperkuat lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dapat beroperasi secara independen dan profesional, (c) Meningkatkan kualitas penyidikan, penuntutan, dan persidangan kasus korupsi untuk menjamin  peradilan yang adil dan efektif, dan (d) Menerapkan hukuman berat, termasuk hukuman penjara dan denda besar, untuk memastikan adanya efek jera bagi pelaku korupsi.

Sedangkan strategi Non Penal  (diluar sistem pidana) merupakan pendekatan diluar sistem pidana yang bertujuan untuk mencegah  tindak pidana korupsi melalui upaya preventif dan membangun integritas. Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya memerlukan ketergantungan pada hukum pidana, tetapi juga  perubahan budaya, institusi, dan perilaku masyarakat. Aspek penting dari strategi non penal  meliputi (a) Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik  untuk mengurangi peluang terjadinya korupsi, (b) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas  pengelolaan keuangan pemerintah dan pelayanan publik, (c) Kami menerapkan pendidikan antikorupsi sejak dini dan memperkuat nilai-nilai integritas dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, (d) Melibatkan partisipasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan praktik korupsi, (e) Perlindungan terhadap pelapor dan pegawai yang melaporkan pelanggaran di lingkungan instansi pemerintah, dan (f) Meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme pegawai negeri serta mengurangi godaan untuk melakukan tindakan korupsi.

Dalam praktiknya, strategi antikorupsi yang efektif sering kali melibatkan kombinasi pendekatan penal dan non-penal yang seimbang dan saling melengkapi. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam  pemberantasan korupsi, kedua strategi tersebut harus diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan. Tujuan  penelitian ini adalah  menganalisis faktor-faktor penyebab korupsi dan strategi antikorupsi yang dapat diterapkan di Indonesia dengan mempertimbangkan praktik terbaik negara-negara lain yang telah berhasil mengatasi permasalahan ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi praktis kepada para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memerangi korupsi secara sistematis dan berkelanjutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur artinya suatu penelitian yang tidak mengharuskan peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk menemukan subjek penelitian, namun dengan cara mengumpulkan data pustaka dari sejumlah artikel, buku, majalah dan sumber lainnya kemudian dibaca, dicatat lalu dikelola untuk bahan penelitian. Studi literatur dilakukan berdasarkan adanya kesadaran bahwa ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan setiap waktu dari segala unsur penelitian seperti topik, masyarakat dan daerah penelitian yang sudah dijelajahi oleh peneliti sebelumnya (Neuman,2014). 

Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk kalimat. Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan suatu fenomena yang diteliti dan bisa memberi gambaran yang jelas tentang fenomena melalui materi maupun konsep dan mudah di pahami oleh para pembaca.

HASIL PENELITIAN 

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil analisa strategi memberantas korupsi yang menggunakan strategi penal (jalur hukum pidana) dan strategi non penal (diluar hukum pidana). Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa penyebab utama korupsi bisa terjadi adalah karena kurangya transparansi, lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya integritas para pejabat publik. Laporan organisasi internasional mengatakan bahwa negara-negara dengan tingkat korupsi yang rendah umumnya memiliki sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan didukung oleh masyarakat sipil yang kuat. Hasil laporan ini berkaitan dengan penyebab terjadinya korupsi sehingga aspek-aspek penting yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi adalah meningkatkan transparansi pada sistem pemerintah, memperkuat penegakan hukum, serta meningkatkan kesadaran dan integritas para pejabat publik. 

Strategi Penal yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi terkait penyebab yang sudah dibahas sebelumnya adalah dengan berbagai cara berikut yaitu (a) Memberikan hukuman yang lebih berat, pengembalian aset. Hal ini dapat dilakukan untuk memberikan jera pada pelaku sebelum berani melakukan tindak korupsi. (b) Memperkuat lembaga penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK, serta pemberian sanksi yang sama beratnya dengan pelaku jika ditemukan ada tindakan penyuapan atau gratifikasi dalam proses penyelidikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari proses penyuapan yang menguntungkan pelaku dari segala jenis. 

Berbeda dengan strategi penal, strategi non-penal tidak melibatkan hukum pidana melainkan strategi-strategi preventif untuk mencegah tindak korupsi dengan membangun integritas. Strategi ini memiliki pendekatan perubahan budaya, institusi, dan perilaku masyarakat dengan cara sebagai berikut yaitu (a) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintah khususnya pengelolaan keuangan pemerintah dan pelayanan publik. Hal ini dapat dilakukan untuk menghindari tindakan korupsi dengan cara transparansi, segala jenis transaksi ada catatan dan alasannya. (b) Pendidikan Antikorupsi sejak dini untuk memperkuat nilai-nilai integritas dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan integritas yang dibangun sejak dini. (c) Melibatkan partisipasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dalam pemantauan dan pelaporan praktif korupsi. Dikatakan sebelumnya bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung pemberantasan korupsi dengan memantau serta melaporkan apabila ada tindakan yang mencurigakan. 

Strategi antikorupsi yang efektif seringkali melibatkan kombinasi dari pendekatan penal dan non-penal. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam memberantas korupsi, kedua strategi tersebut harus diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan.


PEMBAHASAN

Dalam penanggulangan kasus korupsi, kedua strategi baik secara penal maupun non penal, akan sangat mempengaruhi penindakan kasus. Dengan adanya strategi penal (hukum pidana) pelaku mendapat hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditindak secara tegas dan mengganti kerugian uang sesuai dengan hukum tertulis. Sementara, strategi non penal berupa hukum non pidana, secara langsung pelaku mendapatkan sanksi sosial atas perbuatannya. contoh strategi non penal adalah memunculkan kasus tindak korupsi melalui media massa, banyak terdapat ujaran kebencian, dan hal ini mempermalukan pelaku korupsi. Upaya penanggulangan kejahatan korupsi dapat dilakukan dengan strategi pertama (1) Jalur Penal yang terdiri dari (a) menerapkan dan menguatkan kebijakan hukum pidana, (b) penumpasan dan pemberantasan dengan sifat repressif setelah tindak korupsi terjadi, tidak menunda-nunda dan spontan diberantas, (c) tegas dalam memberi hukuman bagi pelaku tindak pidana, tidak ada perlakuan khusus bagi orang-orang tertentu, seperti membeli kamar saat menjalani hukuman penjara, dan (d) menindak tegas bagi oknum polisi dalam rumah tahanan yang memberi fasilitas mewah bagi pelaku kejahatan korupsi. Strategi kedua adalah dengan (2) Jalur Non Penal yang terdiri dari (a) menerapkan kebijakan pencegahan atau preventif, tanpa melibatkan hukum pidana, (b) menanamkan kebijakan untuk memengaruhi masyarakat mengenai kejahatan dan pidana melalui media massa, penyuluhan, dan pendidikan, (c) merancang ulang sistem pelayanan publik, terutama aparat dan petugas yang diberikan jabatan atau wewenang. aparat pelayanan publik harus memiliki kejujuran dan tanggung jawab yang nyata, dan (d) pluralisme aparat petugas pelayanan publik melalui penghasilan yang sama rata, mencegah agar tidak terjadi kesenjangan ataupun ketimpangan sosial antar aparat.

Penanganan pelaku tindak kasus korupsi di Indonesia masih banyak hal yang perlu diperbaiki, karena pada kenyataannya pelaku yang mendapat sanksi pidana penjara dan membayar kerugianpun tetap tidak menimbulkan efek jera, sehingga kasus korupsi yang terjadi semakin bertambah. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab pelaku kejahatan tidak merasa takut akan hukum yang berlaku, salah satunya adalah perlakuan berbeda kepada narapidana yang mampu "membayar", maka narapidana yang mampu tersebut tidak akan pernah merasa tunduk atas hukum. Penanggulangan kasus korupsi melalui jalur penal menjadi kurang efektif, karena hukum di negara ini seolah dilemahkan, terlebih lagi masih banyak oknum yang terlibat untuk menguntungkan dirinya sendiri. Penanggulangan kejahatan korupsi secara non penal (non pidana) yang dilakukan secara tepat menjadi lebih baik dibandingkan dengan strategi penal. Strategi non penal yang baik mestinya dirancang secara matang, sehingga pelaku pidana korupsi dapat diberantas dengan tepat. Langkah pencegahan dalam upaya penanggulangan kasus korupsi melalui  strategi non penal adalah dapat memprioritaskan hal berikut (a) meningkatkan sistem, kinerja, dan pengawasan terhadap aparat pelayanan publik, (b) meningkatkan transparansi, pengawasan, dan sanki terhadap kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia, dan (c) meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung guna mencegah korupsi. Teori non penal policy, pokok-pokok rumusan urgensi pemberantasan korupsi dilakukan sebagai berikut: (a) pejabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi harus didaftarkan kekayaannya sebelum menjabat. sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibanding pendapatan resmi dan pemberian sanksi yang tegas bagi yang tidak melaksanakan, (b) mencari penyebabnya, kemudian penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan (kesadaran hukum) masyarakat dengan gerakan represif atau strategi prevensi (mencegah) sedangkan kepada kedua sisinya masing-masing pendidikan masyarakat, (c) dilakukan secara sistemik dan konsisten dengan pendekatan integral upaya represif dan preventif, (d) dikeluarkannya konvensi internasional mengenai pemberantasan korupsisemestinya UU PTPK direvisi lagi dan disesuaikan serta diselaraskan dengan materi konvensi, agar kerjasama internasional dalam memberantas korupsi dapat berjalan lebih lancar, (e) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah, (f) menaikkan moral pegawai negeri, (g) legalisasi pungutan liar menjadi pendapatan resmi atau legal, dan (h) strategi penanggulangan lebih diutamakan tindakan preventifnya, utamanya pada Jaksa dan Kajari/Kajati untuk pencegahan melalui perbuatan korupsi dengan cara memberikan advis atau pertimbangan hukum.

KESIMPULAN

Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang publik untuk keuntungan pribadi. Penyebab utama korupsi bisa terjadi adalah karena kurangya transparansi, lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya integritas para pejabat publik. Hal ini didukung oleh laporan organisasi internasional yang mengatakan bahwa negara-negara dengan tingkat korupsi yang rendah umumnya memiliki sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan didukung oleh masyarakat sipil yang kuat. Hasil laporan ini berkaitan dengan penyebab terjadinya korupsi sehingga aspek-aspek penting yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi adalah (1) meningkatkan transparansi pada sistem pemerintah, (2) memperkuat penegakan hukum, dan (3) meningkatkan kesadaran dan integritas para pejabat publik. Ketiga aspek penting yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi ini dapat diatasi menggunakan strategi penal maupun strategi non-penal. 

Strategi Penal merupakan strategi dengan pendekatan jalur hukum pidana, seperti penerapan sanksi hukum pidana yang berat serta memperkuat lembaga hukum, sedangkan Strategi Non-Penal memiliki pendekatan preventif untuk mencegah tindak korupsi dengan membangun integritas, seperti pendidikan antikorupsi sejak dini dan keterlibatan masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat dalam memantau serta melaporkan tindakan korupsi. Upaya memberantas korupsi ini akan efektif jika melibatkan kombinasi dan pendekatan kedua strategi ini (penal maupun non-penal), kedua strategi ini harus diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan.


DAFTAR PUSTAKA

Quah, J. S. (2019). Causes and Consequences of Corruption in Indonesia. The Indonesian Quarterly, 47(2), 145-167.

Suwanda, D. (2020). Combating Corruption in Indonesia: An Analysis of Political Will and Institutional Capacity. Journal of Contemporary Southeast Asian Affairs, 34(1), 1-28.

Transparency International. (2023). Corruption Perceptions Index 2022. Diakses dari https://www.transparency.org/en/cpi/2022

Mungiu-Pippidi, A. (2015). The Quest for Good Governance: How Societies Develop Control of Corruption. Cambridge University Press.

Quah, J. S. (2019). Causes and Consequences of Corruption in Indonesia. The Indonesian Quarterly, 47(2), 145-167.

Suwanda, D. (2020). Combating Corruption in Indonesia: An Analysis of Political Will and Institutional Capacity. Journal of Contemporary Southeast Asian Affairs, 34(1), 1-28.

Transparency International. (2022). Corruption Perceptions Index 2022. Diakses dari https://www.transparency.org/en/cpi/2022

Transparency International. (2023). What is Corruption? Diakses dari https://www.transparency.org/en/what-is-corruption

Daftar Pustaka:

Mungiu-Pippidi, A. (2015). The Quest for Good Governance: How Societies Develop Control of Corruption. Cambridge University Press.

Quah, J. S. (2019). Causes and Consequences of Corruption in Indonesia. The Indonesian Quarterly, 47(2), 145-167.

Suwanda, D. (2020). Combating Corruption in Indonesia: An Analysis of Political Will and Institutional Capacity. Journal of Contemporary Southeast Asian Affairs, 34(1), 1-28.

Transparency International. (2022). Corruption Perceptions Index 2022. Diakses dari https://www.transparency.org/en/cpi/2022

Surtiningsih, (2022). Upaya penanganan korupsi penal dan non penal. Universitas Harapan Bangsa. diakses dari https://www.slideshare.net/slideshow/upaya-penanganan-korupsi-penal-dan-non-penalpdf/254590211 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun