Mohon tunggu...
Angelina  Harli
Angelina Harli Mohon Tunggu... Lainnya - seorang mahasiswa dan grafolog

Psikologi | Fotografi | J-Lit | Sastra | Grafologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Perlu Ada Sistem Tidak Naik Kelas?

9 November 2016   14:57 Diperbarui: 9 November 2016   21:57 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/7c/65/52/7c65520f2f66f0ff07db148626946be0.jpg

Sebagai seorang pelajar, pendidikan merupakan satu kata yang tak lagi asing. Pendidikan menjadi makanan pelajar sehari-hari.

Kita berada di sekolah selama kurang lebih 8 jam, mendengarkan guru yang sedang berbagi ilmu.  Dari senin sampai jumat melakukan rutinitas sekolah yang sama, pulang sekolah belajar untuk ulangan besok harinya kemudian mengerjakan ulangan. Semua siswa berharap dirinya naik kelas, tidak terkecuali satupun.

Namun bagaimana dengan siswa yang tinggal alias tidak naik kelas?

Mungkin bagi sekolah sangat mudah menjawabnya dengan alasan siswa tidak mampu mencapai standard sekolah untuk naik kelas, tapi bagaimana dengan siswa itu sendiri?

Tentu akan timbul banyak kecamuk dan pertanyaan dalam dirinya sendiri dengan dunia luar. Apakah saya sebodoh itu sehingga saya tidak naik sedangkan teman teman naik? Apakah hanya saya yang tidak layak?

Jika siswa tersebut tidak memiliki mental yang kuat, tentu akan menjadi sebuah penderitaan bagi dirinya, belum lagi tekanan-tekanan yang akan didapatinya dari dunia luar.

Akan menjadi lebih sulit apabila keluarga dan orang-orang terdekat tidak mendukung, yaitu menyalahkannya atau menyuruhnya sekolah di tempat yang sama sebagai akibat tidak naik kelas. Tekanan-tekanan tersebut akan berdampak dan membekas pada dirinya dan menimbulkan memori yang buruk.

Akibat dari memori yang buruk ini, mampu berdampak kepada masa depan. Ketika seorang siswa dinyatakan tidak naik kelas, otomatis ia akan berfikir kalau ia tidak mampu, tidak layak, bodoh atau bahkan tidak bisa apa-apa.

Ia bisa aja mulai meragukan masa depannya, dan menghilangkan minat dan bakat yang tadinya ada.

Menurut saya, setiap orang mempunyai kecerdasannya masing-masing, ada yang pada bidang akademik, dan banyak juga yang diluar bidang tersebut.

Sebagai contoh, ada seorang siswa yang memiliki talenta dan bakat dalam menggambar, pelajaran yang menyangkutpautkan menggambar hanyalah 1 mata pelajaran dan bukan yang prioritas, ia dinyatakan tidak naik kelas karena tidak memenuhi standar KKM kelulusan. Padahal siswa ini seharusnya bisa kuliah dan bekerja dalam bidang gambar untuk masa depannya, tetapi karena ia tidak naik kelas, ia mulai meragukan apa bisa ia meneruskan talentanya. Dengan kata lain, menurut saya, pemberlakuan system tidak naik kelas bisa memutuskan harapan seorang anak.

Seorang siswa yang tidak naik kelas biasanya memiliki nilai merah >3 pada mata pelajaran prioritas di rapot, ada banyak faktor siswa ini tidak lulus. Mungkin banyak yang akan berpendapat bahwa siswa ini malas dan tak bisa membagi waktu, mungkin itu bisa terjadi, namun kenyataannya tidak semua siswa malas atau tak bisa membagi waktu. Masih ada banyak faktor-faktor lain, contohnya, siswa ini sulit berkonsentrasi, atau siswa lamban dalam menerima informasi, sudah belajar keras namun masih tidak lulus, kesehatan yang mengganggu siswa belajar, atau kehidupan sosial yang menganggu kehidupannya.

Untuk itu, bagi sekolah yang masih memberlakukan system tidak naik kelas, diharapkan mempertimbangkan dengan sangat matang untuk keputusan seorang siswa yang akan tinggal kelas.

Sekolah harus mengetahui bahwa sebuah keputusan dapat berdampak besar terhadap kehidupan seorang anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun