Mohon tunggu...
Angelina  Andrea
Angelina Andrea Mohon Tunggu... Lainnya - Angie

:))

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Belajar Daring atau Garing?

11 Oktober 2020   16:34 Diperbarui: 11 Oktober 2020   16:36 2278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Terhitung sudah delapan bulan sejak Pandemi Covid-19 melanda di Indonesia pada awal bulan Maret lalu, dimana situasi negara ini mengalami banyak sekali ketimpangan dalam berbagai sektor. Dampak yang sudah terlihat nyata merupakan sebuah bukti yang konkret bahwa pandemi ini bukan hanya isu semata melainkan hal yang benar-benar nyata. 

Hal tersebut tentu memberikan dampak besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia, terlebih perubahan aktivitas belajar-mengajar serta sistem yang harus digarap akan menimbulkan banyak sekali pro dan kontra. Solusi yang ditawarkan pemerintah adalah menjalankan aktifitas pembelajaran daring (online learning) yang menjadi sebuah pilihan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 semakin meluas. 

Praktik pendidikan daring (online learning) ini dilakukan oleh berbagai tingkatan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA, bahkan hingga tingkat perguruan tinggi. 

Tidak ada lagi kegiatan belajar- mengajar di ruang- ruang kelas, guru maupun dosen mengubah semua kebiasaan cara belajar yang sudah dilakukan turun temurun  dan dipaksa untuk beradaptasi dengan waktu yang begitu singkat. 

Hal tersebut merupakan langkah yang tepat diambil dalam situasi dan kondisi di tengah pandemi, tetapi persiapan yang dibutuhkan tidak memadai untuk menopang pembelajaran seperti ini. 

Banyak dari pelajar di Indonesia seringkali mengeluhkan terbatasnya sarana dan prasarana yang tersedia, terlebih budaya belajar yang harus dirubah sedemikian rupa. Akibatnya banyak tenaga pendidik yang gagap menghadapi situasi dengan perubahan drastis seperti ini. 

Bukan hanya dari tenaga pendidikan yang kelimpungan, banyak orang tua yang keberatan terutama bagi kalangan menengah kebawah dimana mereka masih banyak yang tidak memiliki gadget ataupun laptop, belum berhenti disana masalahnya kuota juga menjadi perdebatan yang sengit dikalangan orang tua peserta didik dan masyarakat. 

Hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan besar dari masyarakat terhadap pemerintah yang menanyakan "Apa hal yang sudah dilakukan pemerintah serta persiapan apa saja yang tengah digarapnya?". Masyarakat, khususnya para pelajar di Indonesia mengharapkan sebuah terobosan baru untuk menyudahi sistem belajar yang digarap secara "dadakan" dengan sistem yang sudah disempurnakan. 

Pasalnya sudah satu semester berlalu dan sudah memasuki tahun ajaran baru sehingga kemakluman masyarakat lama- kelamaan mulai memudar. Besar harapan kami terhadap pemerintah Republik Indonesia agar segera membenahi masalah- masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan, kematangan sistem serta eksekusi yang baik. 

Kejenuhan para pelajar dengan sistem belajar secara 'daring' seharusnya menjadi pertimbangan, terlebih setumpuk tugas yang terasa tidak ada habisnya semakin membuat para pelajar malas belajar sehingga mereka memutuskan untuk mencari jalan pintas. 

Jika terus- menerus demikian maka akan adanya kebobrokan kualitas pelajar di Indonesia sehingga mau tidak mau pemerintah serta tenaga pendidik harus memutar otak untuk menyikapi permasalahan semacam ini. Mungkin hal tersebut juga ditimbulkan karena pola pikir pelajar di Indonesia yang masih bergantung pada pelajaran offline dan belum bisa beradapatasi dengan kondisi yang terjadi begitu cepat. 

Sebagai penutup, para penyelanggara pendidikan dan pemerintah mesti bisa menyediankan proses pembelajaran yang tidak menimbulkan kejenuhan untuk para pelajar. Agar tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan sebaik-baiknya. 

Guru harus bersedia dan mampu berfikir out of the box  dan beradaptasi dengan kondisi pembelajaran daring. Bukan hanya pelajar yang harus mampu menyesuaikan  dengan situasi tetapi sebaiknya guru juga deminikian. Guru harus berupaya beranjak dari "zona nyamannya" demi menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan berdaya guna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun