Sibuk Mengais Eksistensi, Mahasiswa Lupa Jati Diri
Culture Shock Mahasiswa Baru
Peralihan masa sekolah ke jenjang perguruan tinggi membuat mahasiswa penasaran apa hal yang akan dihadapi. Perbedaan sistem pembelajaran, cara berpakaian, dan sistematika pergaulan membuat mahasiswa disentak untuk cepat beradaptasi. Mahasiswa yang belum mempunyai rancangan akan kehidupan perkuliahan akan bingung dan mudah terbawa arus di dalam dunia perkuliahan ini. Rasa penasaran yang menggebu-gebu membuat mahasiswa ingin mengikuti semua kegiatan yang dirasa meningkatkan eksistensi diri. Mendaftar kesana-kemari dengan dalih meningkatkan potensi diri, tapi jika tidak dapat mengendalikan diri mahasiswa akan kesusahan dalam menghadapi semua yang terjadi.
Jebakan Eksistensi di dalam Pusaran Dunia Maya
Seiring berjalannya waktu, mahasiswa yang linglung akan cenderung terbawa arus dunia maya. Mahasiswa akan mengikuti apa pun yang dianggap sempurna bagi lingkungan sekitar, dan kemungkinan terburuknya bisa terjerumus dalam pergaulan yang tidak sesuai dan tidak terarah. Perbandingan sosial lingkungan sekitar sangat memengaruhi kehidupan mahasiswa, apalagi di media sosial. Jika terlalu larut dalam media sosial mahasiswa mungkin merasakan tekanan yang berlebih untuk selalu menampakkan kegiatan terbaiknya oleh lingkungan sekitarnya.
Media sosial telah menjadi cermin bagi para mahasiswa. Mereka berlomba-lomba mencari versi sempurna di mata orang lain, bukan sesuai kapasitasnya sendiri. Sebagai contoh, mereka akan mengunggah foto dan video yang menunjukkan kemewahan dan kesuksesan yang lebih dari kenyataan sebenarnya. Mereka mungkin akan menghabiskan waktu untuk mencari pengakuan dari orang lain.
Timbulnya Tekanan Sosial dan Mental
Perbandingan sosial yang tidak pernah berhenti di media sosial akan membuat mahasiswa tekanan mental. Mahasiswa akan terus merasa tidak cukup atas pencapaiannya, dan terus membandingkan kesuksesannya dengan orang lain. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi mahasiswa. Mahasiswa mungkin bisa mengalami stres, kecemasan yang berlebih dan sulit tidur akibat interaksi yang kurang sehat.
Interaksi kemanusiaan juga akan berubah antara dunia nyata dan maya. Mahasiswa yang sudah terjerumus cenderung lebih menghargai interaksi daring dibandingkan interaksi langsung di dunia nyata. Sebagai contoh, mahasiswa yang lebih aktif di organisasi, tetapi jika dihubungi tentang tugas perkuliahan sangat susah, dan cenderung abai. Hal ini dapat mengurangi kualitas hubungan mereka dengan keluarga, teman, dan lingkungan sekitar.
Kehilangan Jati Diri
Ketika mahasiswa terlalu sibuk mencari eksistensi, mereka akan kehilangan jati diri mereka sebagai mahasiswa yang teladan. Terkadang mahasiswa yang terlalu sibuk cenderung akan mengesampingkan tugas perkuliahan. Mereka akan lebih berfokus ke pengakuan dunia maya dan bukan dari minat pribadi mereka. Mereka juga akan mulai kehilangan nilai-nilai diri mereka sendiri karena lebih mementingkan pengakuan sempurna dari orang lain. Padahal, jati diri yang kuat dan autentik merupakan kunci sukses yang dimiliki setiap orang dengan jalan yang berbeda.
Cara Mengatasi
Mahasiswa perlu mengembangkan kesadaran diri, dengan cara membuat rancangan terstruktur yang akan dilakukan beberapa tahun ke depan. Mahasiswa juga harus menerapkan prinsip-prinsip hidup, motivasi, dan tujuan yang baik pada masa perkuliahan ini agar tidak terbawa arus yang buruk. Mahasiswa harus benar-benar memahami apa skala prioritas yang terbaik yang menghasilkan hasil yang baik untuk kehidupan perkuliahan mereka. Pengurangan penggunaan media sosial juga bisa diterapkan untuk mewujudkan batasan yang sehat. Mahasiswa juga bisa mencari kegiatan yang benar-benar memberikan manfaat untuk kehidupan.
Kesimpulan
Mencari eksistensi di awal dunia perkuliahan memang penting untuk menggali potensi diri dan meningkatkan keterampilan nonteknis, tetapi tidak boleh sampai menghilangkan jati diri sebagai mahasiswa teladan. Mahasiswa harus menyeimbangkan eksistensi dengan kemampuan yang mumpuni untuk mengatur semua itu agar berjalan dengan lancar. Mahasiswa juga harus percaya diri akan kemampuannya sendiri, tanpa harus me Dengan demikian mahasiswa bisa mendapatkan kemampuan eksternal dan juga internal di dalam perkuliahan dengan seimbang, kehidupan mahasiswa akan lebih berarti dan bermakna di dalam setiap kegiatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H