Pada malam Natal, Selasa, 24 Desember 2024 seluruh Umat Kristiani yang berada di Suriah untuk pertama kalinya merayakan serta menghadiri kebaktian malam sejak rezim Bashar Al-Assad digulingkan pada awal Desember lalu. Suasana yang meriah ditandai dengan music, kembang api dan masyarakat yang mengenakan kostum topi Santa.
Perayaan ini memberikan secercah kebahagiaan bagi para umat Kristen yang berada di Suriah, di kota mereka yang telah dilanda perang selama lebih dari 1 dekade dan dikenal dengan penjara tempat ribuan orang ditahan.
Salah satu warga mengatakan bahwa tahun ini, Natal disambut dengan kemenangan dan penuh dengan kebahagiaan. "Tahun ini berbeda, ada kebahagiaan, kemenangan dan kelahiran baru bagi Suriah dan kelahiran baru bagi Kristus", ujar seorang peserta Houssam Saadeh yang dikutip dari Al-Arabiya.
Di sisi lain, beberapa warga juga mengatakan Natal ini menjadi harapan baru bagi persatuan lintas semua organisasi dan agama-agama di Suriah.
Gereja Katolik Melkite Yunani di kota tua Damaskus dipenuhi dengan jemaat di malam hari dengan para jemaat menerima hadiah di pintu masuk gereja.
Paduan suara gereja berjalan mengelilingi halaman gereja sambil menyanyikan nyanyian puji-pujian dan para pemuka dari gereja membunyikan lonceng untuk menandai dimulainya misa.
Dalam pidatonya, Patriark Katolik Melkit Yunani, Youssef Absi, berdoa untuk pemulihan, perdamaian, persatuan, koeksistensi dan dialog di Suriah, seraya menekankan bahwa bekerja sama akan membuat hal itu lebih mudah dicapai.
"Kami mengharapkan keamanan dan stabilitas lagi dan berharap juga pemerintahan baru mempersiapkan sebuah konstitusi yang mencakup semua elemen di Suriah", ujar Jawal Abu Jeraf salah satu anggota pemuda gereja kepada Anadolu Agency
Salah satu jemaat misa, Affaf Aqqa yang turut serta dalam peribadatan, menyebutkan bahwa Natal kali ini merupakan symbol dari "Cahaya, harapan, awal kehidupan baru, lahirnya perdamaian dan ketulusan". " Kami berharap apa yang telah terjadi di masa lalu akan tetap menjadi masa lalu. Kami tidak ingin membalas dendam dan mari kita semua hidup bersama-sama dalam kedamaian".
Dikutip dari The New Arab, ibadah malam Natal di Suriah dijaga dengan pengamanan ketat karena kekhawatiran akan terjadinya kekerasan terhadap tempat-tempat peribadatan umat Kristen. Gereja-gereja dijaga oleh mobil-mobil pickup milik kelompok berkuasa, yaitu Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) yang diparkir dan sejumlah anggota pasukan bersenjata berpatroli di jalan-jalan sekitar gereja.
Bangku-bangku di Gereja Lady of Damaskus di ibu kota Suriah Damaskus, dipenuhi oleh jemaat dari kalangan muda dan tua. Para jemaat memegang lilin dan memutar lagu-lagu Rohani Natal sehingga memenuhi dan menggema di seluruh gereja.
Menjelang akhir misa, sekelompok anggota pasukan keamanan dari pemerintahan baru Suriah mengunjungi gereja sebagai bagian dari perayaan Natal.
Namun dibalik harunya suasana Natal yang tengah dirasakan oleh Umat Krisiani di Suriah, beberapa jam sebelum kebaktian dilaksanakan, ratusan warga Suriah di Damaskus berkumpul untuk mengunjuk rasa dan mengecam atas pembakaran pohon Natal yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal di pedesaan utara provinsi Hama di Suriah Tengah-Barat.
Hama merupakan salah satu provinsi yang terletak di Suriah yang memiliki keberagaman agama paling tinggi karena menjadi rumah bagi para penganut agama Kristen, Syiah, Sunni dan Alawi.
Pohon tersebut dikabarkan dibakar pada tanggal 23 Desember, yang semakin meningkatkan ketakutan di kalangan minoritas Kristen Suriah. Sebuah video menunjukkan sejumlah pria membakar pohon Natal yang dipajang di kota Suqaylabiyah yang dimana penduduk daerah tersebut merupakan mayoritas beragama Kristen.
Peristiwa tersebut berakibat viral hingga memicu aksi protes dari warga-warga. Tidak diketahui siapa yang membakar pohon tersebut, namun disusul dengan sebuah dokumentasi video yang muncul menunjukkan seorang pemberontak berdiri di samping para pendeta dan bersumpah akan menghukum para pelaku pembakaran.
"Besok pagi anda akan melihat pohon natal itu sudah pulih sepenuhnya", ujar salah satu pemberontak yang tidak disebutkan identitasnya kepada kelompok pengunjuk rasa di samping pohon Natal yang terbakar.
Sembari membawa kayu salib, para demonstran meneriakkan "Kami prajuritmu Yesus", "Dengan darah dan jiwa, kami berkorban demi Yesus" dan "Rakyat Suriah adalah satu".
"Kami mengunjuk rasa untuk menuntut hak-hak kami dan mengecam pembakaran pohon natal dan serangan terhadap gereja-gereja. Kami tidak bisa menerima perlakuan ini", ungkap salah seorang demonstran, Laila Farkouh yang dikutip dari The New Arab.
Insiden ini terjadi 3 minggu setelah pemberontakan oposisi memimpin kampanye yang sukses untuk menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad. Umat Kristen Suriah kini bergabung dengan umat Kristen di Lebanon dan wilayah Palestina untuk merayakan Natal di tengah ketidakpastian dan ketakutan yang besar di wilayah tersebut.
Salah satu warga Katolik berusia 24 tahun di Damaskus mengatakan, para pengunjuk rasa di ibu kota berbaris menuju gereja-gereja untuk menuntut perlindungan yang lebih baik lagi bagi umat Kristen di Suriah.
Ketika para pemberontak Islam menyapu kota terbesar kedua di Suriah dalam sebuah operasi yang pada akhirnya berujung pada penggulingan rezim Assad yang brutal, umat Kristen diberi jaminan bahwa gereja dan property mereka akan tetap dilindungi.
Penguasa Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), Abu Mohammed Al-Jolani atau yang saat ini dikenal dengan Ahmed Al-Sharaa telah menjamin keamanan kepada umat Kristiani dan kelompok lain di Suriah yang dijalankan oleh kelompok HTS, mantan afiliasi Al Qaeda.
Meskipun dirinya mantan pemimpin kelompok Islam Sunni yang memandang umat Kristen sebagai kafir, Sharaa dengan cepat menanggalkan seragam jihadnya dan beralih ke pakaian bisnis dalam penampilannya baru-baru ini.
Ia telah menyampaikan kepada para pejabat Barat yang berkunjung bahwa HTS tidak akan membalas dendam terhadap rezim Assad yang tokoh-tokoh seniornya sebagian besar berasal dari sekte Islam Alawit atau kelompok agama minoritas lainnya serta tidak akan menindas minoritas agama lainnya.
Di bawah Assad, umat Kristen diizinkan untuk merayakan hari raya mereka dan menjalankan ritual mereka, namun penduduk di ibu kota Suriah, Damaskus mengatakan kepada CNN bahwa HTS tidak memberlakukan pembatasan apapun pada perayaan tahun ini, sehingga masih begitu banyak umat Kristiani yang belum yakin dan khawatir bahwa elemen-elemen bersenjata yang bukan dari HTS melakukan penyerangan terhadap mereka.
Pohon Natal dan dekorasi meriah lainnya terpasang di seluruh lingkungan Kristen di Damaskus, tetapi orang-orang mengurangi perayaan mereka dan memberlakukan pembatasan mereka sendiri ditengah ketiadaan komunikasi dari HTS.
Seorang warga Aleppo berusia 50 tahun, Hilda Haskour yang beragama Katolik sedang bersiap-siap untuk merayakan Natal, ia mengatakan bahwa masih ada kekhawatiran di kalangan umat Kristiani, termasuk dirinya sendiri.
"Kami hanya ingin hidup dengan damai dan aman, kami tidak meminta banyak... ada ketakutan, orang-orang Lelah", ujar Haskour.
Pembakaran dari pohon Natal dan insiden pada tanggal 18 Desember, orang-orang bersenjata tidak dikenal melepaskan tembakan di sebuah gereja Ortodoks Yunani di kota Hama, memasuki kompleks tersebut dan berusaha menghancurkan sebuah salib serta memecahkan batu nisan di sebuah pemakaman.
2 kejadian ini menjadi salah satu contoh dari beberapa insiden yang menimpa atau yang menargetkan umat Kristen sejak jatuhnya rezim tersebut.
Dalam insiden terpisah, wartawan Reuters melihat beberapa mobil SUV yang melaju melewati Bab Touma, sebuah lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama Kristen di Damaskus, menyanyikan lagu-lagu jihad dari pengeras suara mereka.
. . .
Sebagai informasi tambahan, pasukan rezim Assad dan kelompok anti-rezim kembali bentrok pada tanggal 27 November 2024.
Bentrokan antara 2 kelompok ini terjadi di daerah pedesaan sebelah Barat Aleppo, kota besar di Suriah Utara dan bentrokan ini berlangsung selama 10 hari.
Kelompok pemberontak melancarkan berbagai aksi serangannya hingga merebut kota-kota penting di Suriah.
Puncaknya terjadi pada hari Minggu, 8 Desember 2024 ketika oposisi yang di dukung oleh unit-unit militer yang membelot menyebabkan rezim Assad runtuh setelah perang saudara yang berlangsung selama 14 tahun.
Setelah digulingkan, Assad dilaporkan kabur dari Suriah dan berada di Moskow setelah mendapat tawaran suaka dari Russia.
Hal ini pun dilaporkan oleh kantor berita Russia, Interfax pada hari Minggu 8 Desember 2024.
Assad dikabarkan tidak kabur seorang diri, melainkan ia kabur dari Suriah bersama dengan keluarganya. Dan kabar ini pun dikonfirmasi langsung oleh juru bicara Kremlun, Dmitry Peskov.
Peskov mengatakan bahwa Assad sendiri telah diberi suaka di Russia dan mengatakan keputusan itu dibuat langsung oleh Presiden Russia, Vladimir Putin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H