Sunat atau khitan merupakan sebuah tindakan medis yang sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Biasanya, sunat dilakukan kepada anak laki-laki. Tetapi, data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan lebih dari setengah anak perempuan di Indonesia pernah disunat. Sunat perempuan merupakan prosedur pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar.Â
Dari pengertian singkat saja, praktik ini terkesan sangat menyakitkan, mengingat sunat biasanya dilakukan kepada anak perempuan yang berusia kurang dari 11 tahun. Lantas, mengapa praktik ini tetap dilakukan?
PELESTARIAN TRADISI
Tradisi sunat perempuan diyakini datang dari benua Afrika. Penyebarannya semakin meluas ke daerah Timur Tengah melalui Mesir yang diperkirakan telah terjadi dari masa pra-Islam. Di Indonesia sendiri, tradisi sunat perempuan diperkirakan ada sejak zaman animisme dan dinamisme.
Menurut Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, praktik sunat perempuan masih dilakukan di beberapa wilayah Indonesia seperti Gorontalo, Bangka Belitung, Banten, Kalimantan, Jawa Barat, dan Sulawesi atas alasan pelestarian tradisi. Di Gorontalo, sunat perempuan dikenal dalam adat Mo Polihu Lo Limu yang mana sunat dilakukan pada anak perempuan berusia 2 tahun dengan mencubit dan membersihkan selaput tipis dari kelamin anak tersebut. Berbeda dari Gorontalo, di Banten, praktik ini bervariasi. Mulai dari pemotongan klitoris pada bayi perempuan berusia 40 hari, mengerik kulit kelamin dengan uang logam, sampai menusuk bagian bawah klitoris.Â
AJARAN AGAMA DAN SUNAT PEREMPUAN
Selain tujuan pelestarian tradisi, seringkali ditemukan pernyataan bahwa tujuan dari praktik sunat perempuan ini dilakukan untuk menjalankan perintah agama seperti ajaran agama Islam. Berkaitan dengan ijma' ulama di Indonesia mengenai sunat perempuan, telah dikeluarkan Fatwa MUI No.9A/2008 yang berbunyi: "Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang dianjurkan)." Ketika berbicara tentang sunat perempuan, Wahbah al-Zuhayli mengartikannya sebagai pemotongan kulit paling atas alat kelamin perempuan.
Hasbi Ash-Shiddiqi menyatakan bahwa sunat perempuan melibatkan pemotongan sebagian kecil kulit yang menutupi ujung klitoris atau menghilangkan sebagian klitoris. Pernyataan diatas menunjukkan bahwa tidak ada keseragaman teknik pada sunat perempuan. Keberagaman cara tersebut biasanya mengikuti tradisi yang berlaku di setiap negara.Â
Ketidakseragaman arti dan teknik sunat perempuan perlu diberikan perhatian lebih oleh Pemerintah. Jangan sampai sunat perempuan ini tidak memberikan manfaat dan malah merugikan perempuan dengan mengatasnamakan tradisi dan ajaran agama.Â
ASPEK HUKUM KESEHATAN
Menurut penelitian, sunat perempuan secara medis nyatanya tidak memiliki manfaat dan malah menimbulkan masalah serius. Masalah ini dapat berupa infeksi saluran kemih, penyakit radang panggul, kista, pembentukan keloid, dan masih banyak lagi. Bak sudah jatuh tertimpa tangga, di beberapa kasus, wanita yang telah disunat ketika melakukan hubungan seksual dan melahirkan, jahitan sunatnya harus dipotong.