Mohon tunggu...
Angelica Edelweis
Angelica Edelweis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Law Student at Universitas Indonesia

Currently studying Law

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sunat Perempuan: Tarik Ulur Eksistensi demi Tradisi yang Tak Berarti

13 Mei 2022   21:30 Diperbarui: 13 Mei 2022   21:34 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam dunia medis, terdapat kaidah bioetika yang yang wajib diikuti oleh tenaga medis. Salah satunya adalah kaidah  non maleficence yaitu setiap tindakan medis dilakukan untuk mengurangi rasa sakit pasien dan tidak menambah rasa sakit. Kaidah ini juga sejalan dengan prinsip dalam dunia medis yaitu Per primum non Nocere yaitu tenaga medis sedapat mungkin tidak menyakiti pasien. Praktik sunat perempuan jelas menyalahi kaidah non maleficence dan sudah seharusnya Pemerintah menunjukkan sikap tegas. 

PEMERINTAH VS. SUNAT PEREMPUAN

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai sunat perempuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan ("Permenkes") No.1636/2010. Dalam peraturan tersebut, sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, seperti dokter, bidan, dan perawat, yang telah memiliki surat izin praktik ataupun surat izin kerja sekalipun sudah sangat jelas praktik ini menyalahi kaidah bioetika yang seharusnya diikuti oleh tenaga medis.

Sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan dari perempuan yang akan disunat, orang tua, ataupun walinya. Permenkes juga mengeluarkan serangkaian larangan, yaitu:

  1. Mengkauterisasi klitoris

  2. Memotong/merusak klitoris, baik sebagian maupun seluruhnya

  3. Memotong/merusak labia minora, labia majora, selaput dara, dan vagina, baik sebagian maupun seluruhnya

Dalam perkembangannya, Permenkes tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan diberlakukannya Permenkes No. 6/2014. Pertimbangannya adalah pelaksanaan sunat perempuan tidak berdasarkan indikasi medis dan tidak bermanfaat bagi kesehatan.

Akan tetapi, sampai sekarang, masih ada permintaan untuk dilakukannya sunat perempuan sehingga Menteri Kesehatan memberikan mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara'k untuk membuat pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin kesehatan dan keselamatan dari perempuan yang disunat. Namun, tidak ada tindak lanjut dari mandat ini. Akibatnya, pelaksanaan sunat perempuan masih berpotensi membahayakan perempuan.

PENEGAKAN HAK ASASI

Praktik sunat perempuan ini sudah jelas merupakan tindakan melanggar Hak Asasi Perempuan dan Anak. Praktik ini umumnya dilakukan pada anak di bawah umur dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Praktik ini melanggar hak atas kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun