Dalam dunia medis, terdapat kaidah bioetika yang yang wajib diikuti oleh tenaga medis. Salah satunya adalah kaidah  non maleficence yaitu setiap tindakan medis dilakukan untuk mengurangi rasa sakit pasien dan tidak menambah rasa sakit. Kaidah ini juga sejalan dengan prinsip dalam dunia medis yaitu Per primum non Nocere yaitu tenaga medis sedapat mungkin tidak menyakiti pasien. Praktik sunat perempuan jelas menyalahi kaidah non maleficence dan sudah seharusnya Pemerintah menunjukkan sikap tegas.Â
PEMERINTAH VS. SUNAT PEREMPUAN
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai sunat perempuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan ("Permenkes") No.1636/2010. Dalam peraturan tersebut, sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, seperti dokter, bidan, dan perawat, yang telah memiliki surat izin praktik ataupun surat izin kerja sekalipun sudah sangat jelas praktik ini menyalahi kaidah bioetika yang seharusnya diikuti oleh tenaga medis.
Sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan dari perempuan yang akan disunat, orang tua, ataupun walinya. Permenkes juga mengeluarkan serangkaian larangan, yaitu:
Mengkauterisasi klitoris
Memotong/merusak klitoris, baik sebagian maupun seluruhnya
Memotong/merusak labia minora, labia majora, selaput dara, dan vagina, baik sebagian maupun seluruhnya
Dalam perkembangannya, Permenkes tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan diberlakukannya Permenkes No. 6/2014. Pertimbangannya adalah pelaksanaan sunat perempuan tidak berdasarkan indikasi medis dan tidak bermanfaat bagi kesehatan.
Akan tetapi, sampai sekarang, masih ada permintaan untuk dilakukannya sunat perempuan sehingga Menteri Kesehatan memberikan mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara'k untuk membuat pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin kesehatan dan keselamatan dari perempuan yang disunat. Namun, tidak ada tindak lanjut dari mandat ini. Akibatnya, pelaksanaan sunat perempuan masih berpotensi membahayakan perempuan.
PENEGAKAN HAK ASASI
Praktik sunat perempuan ini sudah jelas merupakan tindakan melanggar Hak Asasi Perempuan dan Anak. Praktik ini umumnya dilakukan pada anak di bawah umur dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Praktik ini melanggar hak atas kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat.