Menurut data dari Komisi Nasional Perempuan Indonesia, jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak kasus kekerasan seksual terhadap wanita di Indonesia. Apakah kalian pernah bertanya mengapa terdapat kasus kekerasan seksual ?Â
Kekerasan seksual terhadap perempuan ada karena budaya patriarki dan pemikiran misoginisme. Pertama-tama mari kita bahas budaya patriarki. Patriarki adalah budaya yang menstrukturkan laki-laki sebagai pemimpin, penguasa dan titik pusat. Budaya patriarki sudah ada sejak zaman dahulu dan sudah mengental dalam kehidupan sehari-hari. Ini menghasilkan pandangan bahwa wanita memiliki kasta di bawah laki-laki maka terbentuklah budaya misoginis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) misoginis adalah kebencian, tidak suka, atau ketidakpercayaan terhadap perempuan. Misoginis merupakan sebuah bentuk diskriminasi dari kaum laki-laki agar perempuan menjadi inferior secara sosial maupun secara mental. Laki-laki akan merasa terancam jika wanita lebih sukses atau berada  diatas mereka.Â
Laki-laki yang seperti ini biasanya memiliki ego yang tinggi dan juga pemikiran patriarki yang kental. Sehingga jika melihat perempuan yang lebih pintar atau lebih sukses dari mereka, maka reaksi mereka adalah membenci atau memperlakukan perempuan secara kasar. Â
Bagaimana kekerasan seksual pada wanita dapat terjadi? Akibat dari budaya yang sudah menjamur di masyarakat laki-laki akan secara naluri memandang diri mereka lebih superior daripada perempuan. P
emikiran ini akan mempengaruhi bagaimana mereka memperlakukan wanita. Laki-laki yang memandang perempuan dengan rendah akan mudah menjadi pelaku kekerasan seksual.Â
Mereka tidak segan dalam memukul atau menghina perempuan secara verbal karena bagi mereka perempuan layak dan pantas diperlakukan seperti itu. Perilaku tersebut tentunya salah namun kenapa perilaku tersebut masih ada dan terus menjalar di masyarakat?Â
Hal ini dikarenakan kekerasan seksual sangat dinormalisasi di masyarakat. Budaya patriarki yang kental tidak akan pernah memandang laki-laki yang salah. Budaya patriarki akan terus memandang laki-laki sebagai suatu makhluk yang perkasa dan selalu menyalahkan perempuan.Â
Namun, apakah penyebab atau alasan sehingga perempuan layak untuk diperlakukan secara kasar? Tidak ada, apapun gendernya tidak ada yang pantas untuk menerima perlakuan yang kasar. Semua orang tanpa memandang gender atau kelas sosialnya layak diperlakukan dengan baik dan dipandang secara setara.Â
Kekerasan seksual meninggalkan bekas bagi korbannya. Akibat dari kekerasan seksual banyak perempuan menderita depresi dan trauma dalam waktu yang panjang.Â
Trauma meninggalkan bekas lama dan mendalam serta membuat banyak perempuan sulit untuk terbuka. Oleh karena masyarakat selalu membela laki-laki daripada perempuan dan mereka memandang hal tersebut sia-sia jika mereka tidak mendapatkan keadilan.Â
Maka sudah seharusnya masyarakat mulai terbuka akan dampak yang dirasakan perempuan dan bukan kenapa hal tersebut bisa terjadi.Â
Misoginis dan kekerasan seksual yang dialami perempuan sudah cukup lama dan terlalu berkepanjangan. Sudah waktunya masyarakat keluar dari pemikiran kuno dan tradisional tersebut dan mau maju menerima pemikiran baru seperti feminisme.Â
Pemikiran yang memandang bahwa semua gender itu harus sama dari segi sosial, politik dan ekonomi. Maka ada tiga langkah menurut penulis yang dapat ditanamkan dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Pertama, mengedukasi orang-orang bahwa budaya patriarki sudah tidak relevan. Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam kehidupan politik, sosial dan ekonomi. Pemikiran bahwa perempuan lemah, emosional dan tidak cocok dalam dunia kerja sudah tidak relevan.
 Perempuan juga mampu dalam melakukan tugas laki-laki dan bisa lebih baik. Sudah banyak perempuan yang mampu dalam melakukan pekerjaan laki-laki contohnya dalam menjadi pemimpin. Salah satu tokoh pemimpin yang berhasil seperti Jacinda Ardern, perdana menteri wanita dari New Zealand. Beliau berhasil dalam memimpin New Zealand menjadi salah satu negara dengan angka Covid-19 paling rendah menunjukkan bahwa dengan arahan  yang baik siapa saja mampu dalam memimpin.Â
Kedua, membuat hukum yang melindungi hak wanita. Hukum adalah sarana yang dapat menjamin hak-hak perempuan dipenuhi. Jika ada hukum yang melindungi hak perempuan maka semua pelaku kekerasan seksual akan diadili dan dihukum dengan adil. Sehingga ini akan membuat laki-laki sadar akan semua konsekuensi dari perbuatannya.Â
Laki-laki tidak bisa lagi berlaku semena-mena terhadap perempuan. Sebagai informasi tambahan, banyak perempuan di Indonesia sedang berjuang agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU PKS dapat disahkan sehingga wanita di Indonesia akan mendapatkan keadilan dan merasa aman di lingkungan mereka. Hal ini menunjukkan seberapa penting hukum dapat menjamin hak perempuan.Â
Ketiga, mengajarkan anak-anak untuk menghormati perempuan. Kita tidak bisa merubah sesuatu yang ada secara cepat, pemikiran misoginisme dan patriarki telah ada dan menjamur di masyarakat tetapi kita bisa mulai mengajarkan generasi muda.Â
Generasi yang baru harus diajarkan bahwa semua gender memiliki posisi yang sama dan setara bahwa semua harus diperlakukan secara adil. Dengan mengajarkan generasi baru mengenai hal tersebut ini akan perlahan merubah stigma dan memperbaiki cara pandang masyarakat akan perempuan.Â
Di dunia ini semua orang memiliki hak dan kedudukan yang sama terlepas gender yang dimiliki, ini tidak berarti seseorang lebih tinggi dari yang lain. Hormatilah semua orang tanpa memandang gender.Â
Semua manusia berasal dari kandungan seorang ibu yang merupakan perempuan. Tidak ada orang yang mau melihat ibu mereka diperlakukan secara tidak adil. Maka hormatilah dan perlakukan semua wanita dengan baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H