Mohon tunggu...
Angelica
Angelica Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Never stop learning because life never stops teaching

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Erupsi Gunung Semeru dan Pentingnya Manajemen Risiko

13 Desember 2021   18:13 Diperbarui: 13 Desember 2021   18:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 4 Desember 2021 terjadi erupsi di Gunung Semeru, permukiman warga di kaki Gunung Semeru, tanah, ternak terkena semburan guguran asap tebal awan panas dan banjir. Dari kejadian ini, 46 orang meninggal, 9 orang hilang, 18 orang luka berat, 11 orang luka ringan, dan 9.118 orang mengungsi (sebagaimana yang termuat dalam harian Kompas tanggal 11 Desember 2021).

Konteks

Sebelum membahas lebih lanjut, berikut gambaran umum (konteks) mengenai kejadian erupsi Gunung Semeru. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan Puncak Mahameru yang berada di ketinggian 3.676 mdpl. Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Jambi dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.

Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Kawah Jonggring Saloka. Secara administratif, gunung berapi ini terletak di dua kabupaten di Jawa Timur, yaitu Malang dan Lumajang, serta termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Erupsi di Gunung Semeru ini bukan baru kali ini terjadi, melainkan  sudah sering terjadi, tercatat sejak tahun 1818 -- 1913 (namun tidak terdokumentasi dengan baik, beberapa kali terjadi aktivitas vulkanik dan erupsi juga di tahun 1940an-1990an, sementara di tahun 2000an tepatnya di tahun 2002, 2004, 2005, 2007, dan 2008.

Melihat dari sisi manajemen risiko, risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu risiko murni (risiko yang dapat dialihkan), risiko spekulatif (risiko yang tidak dapat diahlikan), dan risiko dasar. Kejadian risiko erupsi Gunung Semeru ini tergolong dalam risiko dasar atau risiko catastrophic dimana risiko dasar adalah suatu peristiwa dimana disebabkan dan ditimbulkannya oleh alam dan bersifat catasthropic (dalam skala besar) dimana peristiwa jarang terjadi, namun jika terjadi akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Peristiwa ini memang bersifat bencana, namun sungguh ironis mengingat bencana ini sudah berulang kali terjadi, namun jumlah korban yang berjatuhan tetap banyak, belum lagi kerugian material yang cukup besar. Hal ini memperlihatkan "ketidaksiapan" menghadapi bencana ini.

Risk Owner

Berikutnya, saya akan membahas risk owner, yaitu pihak yang bertanggungjawab atss terjadinya risiko. Maka untuk kejadian risiko ini, menurut saya, risk ownernya adalah PVBMG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), dimana mereka yang bertanggungjawab untuk memonitor keadaan Gunung Semeru dan memberikan peringatan dini. Meski demikian, diperlukan juga kesadaran/kepekaan masyarakat.

Identifikasi Risiko

Masuk ke proses identifikasi risiko, tentu saja setiap orang mendambakan tempat tinggal yang nyaman dan aman. Namun, erupsi Gunung Semeru membuat para penduduk harus terpaksa mengungsi, bahkan sebagian dari mereka menjadi korban keganasan semburan asap tebal awan panas. Yang menjadi akar penyebab dari Erupsi Gunung Semeru adalah curah hujan yang tinggi disertai bibir lava yang runtuh.

Berikutnya, hal-hal yang dapat menjadi indikator risiko adalah perubahan hawa yang tiba-tiba menjadi panas, hewan-hewan yang keluar dari hutan, suara bergemuruh, langit yang terang berubah menjadi gelap gulita. Faktor positif atau internal control yang ada saat ini adalah adanya peringatan dini yang dikeluarkan oleh PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Dampak kualitatif dari kejadian risiko ini adalah memakan korban jiwa (entah hilang, luka-luka hingga meninggal), hilangnya harta benda (kerusakan pada rumah, tanah, dan sebagainya).

Analisis Risiko

Selanjutnya, masuk ke proses analisis risiko, dimulai dari probabilitas atau kemungkinan terjadinya, menurut saya adalah sedang (skor 3), memang ini termasuk peristiwa yang jarang terjadi, namun melihat histori sebelum-sebelumnya, Gunung Semeru ini sudah cukup sering terjadi erupsi maupun aktivitas vulkanik.

Dampaknya menurut saya sangat berat (skor 5) karena membuat banyak korban berjatuhan, entah yang luka-luka, hilang, bahkan meninggal. Selain itu, banyak juga penduduk yang harus mengungsi, kehilangan tempat tinggal, hewan ternak, tanah/sawah mereka.

Melihat probabilitas dan dampaknya dimana hasil perkaliannya 15 (3x5) dan termasuk ke level EXTREME HIGH. Untuk kejadian risiko ini ditaksir menimbulkan kerugian mencapai Rp310 Miliar.

Penanganan / Perlakuan Risiko

Masuk ke tahap penanganan/perlakuan risiko, untuk strategi menghadapi risiko erupsi Gunung Semeru adalah MITIGATE (mitigasi yang artinya kita berusaha mengurangi kemungkinan terjadinya risiko atau mengurangi dampak atas terjadinya risiko melalui sejumlah upaya).

Penanganan yang dapat dilakukan adalah perlu disediakannya alat semacam sensor atau early warning system, jadi jika memang ada tanda-tanda terjadi erupsi ada alarm yang berfungsi untuk memperingati penduduk sekitar. Tidak cukup itu saja, kesadaran penduduk/masyarakat juga harus dilatih, mereka harus peka akan risiko bencana apa yang dapat terjadi sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan jika ada "tanda-tanda" bencana itu terjadi. Diperlukan juga lembaga yang memonitor ataupun mengawasi aktivitas vulkanik di Gunung Semeru dan jika ada "tanda-tanda" dapat segera memberi peringatan dini.

Penanganan yang telah dilakukan adalah adanya lembaga yang memonitor aktivitas vulkanis di Gunung Semeru yaitu PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Meskipun demikian, nampaknya hal tersebut juga maish harus diperbaiki lagi karena meski Kepala PVMBG menyatakan sudah ada peringatan dini di 1 Desember, namun sebagian besar masyarakat mengaku tidak mengetahui adanya peringatan dini.

Sementara untuk alarm early warning system belum ada ketika erupsi Gunung Semeru 4 Desember 2021 lalu, mendengar hal ini memang cukup memilukan karena kembali lagi bahwa kejadian risiko ini sudah sering terjadi dan berulang kali juga memakan korban jiwa.


"Alarm (EWS) gak ada, hanya sismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Kepala Bidang kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Joko Sambang.


Selain itu, yang cukup saya sayangkan juga kesadaran penduduk sekitar akan risiko ini masih rendah, dapat dikatakan para penduduk sekitar belum memiliki pola dan budaya hidup yang menyatu disertai edukasi yang minim terhadap bencana erupsi yang mana ini memang sudah pasti menjadi risiko bagi mereka yang tinggal di dekat gunung berapi. Tidak hanya penduduk di sekitaran Gunung Semeru saja yang demikian, mungkin hampir semua penduduk lainnya yang tinggal di depat Gunung berapi lainnya.

Dari Erupsi Gunung Semeru, kita dapat mengetahui kesadaran masyarakat akan risiko masih rendah. Kita harus sadar bahwa membangun budaya risiko itu sangat penting, tidak bisa ditunda-tunda. Jangan menunggu sampai risiko itu terjadi dan semuanya sudah hancur lalu saling menyalahkan, itu hanyalah kesia-siaan.

Angelica - 201950083, 13/12/2021

Sumber Referensi

Prowanta, Embun. Manajemen Risiko Pasar Modal (ISO 31000; 2018). 2. Bogor: IN MEDIA, 2019.

https://www.kompasiana.com/yupiter/61b629df75ead678895603c5/erupsi-gunung-semeru-itu-jenis-risiko-cataropic

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211206065834-199-730245/ahli-ungkap-penyebab-erupsi-gunung-semeru

https://m.liputan6.com/surabaya/read/4730067/sejarah-panjang-letusan-gunung-semeru-tercatat-sejak-1818

https://www.suara.com/news/2021/12/04/201326/sejarah-erupsi-semeru-dari-tahun-1818-hingga-sekarang?page=2

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/wiken/read/2021/12/05/084700081/erupsi-gunung-semeru-pemerintah-tak-punya-alarm-peringatan-dini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun