Mohon tunggu...
Angelica
Angelica Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Never stop learning because life never stops teaching

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Erupsi Gunung Semeru dan Pentingnya Manajemen Risiko

13 Desember 2021   18:13 Diperbarui: 13 Desember 2021   18:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Melihat probabilitas dan dampaknya dimana hasil perkaliannya 15 (3x5) dan termasuk ke level EXTREME HIGH. Untuk kejadian risiko ini ditaksir menimbulkan kerugian mencapai Rp310 Miliar.

Penanganan / Perlakuan Risiko

Masuk ke tahap penanganan/perlakuan risiko, untuk strategi menghadapi risiko erupsi Gunung Semeru adalah MITIGATE (mitigasi yang artinya kita berusaha mengurangi kemungkinan terjadinya risiko atau mengurangi dampak atas terjadinya risiko melalui sejumlah upaya).

Penanganan yang dapat dilakukan adalah perlu disediakannya alat semacam sensor atau early warning system, jadi jika memang ada tanda-tanda terjadi erupsi ada alarm yang berfungsi untuk memperingati penduduk sekitar. Tidak cukup itu saja, kesadaran penduduk/masyarakat juga harus dilatih, mereka harus peka akan risiko bencana apa yang dapat terjadi sehingga mereka tahu apa yang harus mereka lakukan jika ada "tanda-tanda" bencana itu terjadi. Diperlukan juga lembaga yang memonitor ataupun mengawasi aktivitas vulkanik di Gunung Semeru dan jika ada "tanda-tanda" dapat segera memberi peringatan dini.

Penanganan yang telah dilakukan adalah adanya lembaga yang memonitor aktivitas vulkanis di Gunung Semeru yaitu PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Meskipun demikian, nampaknya hal tersebut juga maish harus diperbaiki lagi karena meski Kepala PVMBG menyatakan sudah ada peringatan dini di 1 Desember, namun sebagian besar masyarakat mengaku tidak mengetahui adanya peringatan dini.

Sementara untuk alarm early warning system belum ada ketika erupsi Gunung Semeru 4 Desember 2021 lalu, mendengar hal ini memang cukup memilukan karena kembali lagi bahwa kejadian risiko ini sudah sering terjadi dan berulang kali juga memakan korban jiwa.


"Alarm (EWS) gak ada, hanya sismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Kepala Bidang kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Joko Sambang.


Selain itu, yang cukup saya sayangkan juga kesadaran penduduk sekitar akan risiko ini masih rendah, dapat dikatakan para penduduk sekitar belum memiliki pola dan budaya hidup yang menyatu disertai edukasi yang minim terhadap bencana erupsi yang mana ini memang sudah pasti menjadi risiko bagi mereka yang tinggal di dekat gunung berapi. Tidak hanya penduduk di sekitaran Gunung Semeru saja yang demikian, mungkin hampir semua penduduk lainnya yang tinggal di depat Gunung berapi lainnya.

Dari Erupsi Gunung Semeru, kita dapat mengetahui kesadaran masyarakat akan risiko masih rendah. Kita harus sadar bahwa membangun budaya risiko itu sangat penting, tidak bisa ditunda-tunda. Jangan menunggu sampai risiko itu terjadi dan semuanya sudah hancur lalu saling menyalahkan, itu hanyalah kesia-siaan.

Angelica - 201950083, 13/12/2021

Sumber Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun