Lokasi negara Indonesia yang berada di atas pertemuan antar banyak lempeng tektonik, menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki ancaman terjadinya bencana alam yang amat tinggi. Bencana alam merupakan suatu ancaman yang tak terduga yang dapat mengakibatkan kerugian besar masyarakat. Maka dari itu, untuk mengurangi dampaknya, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran dalam melakukan penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana merupakan serangkaian langkah upaya pencegahan bencana, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, rekonstruksi dan pembangunan. Sedangkan bencana alam merujuk pada suatu kejadian yang disebabkan oleh faktor alam, seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan lain sebagainya.
Dalam menghadapi ancaman bencana alam tersebut, diperlukan peran masyarakat untuk membentuk suatu ketahanan masyarakat. Ketahanan masyarakat dalam konteks bencana alam, merujuk pada kemampuan sebuah komunitas untuk bertahan dan pulih setelah terjadinya bencana (Mayunga, 2007). Menurut Twigg dalam Shalih (2020), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan masyarakat mencakup :
- Dimensi sosial-budaya dan ekonomi.Â
Kurangnya, pemahaman masyarakat terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari pengetahuan, dapat mengurangi kemandirian dan ketahanan masyarakat dalam menanggulangi bencana. Selain itu, individu yang menerima bantuan pemulihan dari sesama cenderung memiliki jejaring sosial yang lebih kuat dan tingkat modal sosial yang lebih tinggi, sehingga dapat menunjang proses pemulihan masyarakat pasca bencana alam. Kemampuan masyarakat hingga dapat kembali pada mata pencaharian, kesejahteraan individu, dan ketahanan sosial-fisik juga turut mempengaruhi tingkat ketahanan masyarakat terhadap bencana
- Dimensi pendidikan
Edukasi dan kesadaran masyarakat dalam manajemen bencana sangat penting. Hal ini harus disebarluaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui berbagai macam media. Kampanye penyuluhan dan pelatihan tanggap bencana harus digalakkan di sekolah, lingkungan desa, dan media sosial. Edukasi yang diberikan haruslah dapat dipahami semua kalangan, dari anak-anak usia sekolah, remaja, dewasa, hingga lansia.
- Dimensi FisIk-lingkungan
Kesiapan dan ketersediaan wilayah setempat dimulai dari rambu dan tanda peringatan, tempat evakuasi sementara (Shelter) hingga jalur evakuasi, juga menjadi suatu perhatian khusus bagi masyarakat untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana alam. Masyarakat harus terlibat dalam perencanaan tata ruang yang meminimalkan risiko bencana. Keterlibatan masyarakat dapat berupa menghindari membangun pemukiman di daerah rawan bencana. Pemerintah berkewajiban untuk memastikan infrastruktur yang ada sudahlah teruji terhadap bencana.
- Dimensi Institusi dan pemerintahan
Dalam dimensi ini, dapat berupa analisis mengenai pihak-pihak pemerintahan setempat yang terlibat selama periode tanggap darurat dan setelah bencana, kebijakan bantuan yang diterapkan selama fase tanggap darurat dan pasca bencana, serta ketimpangan institusi dalam memberikan bantuan. Setelah terjadinya bencana, langkah-langkah penanggulangan bencana harus diarahkan pada faktor-faktor yang mampu memulihkan kondisi masyarakat serta lingkungan yang terdampak. Proses ini disebut juga sebagai manajemen pemulihan. Dalam rangkaian proses pemulihan terdapat dua fase yang akan dilalui, yaitu fase: rehabilitasi dan rekonstruksi.
Setelah terjadinya bencana, langkah-langkah penanggulangan bencana harus diarahkan pada faktor-faktor yang mampu memulihkan kondisi masyarakat serta lingkungan yang terdampak. Proses ini disebut juga sebagai manajemen pemulihan. Dalam rangkaian proses pemulihan terdapat dua fase yang akan dilalui, yaitu fase: rehabilitasi dan rekonstruksi.
- Rehabilitasi
Rehabilitasi merujuk pada upaya perbaikan dan pemulihan semua aspek layanan publik di tingkat yang sesuai di wilayah pasca bencana, dengan fokus utama pada normalisasi
- Rekonstruksi
Fase rekonstruksi mengacu pada pengembalian semua lembaga dan infrastruktur di wilayah pasca bencana ke kondisi semula, dengan tujuan utama untuk mendorong dan mengembangkan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, serta memelihara ketertiban dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam semua aspek kehidupan sosial.
Dalam konteks penanggulangan bencana, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan sosial, terutama bagi kelompok yang rentan terhadap bencana. Selain itu, masyarakat juga perlu mendapatkan akses terhadap pendidikan, pelatihan, dan pengembangan keterampilan yang memadai untuk melaksanakan tindakan penanggulangan bencana. Peran masyarakat dalam menanggulangi bencana dimulai dari pembentukan strategi untuk beradaptasi dengan kejadian yang dialami, sebagai contoh dengan melakukan modifikasi dan renovasi rumah, mengamankan perabotan rumah tangga, memperbaiki jalan lingkungan, dan memperbaiki saluran drainase lingkungan.
Pandangan terbaru mengenai ketahanan masyarakat dapat dirangkum menjadi tiga perspektif utama yang mencakup aspek umum dalam semua pandangan tersebut, yaitu kemampuan utnuk bertahan dan merespons secara positif terhadap stress atau perubahan pasca bencana. (Adger 2000; Folke 2006; Maguire and Hagan 2007): Ketahanan masyarakat merujuk pada ketahanan dalam tiga aspek, yaitu stabilitas, pemulihan dan transformasi. Komunitas masyarakat yang tangguh memiliki kapasitas untuk menggunakan pengalaman bencana sebagai evaluasi untuk dapat mengadopsi pola hidup yang baru, yang mampu secara kreatif dan adaptif menanggapi setiap perubahan eksternal. Sehingga dengan terbentuknya komunitas yang tangguh terhadap bencana tersebut, membuahkan hasil suatu lingkungan yang dapat menanggulangi suatu bencana dengan lebih sigap, meminimalisir dampak bencana yang terjadi, dan pulih lebih cepat