Mohon tunggu...
Claudia Angel M
Claudia Angel M Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Pertanian

Seorang mahasiswi kelahiran tahun 1999 Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Aktif di kegiatan menulis dan organisasi lingkup Universitas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Miskin Penerus dan Masa Kritis Subak di Bali

9 Mei 2019   12:46 Diperbarui: 9 Mei 2019   21:33 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran pertanian di Bali dan eksistensi subak yang semakin kritis pengakuannya. (dokpri)

Subak banyak dikenal sebagai identitas masyarakat petani di Bali karena mempunyai kekhasannya sendiri yang mencerminkan pertanian di Bali dengan mengusung budaya di dalamnya. 

Subak di Bali sendiri hadir sebagai salah satu warisan dunia (world heritage) tetapan UNESCO yang merupakan suatu organisasi masyarakat tani di Bali untuk mengatur irigasi secara adil dengan peraturan atau awig-awig yang ditetapkan sebagai landasan pembagian air.

Namun kehadirannya sebagai warisan dunia tidak membuat Subak menjadi sorotan utama dalam pertanian di Bali dan bahkan luput dalam kehadiran. Subak sendiri memasuki masa terancam dicabut status warisannya karena keadaannya yang semakin hilang dari keberadaan, karena UNESCO sendiripun memiliki kebijakan untuk mengevaluasi status dari tiap warisan yang sudah ditetapkan, termaksud Subak di Bali.

Penyebab keberadaan subak yang semakin dikhawatirkan menghilang ini bermacam, salah satu alasan utama terduganya adalah pembangunan helipad sebagai landasan pendaratan helikopter memakai lahan di salah satu subak Tabanan, Bali. 

Selain tergerusnya lahan yang dikhususkan untuk lahan pertanian dan berorientasi subak sebagai organisasinya, campur tangan adanya pembangunan helipad akan menganggu ekosistem tani dan menghilangkan keaslian dari lahan dan subak tani itu sendiri.

Di balik itu, ada alasan sebagai dasar mengapa keberadaan subak terancam untuk dicabut status warisannya dan semakin tergerus jumlahnya , salah satu penyebab adalah keberadaan petani sebagai pelaku sudah semakin menghilang. 

Keberadaan subak ataupun pertanian sangat bergantung pada eksistensi petaninya dalam memproduksi hasil, namun banyak petani dalam usia sudah tidak lagi produktif, rata-rata petani di Bali berusia di atas 60 tahun. 

Sedikit ditemukan petani muda yang mau menekuni menjadi petani, karena stigma para pemuda yang menganggap sektor pertanian tidak menjanjikan dan berorientasi kotor, banyak pemuda yang lebih menerjukan diri kedalam dunia pariwisata karena dianggap sebagai pekerjaan yang cukup menjanjikan di Bali sendiri.

Penyebab subak menjadi terancam karena kurangnya regenerasi petani usia produktif mungkin bukan alasan jangka pendek, melainkan ini akan berdampak pada keberadaan subak di masa mendatang, jika petani usia non-produktif yang menyentuh usia 60 tahun keatas sudah semakin tergerus keberadaannya, maka akan terjadi krisis penerus lahan sawah terutama subak sendiri sebagai organisasi naungannya. 

Dampak lain adalah  Pada akhirnya lahan sawah akan dijual dan dialihfungsikan menjadi lahan yang berorientasi selain lahan pertanian dan dicurigai menjadi kawasan yang berorientasi pariwisata.

Alasan besar yang mendukung bahwa Bali akan segera kehilangan subaknya adalah pengetahuan tentang subak yang banyak tidak diketahui masyarakat, banyak masyarakat Bali sendiri terutama pemudanya yang awam terhadap keberadaan pengetahuan subak. 

Sedangkan subak sendiri bagi petani di Bali adalah sebagai nafas kehidupan, karena sangat dekat dengan kehidupan dan sumber pendapatan bagi petani di Bali, ditambah unsur religius yang dianut subak sendiri dimana diterapkan Trihitakarana, yaitu adanya hubungan dengan manusia, sesama manusia dan alam. 

Subak sangat dekat dengan prinsip Palemahan, dimana salah satu Trihitakarana ini mengatur adanya hubungan manusia dengan alam. Dengan adanya penggerusan jumlah lahan pertanian beserta subaknya, artinya terjadi ketidakseimangan hubungan palemahan ini karena terganggunya alam yang ada untuk dialihfungsikan menjadi bukan lagi nature-oriented.

Peran pemuda bukan hanya penting sebagai regenerasi petani usia lanjut, namun pemuda disini harapannya sebagai petani yang dapat menyeimbangkan antara menjadi modern secara teknologi serta pengetahuan dan tetap berorientasi pada alam dan budaya yang diusung di Bali ini sendiri. 

Karena besar harapan, pertanian di Bali akan tetap mempertahankan keunikan dan keberadaan lahan sawah dan subak sendiri dan pariwisata bukan sebagai ancaman kerusakan dari keberadaan pertanian, melainkan sebagai akses pengenalan subak dan eksistensinya serta sebagai peningkatan pendapatan petani subak yang seharusnya diterima petani sebagai royalti dari tiap pengelola pariwisata. 

Namun hal ini perlu juga dibuat ketetapaan dan peraturan khusus untuk penjamin keberadaan petani sebagai piak pengelola subak dari atraksi visual yang disuguhkan berupa lahan sawah hasil kelolaannya.

Hingga pada akhirnya, subak bukan lagi hanya tentang irigasi dan lahan sawah, namun hal kompleks yang menyangkut manusia dan alam. Sehingga keberadaan lahan sawah dan subak didalamnya dianggap dan diperhatikan lebih serius lagi, upaya pertahanan subak sebagai status warisan dunia yag ditetapkan UNESCO. 

Petani muda adalah salah satu pemegang kunci khusus pertahanan subak, sebagai salah satu warisan yang mengandung filosofi keserasian alam, manusia dan keTuhanan didalamnya. -Cl

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun