Di balik 98 (2015) merupakan film yang disutradarai oleh Lukman Sardi.
Film ini mengambil latar belakang kerusuhan tahun 1998 yang disebabkan oleh meledaknya amarah mahasiswa dan masyarakat atas rezim orde baru.
Mereka melakukan aksi turun ke jalan demi menurunkan Presiden ke 2 Republik Indonesia yaitu Soeharto.
Perlu kita ketahui, saat kerusuhan itu banyak sekali korban yang jatuh, mulai dari suku/etnis Tionghoa yang diperkosa hingga dibunuh, beberapa toko milik pribumi atau non pribumi dirampok, terutama 4 mahasiswa Trisakti yang terbunuh dalam peristiwa ini.
Mengingat bahwa perempuan sering mendapatkan praktik kekerasan dan ketidakadilan sejak dulu. (Kurniawan & Noviza, 2018).Â
Sampai sekarang, peristiwa 98 selalu dikenang dan selalu diperingati oleh masyarakat.
Dalam penjelasan singkat, Lukman Sardi beranggapan bahwa film ini menceritakan tentang konflik drama dan keluarga yang berlatar belakang kerusuhan 1998.
Film ini menceritakan tentang Diana (Chelsea Islan) dan Daniel (Boy William) sebagai mahasiswa-mahasiswi Trisakti yang ikut dalam gerakan demo penurunan Soeharto.
Juga Bagus (Dony Alamsyah) sebagai kakak dari Diana yang menjadi anggota ABRI dan bertugas untuk menertibkan massa saat demo berlangsung.
Konflik yang terjadi tidak hanya berdasarkan peristiwa tahun 1998 tersebut, namun disaat Diana merasa bahwa kakaknya Bagus dan istrinya yang saat itu bekerja untuk istana negara tidak pro dan tidak memperhitungkan nasib rakyat yang sengsara akibat kenaikan harga bahan pokok.
Daniel yang saat itu sebagai orang keturunan Tionghoa, keberadaanya membuat dirinya serta terancam dan harus mengungsi dari kerusuhan di kota.
Selain itu, Tokoh-tokoh penting lainnya juga dilibatkan dalam film ini yaitu presiden Soeharto, Habibie, Wiranto, dll.
Usai film ini tampil dalam layar lebar perfilman Indonesia pada tahun 2015, terdapat beberapa kontroversi yang terjadi didalamnya.
Seperti yang kita ketahui, kontroversi sendiri muncul dari beberapa kelompok masyarakat yang merasa bahwa suatu film dapat mempengaruhi dan memberikan cara pandang yang buruk. (Amindoni, 2019).
Seperti membuka kembali luka yang pernah tergores saat peristiwa berlangsung, sikap tokoh-tokoh penting yang tidak sesuai dengan realitanya.
Keberanian Lukman Sardi yang menceritakan kembali kejadian 98 walau tidak sepenuhnya mengungkap sebab-akibat kerusuhan ini selain itu macam-macam konflik yang ditampilkan tidak dieksplorasi lebih mendalam.
Banyak juga yang mengatakan bahwa hal ini dikarenakan Lukman Sardi adalah seorang aktor, maka film yang dibuat juga tidak bisa sepenuhnya ia kembangkan lebih baik.
Terkait dengan kontroversial yang beredar, saya sempat menunjukkan film ini kepada 3 narasumber saya.
"Ini film lama kan? Kalau saya sendiri sih disini tuh komentarnya tentang Wiranto. Film ini kesannya seperti memberi gambaran bahwa Wiranto itu pro mahasiswa, padahal kan tahu sendiri dia bagaimana?" ucap AD (20) saat saya temui.
"Kalau saya sih lebih melihat ke arah sisi suku saya waktu itu ya, kebetulan saya orang Tionghoa, dan pada waktu 1998 itu banyak memang keluarga saya yang panik dan hampir terlibat, sukur aja sempat mengungsi. Cuman ya, memang agak membuat luka lama aja sih bagi beberapa orang, kalau saya sendiri kan tidak mengalami, tapi kalau orang yang bersangkutan menonton film in ikan, seperti trauma kembali," ucap PA (20) saat saya temui.
"Lebih melihat suatu peristiwa itu dengan beberapa sudut pandangan aja sih, masih bagus ada yang mengangkat kejadian ini sebagai film, walau tidak sepenuhnya benar dan 100% sama namun sudah mewakili bagaimana kejadian itu dari tokoh, properti, dan segi cerita. Kita juga harus paham kalau kejadian ini harus diperingati dan dijadikan pembelajaran biar tidak terulang kembali. Selain itu juga apresiasi banget buat sutradaranya udah berani angkat kasus ini walau kayaknya film ini tidak begitu populer," ucap V (23) saat saya temui.
Daftar Pustaka
Amindoni, A. (2019). 'Kucumbu Tubuh Indahku': "kampanye LGBT" dan trauma tubuh yang menuai kontroversi. Retrieved 25 July 2021, from https://www.bbc.com/ indonesia/majalah-48250837
Kurniawan, Y., & Noviza, N. (2018). Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Terapi K e l o m p o k P e n d u k u n g . Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 2(2), 125. doi:10.21580/ pjpp.v2i2.1968
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H