Mohon tunggu...
Angela Priscilla Gunawan
Angela Priscilla Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - suka kucing

if it doesn't work out, who cares? just start over!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Konflik dengan Orangtua: Hal yang Baik atau Buruk?

22 Desember 2021   23:34 Diperbarui: 23 Desember 2021   20:48 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkonflik dengan orang tua adalah hal yang biasa terjadi. Pasti kalian semua pernah mengalami konflik ini. Saya sendiri pun pernah mengalami konflik ini dengan orang tua saya. Bahkan seringkali saya menangis di malam hari karena mengalami konflik batin dan konflik secara terang-terangan dengan orang tua saya. 

Orang tua saya adalah orang tua yang strict. Saya gak boleh pulang lewat dari adzan magrib. Saya juga gak boleh sering main sama mereka. Sampai-sampai teman saya juga banyak yang takut dengan orang tua saya. Saya seringkali merasa iri dengan anak-anak yang lain, karena merasa kurang bebas dibandingkan dengan yang lain. Rasa-rasanya seperti orang tua saya melarang ini dan itu, saya merasa terkekang.

Orang tua saya adalah orang yang egois. Mereka selalu mau didengar, tapi tidak mau mendengarkan anaknya. Mereka selalu meminta dan menuntut, tapi tidak pernah mau menanyakan anaknya ingin apa dan seperti apa. Padahal saya punya mimpi, dan merasa bisa melakukan lebih dari apa yang saya lakukan sekarang. Rasa-rasanya seperti orang tua saya selalu berusaha untuk ikut campur dalam pilihan dan urusan pribadi saya, saya tidak bisa berbicara dan memilih apa yang saya inginkan.

Hal-hal itu semua saya rasakan ketika saya masih belum dewasa, masih berada di sekolah menengah, masih menjadi remaja labil. Dengan persepsi saya yang kekanak-kanakan, saya berpikir bahwa dunia ini tidak adil dan orang tua saya tidak pernah mendukung saya. Saya merasa lelah dan ingin memberontak, tapi saya tidak bisa.

Hingga suatu saat, saya mendapatkan kesempatan untuk merenung. Saya berpikir, apa yang salah dengan hidup saya? Kenapa semuanya gak berjalan sesuai dengan keinginan saya? Kenapa orang tua saya melarang saya untuk ini dan itu? Kenapa saya gak pernah bisa sebebas anak-anak lain? Kenapa, kenapa dan terus kenapa. Saya terus bertanya "kenapa?" sambil menangis dengan background lagu Vanilla Baby - Billie Marten.

Tapi seiring berjalannya waktu, diikuti pemikiran diri saya yang menjadi semakin dewasa, juga pengalaman hidup, beserta bacaan-bacaan yang pernah saya baca. Saya akhirnya menjadi sadar dan paham. Bahwa orang tua saya begini karena mereka sayang dan khawatir sama saya, hanya saja rasa yang mereka miliki itu terlalu berlebihan. Hingga menjadi terkesan sangat mengekang saya. 

Saya juga memiliki kesadaran bahwa, orang tua saya begini karena hal-hal yang mereka alami dimasa lalu. Dan mereka tidak mau saya mengalami hal-hal yang mereka alami semasa mudanya. Mereka dulunya sering merasa kesepian, tidak selalu mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua mereka. Sehingga mereka menjadi orang tua yang tidak matang secara emosional di usia dewasa, saat mereka menjadi orang tua.

Emotionally Immature Parents (EIP) adalah istilah tepat yang bisa menggambarkan keadaan orang tua saya. Hal ini terjadi karena ketika mereka masih muda, mereka kurang mendapatkan emotional intimacy dari orang tua mereka. Sehingga mereka tumbuh bersama dengan emotional loneliness yang tidak mereka sadari. Hal ini memberikan dampak kepada pola asuh mereka, ketika mereka menjadi orang tua. Lewat cerita yang orang tua saya sering ceritakan tentang masa mudanya dan apa yang saya alami dan rasakan ketika menjadi anak mereka, saya sadar telah salah menilai mereka.

Saya ikut menyadari bahwa, menjadi orang tua adalah hal yang sulit. Tidak ada sekolah yang mengajarkan bagaimana cara untuk menjadi orang tua yang baik. Semua orang tua mengasuh anaknya sembari belajar. Di setiap proses belajar menjadi orang tua itu pula pasti ada kesalahan, karena mereka juga masih manusia. Apa yang mereka pikirkan dan lakukan dikira yang terbaik untuk anak mereka, belum tentu juga dianggap baik bagi anak-anak mereka. Karena setiap anak terlahir dengan unik, mereka memiliki kepribadian mereka masing-masing dan seringkali hal tersebut sulit dipahami oleh orang tua mereka. Tetapi mereka memiliki cara tersendiri untuk menyayangi anak mereka, dan mereka selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk anak mereka.

Saya memahami ini, dan kemudian saya memutuskan berusaha untuk mengalah, karena saya ingin merasa tenang dan damai bersama mereka. Awalnya memang terasa sangat sulit, saya masih sering berkonflik dengan orang tua saya pada saat itu. Saya selalu berusaha untuk mengerti dan mengobrol disaat-saat tertentu dengan mereka, agar saya bisa lebih mengerti orang tua saya sebagai anak mereka. Kami berbicara dari hati ke hati, dan sekarang semuanya telah menjadi baik-baik saja. Saya merasa menjadi lebih dekat dan mengenal orang tua saya setelahnya, begitupun sebaliknya.

Hal yang telah saya pelajari dari konflik yang saya alami bersama orang tua ada banyak. Pertama, berusaha untuk saling memahami kebutuhan masing-masing itu butuh waktu dan kemauan yang kuat. Kedua, Hubungan itu bersifat timbal balik, mau dipahami dan mau memahami. Ketiga, konflik dalam hubungan adalah hal yang biasa terjadi, dan hal itu juga yang akan membantu kita untuk membangun dan mendalami sebuah hubungan. Keempat, konflik bisa membuat seseorang untuk menunjukkan jati dirinya, sehingga kita bisa menjadi lebih kenal dengan seseorang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun