Di tanah yang tandus, harapan terkubur,
Ketidakadilan menari di atas luka yang subur.
Namun dari berteman dengan jiwa yang terhimpit,
tumbuhnya akar tekad, menyentuh cahaya yang sempit.
Aku, Saksi bisu jerit yang terabaikan,
Mengumpulkan debu air mata yang terhempaskan.
Menganyamnya menjadi kain keberanian,
Menjalin cerita dari perih dan perjuangan.
Dunia yang sunyi, di mana keadilan sembunyi,
Menjadi panggung bagi langkah kecil ini.
Aku bukan sekadar korban dalam gelap,
Aku adalah bara yang menyalakan harapan.
Setiap janji yang patah, setiap harap yang dihancurkan,
Menjadi pijakan bagi kekuatan yang dilahirkan.
Ketidakadilan, kamu pikir aku akan musnah?
Dari debumu, aku bangkit, tak lagi pasrah.
Kini, aku berdiri di atas mendinginkan yang dulu,
Memandang langit dengan jiwa yang baru.
Debu ketidakadilan tak lagi membelenggu,
Darinya, aku menemukan kekuatanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H