ketulusan tak lagi berarti di matamu,
Saataku berdiri di ambang waktu,
terdengar harap yang mulai pudar,
menggenggam kasih yang kau biarkan samar.
Tak ada kata yang mampu mengikat,
tak ada tatap yang mampu melekat,
ketulusan yang pernah menyala terang,
kini redup, hilang tertelan siang hari.
Di setiap langkahku ada bekas luka,
dari senyum dan tawa yang tak kau jaga,
kau biarkan terhempas tanpa suara,
luruh perlahan, tak berharga.
Mungkin di suatu masa kau akan sadar,
bahwa ketulusan bukan sekedar hadir lalu pudar,
bahwa cinta yang tak dihargai,
hanya akan meninggalkan sepi yang abadi.
Jadi biarkan aku pergi tanpa kembali,
biar ketulusan ini jadi kenangan,
di matamu aku mungkin tak berarti,
tapi kelak kau akan tahu, kehilangan ini tak terperi.
Saat ketulusan tak lagi berarti di matamu,
aku hanya bayang tanpa warna,
bisikan angin yang datang dan hilang,
sekedar persinggahan, bukan tujuan.
Kata-kataku menjadi sunyi di telingamu,
langkah-langkahku tak meninggalkan jejak,
seolah semua yang kuberikan adalah hampa,
tak pernah cukup untuk kau pahami.
Kupikir ketulusan bisa menyampaikan hatimu,
menyembuhkan luka-luka yang tak kau ucapkan,
namun ternyata,
ketulusan hanyalah gema tak terdengar,
tak mampu menyentuh bentengmu yang kokoh.
Kau berjalan melintasi niat baikku,
seperti angin melewati dedaunan,
tak satu pun kau simpan,
tak satu pun kau lihat.
Kini, saat aku mulai pergi dari sisimu,
kau mungkin akan sadar,
ketulusan itu lebih dari sekadar hadir,
ia adalah jiwa yang menyelamatkanmu tanpa syarat.
Namun saat kau mencarinya,
mungkin hanya ada hening,
jejak yang samar dalam ingatan,
dan penyesalan yang menyelubungi langkahmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H