"Emily...tahukah kamu? Kalau ..."
"Apa?" tanyaku penasaran. Namun ia hanya menunjukkan senyum manisnya dan mengatakan sesuatu. Namun tak bisa kudengar. Lelaki itu kemudian pergi menghilang hingga mata tak sanggup melihat lagi.
     "Emily sayang, ayo bangun, sarapan dulu." panggil mama. Kelopak mataku terbuka dan menyadari kalau itu hanyalah mimpi. Namun hal itu terasa sangat nyata. Aku terdiam untuk sesaat dan memutuskan untuk bangun dari tempat tidur ini. Tempat yang adalah kamar rumah sakit yang sudah kuanggap kamarku sendiri dan telah kutempati 3 bulan belakangan ini. Dokter mengatakan bahwa aku positif terkena suatu penyakit. Aku tidak tahu mengapa hal ini terjadi padaku. Namun hal yang aku inginkan adalah keluar dari tempat ini secepat mungkin.
     Seperti biasa setelah sarapan aku selalu ke atap dan duduk sambil bertanya kepada langit, apakah aku bisa sembuh? Sampai kapan aku akan terus seperti ini? Dan entah mengapa aku jadi teringat teman masa kecilku, Daniel, yang dulu mengalami penyakit kanker di rumah sakit ini. Meski hidupnya berat, ia melalui hidupnya dengan ceria. Berbeda dengan diriku yang hanya pasrah menghadapi semuanya. Sekarang aku dapat merasakan apa yang dia alami. Menahan rasa sakit di rumah sakit ini sampai akhir hidupnya. Aku bangga padamu, Daniel. Semoga kamu tetap ceria, batinku.Â
     Aku memejamkan mataku sambil menarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan semua rasa gelisahku. Tiba--tiba ada seorang yang berdeham, membuat perhatianku tertuju pada sosok di belakangku. Entah mengapa, ujung bibirku tertarik ke atas ketika melihatnya. "Hei, mengapa kamu tersenyum?" tanyanya. Ia terlihat mirip dengan teman masa kecilku, Daniel. Tapi, tidak mungkin! Kalau benar, kenapa dia ada di sini? "Kau sedang apa sih?" tanyanya.
"Hanya untuk menghirup udara segar saja. Kamu ... siapa?" pandangan bertanya-tanyaku tertuju padanya. Aku harus tahu, apakah benar orang ini Danielku---maksudku, Daniel yang kutahu?
Ia mengulurkan tangannya. "Aku Daniel." katanya, "Aku temanmu, ingat?"
Refleks, tubuhku membeku di tempat. Memangnya ada berapa banyak Daniel di dunia? Ini Daniel yang mana? Tidak mungkin Daniel ada di rumah sakit lagi, kan?
                                                                         ***
Semenjak saat itu, aku sering bertemu dengannya di atap. Dialah satu-satunya orang yang bisa mengusir rasa sepiku. Lalu suatu hari mama datang ke kamarku dengan muka bahagia yang tak pernah kulihat sebelumnya.
"Emily kamu sebentar lagi sembuh sayang. Sembuh!" katanya sambil memelukku erat-erat. Aku pun juga merasa bahagia bisa sebentar lagi sembuh dan keluar dari tempat ini. Lalu mama pergi dan berkata akan kembali lagi.