Mohon tunggu...
Angela Sunaryo
Angela Sunaryo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fighting~

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Harumnya Coffee Latte

30 Januari 2020   18:35 Diperbarui: 30 Januari 2020   18:30 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Panjang ceritanya, Bil." Pada akhirnya, aku memberitahu semua rahasiaku di balik barang-barang mahal dan bermerek yang aku beli. " Karena keterbatasan uang yang gue miliki, gue mutusin untuk minjem uang ke mereka. Lagipula, mereka juga termasuk salah satu sponsor yang ngedukung gue dalam salah satu karya tulisan gue. Gue pikir gue bisa cepat mengembalikan uang pinjaman itu, tapi lu tahu sendiri. Gue sempat terbutakan sama keinginan gue untuk jadi populer jadinya gue mulai serakah. Gue gunain semua pinjaman itu dan meminjam lagi. Gara-gara itu, mereka selalu nagih utang gue dan karena gue nggak bayar-bayar, mereka membayar preman untuk mengincar gue. Itulah mengapa preman-preman tadi langsung nagih gue, bahkan sampai rela ngancem-ngancem."

Billy mendengarkan tanpa berkomentar apapun ketika aku bercerita. Selesai aku menceritakannya, ia langsung menegurku. " Lain kali, jangan pernah pinjam-pinjam uang. Nggak bagus. Urusannya jadi ribet."

" Iya, Bil. Gue tahu," balasku sambil mengacak rambutku karena stress. " Jujur aja, Bil. Gue ngerasa iri sama lu." Billy yang tadinya biasa saja langsung menatapku dengan tercengang.

"  Setiap gue ngelihat lu, gue ngerasa iri sama kepopuleran lu. Lu disukai sama semua orang, sedangkan gue kayak nggak banyak diperhatiin. Dalam hati, gue juga pengen jadi populer kayak lu soalnya gue sendiri juga jadi minder punya temen super populer, tapi gue cuma gini-gini doang. Gue ngerasa nggak layak jadi temen lu." Billy menatapku lekat-lekat. Ia sepertinya akan memarahiku dan merasa kecewa menjadi temanku. Aku bisa melihat dari raut wajahnya.

" Xel, lu selalu layak jadi temen gue kapan pun itu dan bagaimana pun itu," ucapnya yang di luar ekspetasiku. " Lu nggak harus jadi populer seperti yang lu lihat dari dalam hidup gue. Menurut gue, jadi populer itu nggak salah, tapi alangkah baiknya kita tidak menjadikan popularitas sebagai nomer satu. Menurut gue, salah satu hal yang terpenting adalah relasi. Terlebih lagi relasi dengan orang-orang di sekitar kita seperti sahabat dan  satu-satunya sahabat yang mau nemenin gue tiap pulang sekolah dan mikirin gue kayak lu contohnya."

Kini, giliran aku yang menatapnya dengan penuh haru. " Dari sekian banyak orang, belum tentu semuanya itu akan benar-benar mempedulikan. Kalau saja mereka tahu kalau gue miskin dan kurang secara ekonomi, mereka pasti akan banyak menjauhi gue, tapi lu, lu tetap ada meskipun lu tahu kekurangan-kekurangan gue dan sekarang, gue udah ngerasa kalau lu adalah saudara gue. Jadi, jangan pernah mikir kalau lu nggak layak jadi sahabat gue. Oke?"

Aku tersenyum lalu menjawab," Oke, Bro."

Seharian itu, kami penuhi dengan senda gurau. Sore telah beralih menjadi malam dan sebelum aku pulang, Billy menghidangkan secangkir kopi latte lagi setelah ia selesai membereskan kedai kopi. Setelah itu, ia duduk dan menceritakan banyak hal.

Memang, tiada yang lebih indah dari kehadiran seorang sahabat 

dan secangkir kopi latte.


[fin]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun