Mohon tunggu...
Angela Sunaryo
Angela Sunaryo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fighting~

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Harumnya Coffee Latte

30 Januari 2020   18:35 Diperbarui: 30 Januari 2020   18:30 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
therawfoodbeginnerchef.com

" Jangan ganggu temen gue!" teriak Billy ketika ia sedang bergulat dengan preman itu. Aku dan anak-anak buah preman itu menonton mereka bergulat seakan sedang menonton film action. Tanpa kusadari, sobatku yang satu ini diam-diam juga jago berkelahi. Beberapa pukulan preman itu ditempisnya dan ia menojoki balik. Bukan hanya aku saja yang terpana melihat aksi gulatan itu, tetapi anak-anak buah preman itu juga sepertinya terpana melihat mereka berkelahi.

Meja-meja mulai berserakan dan kini mereka tidak hanya berkelahi tangan dengan tangan, tapi juga dengan barang-barang di sekitar kedai kopi. Beberapa gelas pecah dan serbuk-serbuk kopi terjatuh dan berserakan di atas lantai. Aku ingin membantu, tetapi tubuhku terlewat lemas dan aku merasa sudah tidak berdaya lagi.

Awalnya, aku mengira Billy akan memenangkan perkelahian, namun ternyata dugaanku salah. Salah satu pecahan gelas yang berserakan di lantai menancap sepatu Billy dan seketika itu juga, ia jatuh dan memegangi kaki kanannya yang tertusuk. Preman itu langsung tersenyum lalu ia mengambil sebuah pisau kue dan menodongkan pisau itu pada Billy.

" Jangan!" teriakku sambil berusaha untuk bangkit berdiri.

" Kalau kamu nggak bayar sekarang juga, nyawa dia bakal melayang," ancamnya yang membuatku semakin lemas ketika mendengarnya. Mau tidak mau aku harus melakukan sesuatu agar Billy tidak mati karena preman itu.

" Baiklah, aku bayarkan semua utangku, tapi lepaskan dia. Dia tidak salah apa-apa."

Preman itu langsung membanting pisau kue itu ke atas lantai lalu berjalan menghampiriku. Sambil meringis kesakitan, aku melepaskan sepatu yang baru aku beli, jam tangan rolex yang ada di pergelangan tanganku, dan tanpa segan-segan, aku membuka bajuku dan celana sekolahku serta mengeluarkan handphone S9+ milikku. Kuserahkan semuanya kepada mereka. Setelah itu, aku  mengambil kartu identitasku dari dompet dan mengambil kartu-kartu penting lainnya lalu aku menyerahkan sisa isi dompetku kepada mereka termasuk uang jajan bulananku dan sisa uang pinjaman yang belum terpakai.

" Ambil semuanya dan jangan pernah kembali menagihku lagi apalagi mengancam nyawa orang," ucapku kepada mereka. Mereka langsung tertawa senang setelah menerima semua yang kuberikan. Aku pikir semua benda itu sudah cukup untuk membayar utangku dan tanpa berbasa-basi lagi, mereka langsung meninggalkan kedai kopi dengan puas.

Di tengah kacau balaunya isi kedai kopi, aku berjalan menghampiri Billy dengan hati-hati karena ada banyak beling berserakan. Setelah itu, aku membantu Billy berdiri dan mendudukannya pada salah satu kursi. Ia menangis kesakitan dan setelah aku lihat, darahnya mengucur banyak dari dalam sepatunya sehingga menyisakan bercak-bercak darah di atas lantai. " Aaaa!" teriaknya kesakitan ketika aku mencabut beling itu dengan cepat.

" Maafkan, Bil. Gue harus mencabut beling itu supaya gue bisa ngelepas sepatu lu," ucapku lalu aku melepaskan sepatunya. " Di dalam lemari dekat wastafel ada kotak P3K."

Dengan cepat aku mengambil kotak P3K dan singkat cerita, aku mengobati luka Billy lalu ia gantian mengobati lebam yang ada di wajahku. " Bagaimana lu bisa berurusan sama mereka, Xel?" tanya Billy yang tengah mengobatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun