FoMO atau Fear of Missing Out Syndrome. Sindrom ini biasa dikenal dengan takut akan ketertinggalan & ini banyak dialami oleh generasi milenial. FoMO atau Fear of Missing Out dapat diartikan sebagai perasaan takut kehilangan momen berharga bersama teman atau kelompok sebaya ketika individu tersebut absen dari interaksi atau koneksi dengan mereka (Sidik dkk, 2020). Mereka merasa takut kehilangan teman, harga diri atau bahkan eksistensi mereka jika tidak tahu apa yang sedang terjadi atau apa yang sedang hangat diperbincangkan di lingkungan sosial.
Dewasa ini, dunia tengah digemparkan oleh fenomena      Dilihat dari perspektif psikologi, fenomena Fear of Missing Out merupakan ketakutan atau kecemasan tidak terhubung, ketinggalan atau terlewat pengalaman yang dinikmati oleh orang lain. Seseorang yang memiliki tingkat FoMO yang tinggi akan cenderung lebih kepo atau ingin tahu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang lain dan mereka merasa selalu harus mengecek sosial medianya karena merasa takut jika tertinggal berita terbaru entah itu berita di lingkungan masyarakat ataupun lingkungan pertemanan, sehingga akan memunculkan rasa gelisah bila tidak bisa mengikuti suatu tren yang sedang terjadi. Individu yang mengalami sindrom FoMO mungkin tidak mengetahui tentang hal spesifik apa yang telah dia lewatkan, namun tetap memiliki ketakutan bahwa orang lain memiliki waktu atau melakukan hal yang lebih baik atau berharga dibanding dirinya sehingga dianggap tidak up to date. FoMO dapat menyebabkan munculnya stress bahkan depresi apabila tidak mengetahui peristiwa dan informasi penting mengenai orang lain dan kelompok. Hal tersebut bukan tanpa alasan, namun didasari oleh pandangan determinasi sosial yang pada faktanya media sosial menimbulkan perasaan perbandingan antara seseorang dan orang lain tentang tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan.
      Psikopatologi akibat FoMO menunjukan bahwa pengguna SNS (Social Networking Site) kompulsif memiliki tingkat anxiety lebih tinggi dibanding pengguna SNS nonkompulsif. Hal ini didukung dengan fakta penelitian yang menemukan bahwa pengguna yang cemas cenderung lebih terlibat dengan media sosial untuk mengurangi keadaan cemas mereka. Pengguna SNS secara signifikan berasosiasi dengan depresi dan penggunaan SNS pada perempuan lebih berpengaruh terkena gejala depresi dibandingkan pengguna laki-laki. Ketika orang mengalami Fear of Missing Out Syndrome mereka akan cenderung terkena gejala psikopatologi seperti stress, merasa kesepian (loneliness), dan memiliki self-esteem yang rendah.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fear of Missing Out (FoMO)
      JWT Intelligence (2012) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang diduga menjadi pengaruh terjadinya sindrom FoMO ini, antara lain yaitu:
- Informasi di Media Sosial yang Semakin Terbuka
Keterbukaan informasi di media sosial yang sangat mudah diakses memberikan pengaruh terhadap kultur budaya masyarakat yang semulanya bersifat privasi menjadi budaya yang lebih terbuka dan dapat dijangkau oleh semua orang. Laman media sosial ini akan terus dibanjiri dengan pembaharuan informasi yang real-time, obrolan hangat, dan gambar atau video terbaru.
- Kebutuhan Psikologis Relatedness Tidak Terpenuhi
Relatedness merupakan perasaan kedekatan atau keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Kondisi ini menyebabkan individu merasa ingin memiliki kesempatan lebih dalam berinteraksi dengan orang-orang yang dianggap penting. Jika kebutuhan psikologis relatedness tidak terpenuhi maka individu akan merasa cemas dan selalu mencoba untuk mencari tahu pengalaman atau kegiatan apa yang dilakukan oleh oang tersebut.
- Kebutuhan Psikologi akan Self Tidak Terpenuhi
Kebutuhan psikologis ini sangat penting untuk kompetensi dan berkaitan dengan otonomi, sekaligus naik-turunnya suasan hati yang positif secara signifikan terkait dengan tingkat FoMO yang lebih tinggi.
- Social One-Upmanship
Social One-Upmanship merupakan perilaku dimana seseorang berusaha berperilaku untuk menunjukan bahwa dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Hal ini berkaitan dengan FoMO yang dipengaruhi adanya keinginan untuk menjadi paling hebat atau superior dibanding orang lain dan individu cenderung memamerkan aktivitas secara daring di media sosial. Aktivitas memamerkan itu juga menjadi pemicu munculnya FoMO pada orang lain.
- Fenomena yang Disebarkan Melalui Fitur Hashtag (#)
Munculnya fitur hashtag (#) memungkinkan pengguna media sosial untuk memberitahukan peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan. Hal demikian yang mengakibatkan perasaan tertinggal bagi individu yang tidak ikut serta dalam melakukan aktivitas tersebut.
- Kondisi Deprivasi Relatif
Kondisi perasaan yang tidak puas saat seseorang membandingkan kondisinya dengan orang lain. Perasaan missing out dan tidak puas dengan apa yang dimiliki biasanya muncul ketika seseorang mulai membandingkan dirinya dengan orang lain dari beberapa aspek seperti pencapaian.
- Banyak Stimulus untuk Mengetahui Suatu Informasi
Rasa ingin tahu selalu muncul ketika individu dihadapkan pada suatu fenomena yang menurutnya menarik dan didalamnya mengandung banyak informasi yang belum terpecahkan oleh dirinya. Namun, hal itu juga bisa dipengaruhi oleh pergaulan dimana individu itu banyak berinteraksi seperti teman sepermainan. Rasa ingin tahu dan lingkungan pertemanan juga bisa menjadi penyebab Fear of Missing Out.
Dampak Fear of Missing Out (FoMO) terhadap Kehidupan Psikologis
      FoMO mempunyai korelasi pada suasana hati dan kepuasan diri yang cenderung rendah pada kebutuhan dasar psikologis individu dalam hal otonomi, kompetensi, serta relasi. Penelitian yang telah dilakukan di Carlton & McGill University menunjukan bahwa FoMO sangat lekat dengan emosi negatif & stress. Hal itu menyebabkan individu kurang mampu mengendalikan rasa cemas dan takut kehilangan sesuatu didalam dirinya. Dampak yang ditimbulkan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam perilaku dan mengendalikan emosi.
      Bagaimana cara mengantisipasi depresi akibat perasaan Fear of Missing Out? Berdasarkan saran-sara dari beberapa Psikolog, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi sindrom FoMO, seperti berlatih mindfulness yang membuat kita bisa mengamati dan memiliki kesadaran yang difokuskan pada pengalaman dan kelebihan yang kita miliki dan hal itu bisa dianggap sebagai kontrol diri. Selain itu, alihkan perhatian pada kegiaan lain selain media sosial, seperti membaca buku atau melakukan aktivitas fisik. Kegiatan seperti itu dapat mengurangi rasa stress atau depresi & membantu untuk mengumpulkan rasa memiliki yang lebih besar dan melepaskan kegelisahan pada apapun. Meskipun sindrom FoMO sangat berkorelasi dengan penggunaan media sosial, namun ini adalah perasaan yang sangat nyata dan umum yang bisa dirasakan oleh setiap orang dari segala usia & setiap orang merasakan tingkat FoMO tertentu pada waktu yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H