Terlihat ketika siswa SD selesai menonton Upin-Ipin, mereka jadi peduli seperti meminjami alat tulis kepada siswa lain yang tidak membawa alat tulis, lalu membersihkan ruang kelas secara bersama-sama. Begitu hebatnya film Upin-Ipin ini sehingga dalam sekali menonton saja, anak-anak mampu meniru perilaku baik yang sesuai dengan pesan yang ingin dituju oleh film Upin-Ipin itu sendiri.
Mari kita beralih ke film Frozen. Untuk film ini, cakupan bahasan-nya lebih luas karena menyinggung bisnis dan juga saham. Film Frozen sukses meraih US $1.3 miliar di Box Office (Forbes, 2015) dalam penjualan filmnya saja, belum lagi dalam hal penjualan lisensi merchandise dari tokoh-tokoh nya.
Dari karakter Elsa, terkumpul penjualan ritel sebesar US $107.2 miliar yang mana kategori ini menyumbang 46% dari total US $13.4 miliar royalti dari barang dagang yang berlisensi. Saking sempurnanya, film Frozen berhasil “membekukan” lisensi menarik dari film lainnya karena para pengecer secara berlebihan terlalu mendukung tokoh Elsa dan kawan-kawannya, dengan mengorbankan barang berlisensi lainnya dalam satu rak.
Dengan Frozen, kita bisa melihat kepopuleran Barbie tergeser dari peringkat 1 selama 11 tahun. Penjualan boneka Barbie di seluruh dunia menurun 21% dan harga saham Mattel pun ikut menurun 34% (Bisnis.com, 2014).
Kesuksesan Frozen berhasil membawa tinggi saham Disney di pasar modal, dari awal rilisnya Frozen saham Disney naik 14% dan mencapai level 79,94 dolar Amerika (Suara.com, 2014). Pada akhirnya, Mattel membeli lisensi Frozen dari Disney dan meraih US $100 juta dari penjualan merchandise Frozen.
Referensi:
N.P Astuti, R.A. V. (2022). Buku Ajar Filmologi Kajian Film. UNY Press.