Mohon tunggu...
Angela Gina
Angela Gina Mohon Tunggu... Lainnya - Comm '18

Enjoy my writing! Appreciate any feedback.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Tren Baru Jurnalisme: Jurnalisme Pengecekan Fakta

25 Oktober 2020   23:46 Diperbarui: 25 Oktober 2020   23:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat lima kategori penilaian yang digunakan

  1. Benar: klaim terbukti akurat dengan didukung bukti yang dapat dipertanggungjawabkan
  2. Klarifikasi: berisi klarifikasi oleh pihak terkait atas klaim tertentu
  3. Disinformasi: klaim didasari fakta atau data yang benar, namun disertai narasi yang keliru
  4. Salah: klaim tidak didasari bukti yang dapat dipertanggungjawabkan
  5. Hoaks: sama sekali tidak didasari oleh bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, klaim terindikasi sengaja dibuat oleh pihak tertentu untuk mencapai tujuan tertentu


Sabtu, 25 Oktober 2020, saya berkesempatan mewawancarai seorang  Jurnalis Liputan6.com, Adyaksa Vidi. Nah, Kak Vidi sendiri sudah bekerja selama enam tahun di Liputan.com sebagai jurnalis. Sejak empat bulan belakangan, Kak Vidi mulai menulis untuk Cek Fakta Liputan6.com. Setiap harinya Kak Vidi menulis empat berita untuk cek fakta. Selain Kak Vidi, ada lima orang lainnya yang bekerja untuk bagian cek fakta.

"Sebenarnya untuk cek fakta sendiri memang sudah menjadi bagian dari kerja jurnalistik. Apapun yang kita tulis harus berdasarkan fakta, tetapi sekarang memang cek fakta diberikan porsi khusus mengingat banyaknya hoaks yang beredar di masyarakat" ujar Kak Vidi. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, prinsip seorang jurnalis adalah menulis berdasarkan fakta. Liputan6 memberikan peluang bagi jurnalisme pengecekan fakta sejak tahun 2018 untuk menyajikan artikel verifikasi atas klaim-klaim tertentu secara lebih sistematis dan terstruktur.

"Untuk hoaks dalam negeri kita minta konfirmasi atau verifikasi ke minimal dua narasumber yang bersangkutan jika memungkinkan. Tetapi jika hoaks berupa gambar atau video maka bisa menggunakan beberapa metode pencarian fakta seperti memakan Google Reverse Image atau Yandex. Sementara untuk hoaks luar nereri biasanya kita memakai sumber dari organisasi cek fakta luar negeri seperti AFP, Reuters, BBC atau Snopes" ujar kak Vidi. Cara yang dipaparkan Kak Vidi tidak jauh berbeda dengan metode dari Cek Fakta Liputan6.com, yaitu pemilihan klaim yang akan diverifikasi dan riset.

Menurut Kak Vidi, lumayan susah untuk mencari fakta karena banyaknya hoaks yang beredar sehingga tidak dapat langsung di bantah saat ada hoaks. Cek fakta di Liputan6 tidak menuntut kecepatan karena satu isu di cek fakta lebih didalami. Walaupun berita itu sudah menjadi 'basi' tetap akan diverifikasi. Hoaks akan semakin viral jika didiamkan sehinggalebih baik telat daripada tidak sama sekali.

Salah satu berita yang sulit untuk diverifikasi menurut Kak Vidi adalah soal vaksin COVID-19 disebut haram. Tim cek fakta harus mengkonfirmasi ke MUI dan yang berwenang. Cukup sulit untuk mencari kontak dan menghubungi sehingga terkendala di waktu.

Nah jadi gimana? Kira-kira tertarik gak untuk terjun ke dalam dunia jurnalisme pengecekan fakta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun