Mohon tunggu...
Angela Azalia
Angela Azalia Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Instagram: @angelaazalia_gegel digital creator mom of 1 :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Depresi: Cegah dan Kenali Gejalanya

7 Juni 2024   08:14 Diperbarui: 7 Juni 2024   08:20 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu silam Kementerian Kesehatan melakukan skrining kesehatan jiwa pada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Melalui skrining dengan kuesioner Patient Health Questionnaire-9 tersebut didapatkan beberapa calon dokter spesialis yang mengalami depresi, bahkan diantaranya terdapat peserta yang menunjukkan ide dan keinginan untuk mengakhiri hidup. Berkaca dari temuan ini, kita harus menyadari bahwa depresi dapat terjadi pada semua individu tanpa terkecuali.

Gangguan depresi termasuk dalam kelompok gangguan mood. Individu dengan depresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri, dapat disertai gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara, fungsi tidur dan aktivitas seksual. Gangguan depresi menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan. Depresi menjadi perhatian lembaga kesehatan dunia karena banyaknya kasus percobaan bunuh diri terkait depresi. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan nomor 4 penyakit di dunia, dan diprediksikan  akan menjadi masalah gangguan kesehatan yang utama dikemudian hari. perempuan dua kali lipat lebih berisiko dibanding laki- laki, diduga karena adanya perbedaan hormon,  proses melahirkan, stressor psikososial. Gangguan depresi dapat berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat. Pada individu yang memiliki hubungan interpersonal buruk, bercerai ataupun berpisah dengan pasangan angka kejadian depresi meningkat.

Penyebab depresi terjadi karena peranan beberapa faktor seperti faktor biologis, faktor genetik, faktor lingkungan, faktor kesehatan mental dan fisik. Terdapat perubahan dalam otak individu yang mengalami depresi, ketidakseimbangan zat kimia neurotransmiter seperti serotonin, noradrenalin, dan dopamine. Seseorang lebih rentan mengalami depresi jika ada riwayat keluarga yang menderita depresi. Kehilangan orang terdekat, trauma, masalah keuangan, atau konflik hubungan, dapat menjadi pemicu depresi. Gangguan kecemasan, gangguan tidur, dan kondisi medis seperti penyakit tiroid dan penyakit kronis (berkepanjangan) dapat berkontribusi terhadap terjadinya depresi.

Depresi ditegakkan sebagai gangguan apabila muncul dua dari tiga gejala berupa suasana perasaan mood sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Gejala penyerta lainnya yang mungkin timbul minimal dua diantaranya seperti berkurangnya konsentrasi dan perhatian, berkurangnya harga diri dan kepercayaan diri, gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna, merasa masa depan suram (pesimis), ide atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan.

Apabila mengeluhkan beberapa gejala diatas, segera konsultasikan dengan dokter atau psikiater, terutama jika terdapat gangguan mood seperti sedih yang berkepanjangan minimal selama 2 minggu. Psikiater akan melakukan psikoterapi atau terapi psikologis untuk membantu mengatasi masalah akibat depresi, memberikan obat antidepresan untuk meredakan gejala dan merawat pasien di rumah sakit apabila diperlukan. Depresi dapat diatasi dengan manajemen stres yang baik, menerapkan gaya hidup sehat, melakukan relaksasi dan olahraga  untuk mengatasi stres, seperti yoga dan pilates. 

Pencegahan depresi dapat dengan memenuhi kebutuhan tidur minimal 8 jam perhari, hindari konsumsi minuman beralkohol, perbanyak waktu berkumpul dengan teman atau keluarga, batasi penggunaan media sosial, carilah lingkungan sosial yang membangun, lakukan pengobatan dan kontrol rutin penyakit lama. Diagnosis mandiri dan terapi mandiri tanpa bantuan tenaga medis profesional tidak dianjurkan, karena memungkinkan kesalahan pada penanganan yang dapat memperburuk kondisi. Penanganan dini dan tepat dapat meningkatkan kualitas hidup penderitanya dan mengurangi angka kejadian bunuh diri.

Oleh:
dr. Angela Azalia Trisna Putri

Dokter Umum
RSUD Wangaya
Denpasar Bali

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun