Pemerintah dan partai politik sedang bersiap menyambut momen penting Pemilu 2024. Dalam konteks ini, Polisi menjadi perhatian utama, terutama dalam mengamankan pemilu dari penyebaran berita bohong atau hoax.
Di lihat dari tahun-tahun sebelumnya. Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis hasil temuan sebaran hoax di berbagai platform media sosial. Hasilnya cukup mengejutkan, ada ribuan hoax pada Agustus 2018 hingga 30 September 2019.
Plt. Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, jumlah hoax yang berhasil ditelusuri oleh Tim AIS Kementerian Kominfo berjumlah 3.356 hoax.
"Itu hasil penelusuran Tim AIS Kominfo selama satu periode, yakni pada bulan Agustus 2018 sampai 30 September 2019,," kata Ferdinandus di Jakarta, Selasa (1/10/2019).Â
Pentingnya mengantisipasi penyebaran hoaks menjadi semakin mendesak, mengingat dampak negatif yang bisa ditimbulkannya, seperti perpecahan di masyarakat dan kegelisahan publik, terutama menjelang dan saat pemilihan umum. Penyebaran hoaks dalam konteks pemilu seringkali menjadi strategi untuk merusak reputasi lawan politik dan memengaruhi opini publik.
Tentang pemilu dan hoax, terdapat beberapa aspek yang penting untuk dipahami:
 1. Hoax tentang Kandidat atau Partal Politic: Hoax sering kali ditujukan untuk mencemarkan reputasi kandidat atau partai politik tertentu dengan menyebarkan informasi palsu atau terdistorsi. Misalnya, menyebarkan klaim palsu tentang rekam jejak atau skandal yang tidak benar.
2. Hoax tentang Proses Pemilu: Hoax bisa juga menyasar proses pemilu itu sendiri. Misalnya, klaim palsu tentang ketidakberesan dalan proses pencoblosan, penghitungan suara, atau manipulasi hasil pemilu.Â
3. Manipulaal Informasik Terkadang, bukan hanya informasi palsu yang disebarluaskan, tetapi juga informasi yang diambil dari kontekanya untuk mempengaru
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, jika ditemukan hoax dengan intensi memecah masyarakat, maka pemerintah dapat menjerat pelaku pembuat dan penyebar hoax tersebut dengan Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Regulasi yang mengatur soal penindakan terhadap kasus penyebaran berita bohong itu memuat bahwa pelaku dapat terancam hukuman penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Menurut Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Fitnah Septiaji Eko Nugroho menilai maraknya kabar hoax jika dibiarkan amat mungkin membuat perpecahan sesama anak bangsa. "hoax" merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya atau juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.Â