Belakangan ini, kesehatan mental menjadi salah satu perbincangan publik lantaran banyaknya kasus-kasus terkait kesehatan mental yang sedang terjadi di masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan mental diartikan sebagai keadaan sejahtera mental yang disadari oleh individu, yang didalamnya terdapat kemampuan untuk mengelola stres atau mengatasi tekanan hidup dengan baik, belajar dan bekerja secara produktif, serta berkontribusi pada lingkungan/komunitasnya.Â
Faktanya, Perempuan lebih rentan mengalami gangguan mental dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) Â tahun 2019, prevalensi global gangguan mental adalah 264 juta orang menderita depresi, 45 juta orang menderita gangguan bipolar, 50 juta orang menderita demensia, dan 20 juta orang menderita skizofrenia.Â
Meskipun prevalensi skizofrenia relatif rendah daripada jenis gangguan mental lainnya, menurut National Institute of Mental Health (NIMH), skizofrenia adalah salah satu dari 15 penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan cenderung berisiko bunuh diri. WHO menekankan bahwa gangguan jiwa adalah masalah global. Jika tidak ditangani maka prevalensinya akan meningkat setiap tahun.Â
Di  Indonesia sendiri pada tahun 2019, prevalensi gangguan kecemasan pada laki-laki sebesar 2,7%, sementara perempuan 4,5%.  Prevalensi gangguan depresi laki-laki sebesar 2%, sementara perempuan 2,9%. Prevalensi gangguan bipolar laki-laki sebesar 0,33%, proporsinya sama dengan perempuan. Prevalensi skizofrenia pada laki-laki adalah 0,31% sedangkan perempuan 0,27%. Lalu gangguan prevalensi perilaku makan pada laki-laki sebesar 0,09% dan 0,13% untuk perempuan.
Perempuan memiliki peran yang dinamis dan signifikan dalam masyarakat. Namun realita menunjukkan bahwa mereka seringkali lebih rentan terhadap gangguan mental. Faktor-faktor yang mencakup peran ganda, ketidaksetaraan gender, dan pengaruh biologis memberikan peran penting dalam menyumbang tingginya prevalensi masalah kesehatan mental pada perempuan. Melalui paparan ini, kita akan membahas beberapa faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap gangguan mental.Â
Apa aja sih yang menyebabkan perempuan lebih cenderung terkena gangguan kesehatan mental?
Perbedaan Coping MechanismÂ
Coping mechanism atau strategi coping adalah cara yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi konflik, tekanan, tantangan, atau situasi yang membuatnya merasa stres. Ini merupakan upaya secara sadar maupun tidak sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi ketidaknyamanan atau konflik emosional. Strategi coping yang dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan biasanya berbeda.Â
Laki-laki akan cenderung menggunakan problem focused coping karena biasanya laki-laki akan menggunakan logikanya dan terkadang kurang emosional sehingga ia memilih untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara langsung atau menghadapi langsung sumber stres tersebut. Sedangkan perempuan biasanya cenderung menggunakan emotion focused coping. Perempuan lebih menggunakan perasaan atau emosionalnya sehingga jarang menggunakan logika. Hal ini membuat perempuan cenderung untuk mengatur emosi dalam menghadapi sumber stres..
Laki-laki ketika menghadapi suatu masalah dan merasa tertekan dengan keadaan maka yang akan dilakukan adalah mengalihkan diri dengan mencari alternatif kegiatan yang menyenangkan misalnya bermain game, berolahraga, atau kegiatan lain yang dapat menghilangkan masalah dari pikirannya. Sedangkan perempuan akan cenderung merenungkan masalah tersebut, sehingga akan mudah muncul perasaan sedih, menangis, ataupun marah.Â
Perempuan yang mengalami gangguan mental akan lebih mudah terperangkap ke dalam pikiran negatifnya. Oleh karena itu, perempuan rentan terkena gangguan mental karena cenderung sensitif dibanding dengan laki-laki yang cenderung lebih aktif serta mengeksplor apa yang dirasakannya. Namun meski demikian, bukan berarti laki-laki bisa terbebas dari masalah kesehatan mental.Â
Sikap Dalam Menghadapi Tekanan atau Stres
Dalam menghadapi stres, terdapat perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan. Otak perempuan memiliki tingkat respon kewaspadaan yang cukup sensitif terhadap adanya stres. Stres memicu pengeluaran hormon tertentu sehingga dapat memunculkan perasaan gelisah dan takut. Sedangkan pada laki-laki, secara umum mereka bisa menghadapi dan menikmati adanya stres dan persaingan, justru menganggap bahwa stres dapat memberikan dorongan yang positif.
Laki-laki akan cenderung memiliki keinginan untuk menyelesaikan masalah dengan mencari solusi praktis dan fokus pada penyelesaian masalahnya. Reaksinya juga lebih eksternal, misalnya dengan mengekspresikan tekanan melalui aktivitas fisik dan verbal. Laki-laki juga cenderung untuk merahasiakan masalahnya dan menahan diri mereka termasuk ke dalam bentuk perlindungan diri. Sedangkan perempuan lebih cenderung terbuka dalam berbicara tentang tekanan yang sedang dialami dengan mencari dukungan secara emosional. Beberapa perempuan cenderung mengekspresikan tekanan melalui ekspresi emosional, serta mencari dukungan kelompok.Â
Kesenjangan Gender dalam Kesehatan Mental
Dalam penggunaan layanan kesehatan mental, Laki-laki lebih jarang untuk melakukan konsultasi dengan ahli dibandingkan perempuan. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan sikap laki-laki dalam menghadapi suatu masalah lebih cenderung menggunakan problem focused coping, sehingga cenderung tertutup ketika menghadapi masalah. Sedangkan perempuan lebih cenderung menggunakan emotion focused coping sehingga lebih mudah untuk menceritakan permasalahan yang sedang dialami.Â
Kesenjangan peran gender dalam kesehatan mental yaitu mencerminkan perbedaan tugas, tanggung jawab, dan tekanan yang dihadapi oleh laki-laki dan perempuan dalam lingkungan masyarakat. Faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat stres, akses terhadap dukungan sosial, serta cara individu dalam menanggapi masalah. Misalnya, perempuan yang kemungkinan menghadapi tekanan tambahan terkait peran ganda sebagai pengasuh keluarga sekaligus pekerja, sehingga tuntutan ini dapat berdampak pada kesehatan mental mereka. Selain itu, perubahan hormonal yang terjadi pada perempuan selama siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause juga dapat mempengaruhi kesehatan mental. Â
Dalam penjelasan tersebut, kita mendapati bahwa perempuan cenderung lebih rentan terkena gangguan kesehatan mental. Faktor-faktor yang melibatkan peran ganda, tekanan sosial, dan ketidaksetaraan gender memperkuat kerentanan perempuan terhadap gangguan mental. Peran ganda menuntut perempuan untuk dapat memenuhi tanggung jawab pekerjaan dan peran pengasuh dalam keluarga, hal tersebut menciptakan tekanan yang luar biasa bagi perempuan. Seringkali, perempuan merasa terjebak dalam situasi yang saling bertentangan, memunculkan konflik internal yang dapat memicu stres dan gangguan mental. Hal ini diperparah oleh ketidaksetaraan gender yang masih terus ada hingga saat ini. Ketidaksetaraan gender ini bisa membatasi akses perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan dukungan sosial yang dapat menjadi faktor pelindung terhadap gangguan mental.
Namun, meski perempuan dianggap lebih rentan, perlu diingat bahwa laki-laki juga bisa memiliki masalah yang serius terkait kesehatan mental. Oleh karena itu, perlu untuk mengambil pendekatan dengan mempertimbangkan perbedaan dan menilai kebutuhan individual, terlepas dari jenis kelamin. Hal ini sangat penting dalam upaya pencegahan dan perawatan kesehatan mental.Â
Referensi :Â
Arifia, I. (2021). Perempuan Rentan Alami Masalah Kesehatan Mental, Pakar Psikologi UNAIR Uraikan Penyebabnya. UNAIR NEWS. https://news.unair.ac.id/2021/04/26/perempuan-rentan-alami-masalah-kesehatan-mental-pakar-psikologi-unair-uraikan-penyebabnya/?lang=idÂ
Rahman, A., Putra, Y. Y., & Nio, S. R. (2019). PERBEDAAN STRATEGI COPING STRESS PADA PEDAGANG LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI PASAR PENAMPUNGAN. Jurnal Riset Psikologi, 2019(1), 1--11. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24036/jrp.v2019i1.6340Â
Santika, E. F. (2023). Perempuan RI Lebih Banyak Alami Gangguan Kesehatan Mental Daripada Laki-laki. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/18/perempuan-ri-lebih-banyak-alami-gangguan-kesehatan-mental-daripada-laki-lakiÂ
Wilujeng, C. S., Habibie, I. Y., & Ventyaningsih, A. D. I. (2023). Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kategori Stres pada Remaja di SMP Brawijaya Smart School. Smart Sociaty Empowerment Journal, 3(1), 6--11. https://doi.org/https://doi.org/10.20961/ssej.v3i1.69257Â
Yusrani, K. G., Aini, N., Maghfiroh, S. A., & Istanti, N. D. (2023). (Tinjauan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia: Menuju Pencapaian Sustainable Development Goals dan Universal Health Coverage). Jurnal Medika Nusantara, 1(2), 89--106. https://doi.org/https://doi.org/10.59680/medika.v1i2.281Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H