Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri dari berbagai etnis, budaya, maupun agama. Sebagai Ibukota dari negara yang multikultural, Jakarta seharusnya menjadi representasi sekaligus contoh dimana kehidupan masyarakat yang beragam dapat berjalan dengan harmonis.
Akan tetapi konflik sosial berbau SARA masih menjadi momok dan dapat dengan mudah diembuskan untuk menimbulkan perpecahan bagi bangsa. Sebagian masyarakat belum terbuka terhadap kemajemukan tersebut dan masih memiliki paham yang sempit serta lebih mementingkan kepentingan golongan. SARA yang menjadi isu sensitif di masyarakat  seringkali dimanfaatkan oleh sekelompok elit politik untuk mengambil keuntungan.
Pada masa Pilkada DKI 2017 ini kental sekali terasa keragaman budaya Indonesia dilihat dari para peserta Pilkada. Masing-masing calon memiliki latar belakang budaya, etnis, dan agama yang berbeda.
Tidak seharusnya pada masa kampanye Pilkada DKI ini para calon memanfaatkan situasi dengan menjadikan budaya sebagai alat demi mencapai tujuan politik tertentu.
Seperti yang dilakukan oleh Sandiaga Uno kemarin ketika menyambangi warga di daerah Jatinegara. Uno menjanjikan untuk melanjutkan dana hibah kepada Badan Musyawarah Betawi yang sempat dihentikan oleh Ahok sewaktu masih menjabat sebagai Gubernur DKI. Bukan tidak beralasan, hal tersebut dilakukan Ahok sebab Bamus mulai memasukan pesan politik dalam program-programnya yang menggunakan dana hibah dari pemprov DKI. Pada acara Lebaran Betawi 2017, terdapat ajakan untuk memilih pemimpin yang merupakan orang Betawi.
Hal tersebut terasa sebagai tindakan yang kurang etis apabila mengarahkan suatu golongan tertentu untuk digiring memilih suatu calon. Kandidat tersebut tidak lagi dipilih berdasarkan kompetensi melainkan kepentingan golongan.
Sandiaga yang mengatakan akan melanjutkan dana hibah untuk Bamus Betawi jelas hanya memanfaatkan situasi untuk mengambil hati pemilih yang sedang bersiteru akibat pemotongan dana hibah. Perkataan Sandi sendiri lah yang kemudian menjadi tanda dan membongkar alasannya kenapa berjanji untuk melanjutkan dana hibah Bamus Betawi kembali. Â "Mertua saya salah satu pendiri Bamus." ucap Sandi.
Bamus Betawi merupakan badan yang sangat berperan untuk melestarikan budaya Betawi, jangan biarkan kelakuan segelintir orang yang memanfaatkannya untuk tujuan politik tertentu.
Jakarta adalah perlambang Indonesia yang terdiri dari bermacam budaya, etnis, dan agama yang kemudian melebur dan membawa konsep persatuan multietnis.
Jakarta harus menjadi melting pot yang merepresentasikan kemajemukan budaya Indonesia menjadi satu bentuk yang harmonis.
Jakarta harus dipimpin oleh orang yang menghargai kepentingan bersama di atas segalanya.
Jakarta harus mewujudkan cita-cita negara seperti yang tertuang dalam Pancasila yaitu Persatuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H