Mohon tunggu...
Annisa Nur Fadhillah
Annisa Nur Fadhillah Mohon Tunggu... -

Salah satu mahasiswa psikologi di Malang. Mari apresiasi orang lain, mari mengkritik yang membangun.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat; Jiwa dalam prespektif Islam

16 Mei 2014   18:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:28 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh Annisa Nur Fadhillah

Komponen yang ada disetiap manusia adalah bersifat material dan immaterial. Substansi dasarnya bahwa manusia berasal dari immaterial dan penyempurnaannya dalam keadaan material. Artinya, manusia bermula dari ion-ion negatif dan positif yang ada ada didalam atom. Kemudian, kumpulan atom tersebut menjadi sel dan sel tersebut berkumpul dan berkembang menjadi jaringan. Lalu, berkumpul dan membentuk organ. Kemudian, organ tersebut berkumpul menjadi dalam satu kesatuan sistem organ. Lalu, sistem organ tersebut akhirnya membentuk organisme yang disebut manusia dalam perspektif fisik. Dalam hal ini, manusia bersifat material. Lalu, bagaimana dengan hal yang bersifat immaterial? Immaterial itu sendiri bermakna sifat yang tidak tampak wujudnya secara kasat mata. Hal-hal yang bersifat immaterial salah satunya disebut jiwa.

Jiwa sendiri dimaknai sebagai sesuatu yang kasat mata letaknya, namun memiliki daya untuk menjalankan tubuh atau aktivitas manusia. Dalam jiwa sendiri memiliki otoritas untuk menjalankan roda kehidupan bersamaan dengan badan. Al-Ghazali (dalam Nasution,1988:85) mengungkapkan al-nafs tidak didalam badan dan tidak diluarnya, tidak terpisah dari badan dan tidak bersatu dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua unsur tersebut memiliki hubungan yang sangat khusus. Hubungannya ditinjau setara dalam wujud, artinya kedua hal ini memiliki kedudukan yang sama dan dalam wujud yang masing-masing dan terikat satu sama lain. Dalam hal ini, Al-Ghazali memberikan keterangan bahwa tidak ada salah satu dari keduanya yang menjadi sebab wujud bagi yang lainnya. Karena, sebab wujud hanyalah al-jud al-ilahi yang disebut al-qudrat. Artinya, sebab keberadaan jiwa dan badan , dan sebab keberadaan hubungan antara keduanya adalah kemahakuasaan Tuhan.

Dalam hal hubungan kesatuan antara jiwa dan jasad, menurut Al-Farabi merupakan kesatuan accident. Ini berarti keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya. Ini berarti keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Namun, Al-Farabi juga mengindikasikan pemikirannya terhadap keabadian jiwa yang dikemukakan oleh Plato. Dalam kaitan dengan keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa khalidah dan jiwa fana’. Jiwa khalidah adalah fadilah, yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, artinya disini adalah kebenaran dari hati nurani akan terwujud didalamnya. Kemudian, jiwa fana’ yang menjelaskan mengenai jiwa jahilah, yang tidak mencapai kesempurnaan karena belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi. Ia akan hancur dengan hancurnya badan. Ibnu Sina juga menjelaskan bahwa manusia terdiri atas unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala kelengkapannya yang adamerupakan alat bagi jiwa untuk melakukan aktivitas. Jasad selalu berubah, berganti, bertambah, dan berkurang sehingga ia mengalami kefanaan setelah berpisah dengan jiwa. Dalam konteks inilah dijelaskan bahwa hakikat manusia adalah jiwanya yang nilainya konsisten terhadap perubahan wujud.

Dalam pemikiran Ibnu Thufail, menjelaskan tentang kemampuan akal untuk mengetahui dengan yakin Tuhan dan alam gaibnya lainnya lewat pemahaman cerita kisah Hayy yakni meliputi fase berikut : Fase pertama, Yaqzhan hidup pada tingkat pemikiran yang paling bersahaja (primitif). Tingkat ini dilanjutkan dengan peniruan Hayy menutup tubuhnya seperti binatang yang memiliki kulit. Kemudian, fase empiris sebagai tampak upaya Hayy mencoba mengambil api untuk memasak dan mulai berburu. Lalu, fase sufistik dilihat dari kejeraan Hayy terhadap dirinya dan keheranannya atas kematian kijang yang mengasuhnya. Keheranan inilah yang menghantarkannya untukberpikir secara mendalam, mengapa kijang ini dapat mati (dalam Kamaluddin,2012:134)

Kemudian, salah satu filsuf islam juga bernama Muhammad Iqbal berpendapat amal manusia penting bagi upaya aktualisasi diri. Hal ini diperkuat dalam Q.S At-tiin ayat 4-6 disebutkan, manusia yang lalai pada hakikat kemanusiaannya, tidak mengembangkan potensi diri, membunuh bakat kemanusiaan atau menyia-nyiakan realitas dirinya sebagai sebaik-baiknya makhluk, ia jatuh ke dalam derajat yang paling hina. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian, kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman beramal saleh. Dalam konsepsi Iqbal, ia mengangkat konsep aktualisasi diri sehingga, pembahasannya menuju dalam tahap kesadaran diri manusia. Dalam Az-zariyat ayat 20-21 menjelaskan bahwa Tuhan terbentang di langit dan dibumi, serta didalam diri manusia sehingga,menurut Iqbal ini merupakan pertanda pentingnya realisasi diri ke arah pribadi yang menyerupai gambaran-Nya. Disini menyimpulkan pentingnya aktualisasi diri sebagai pengembangan potensi diri yang Allah berikan kepada tiap insan manusia.

Dari beberapa uraian diatas, sesungguhnya manusia telah dibuat dalam keadaan sebaik-baiknya untuk memahami dirinya sehingga dapat menuju kepada The One yakni menuju keesaan yang tersirat merupakan Tuhan yakni Allah SWT yang tercantum jelas pada QS. Al-Ikhlas ayat 1-4. Maka, Islam juga memaparkan juga mengenai jiwa melalui filsuf-filsuf handal seperti pada uraian diatas dengan konsep mereka masing-masing.

Sumber :

Kamaluddin, Undang Ahmad. Filsafat Manusia: Sebuah Perbandingan antara Islam dan Barat. 2012. Bandung: Pustaka Setia.

Nasution, Muhammad Yasir. Manusia Menurut Al-Ghazali. 1988. Jakarta: Rajawali Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun